Angin malam menyapu pucuk menara tua, menggoyangkan jubah hitam yang membalut tubuhnya. Udara terasa dingin, menusuk, namun tak seberapa dibandingkan dinginnya yang merambat dari dalam dadanya sendiri.
Kaelir Alvaresth berdiri di sana—sendirian. Satu-satunya pewaris Velhara, dan satu-satunya yang merasa tak siap mengemban warisan itu.
Matanya menatap jauh ke kota yang tertidur, cahaya lentera menggeliat di kejauhan seperti bintang-bintang yang hampir padam. Ia seharusnya merasa bangga, terlahir dalam darah kerajaan, disiapkan untuk mahkota. Tapi tak pernah sekalipun ia benar-benar menginginkannya.
"Kenapa harus aku?" pikirnya.
"Apa karena aku lahir lebih dulu? Karena darah yang mengalir di nadaku? Karena ramalan tua yang bahkan tak pernah kutahu kapan ditulisnya?"
Setiap hari, ia mendengar suara-suara. Bukan dari rakyat—mereka tak pernah tahu siapa dia sebenarnya. Tapi dari lorong-lorong batu istana, dari tatapan para penasihat, dari meja makan yang hening namun penuh makna. Semua orang menunggu. Semua orang berharap. Semua orang bersandar pada seseorang yang bahkan belum yakin akan dirinya sendiri.
Kaelir menunduk. Jemarinya meremas pagar batu, keras dan dingin. Sama seperti perannya.
"Mereka bilang aku akan jadi raja," bisiknya dalam hati.
"Tapi bagaimana jika yang lahir dari bayangan… justru tak membawa cahaya?"
Ia tak pernah takut pada kegelapan. Ia sudah lama tinggal di dalamnya—diam, mengamati, bertanya. Tapi ia takut... pada apa yang akan ia lakukan jika bayangan itu menyatu dengannya.
Ia menengadah ke langit. Bulan menggantung tepat di atasnya, penuh dan pucat, seperti mata para dewa yang tak pernah benar-benar membantu. Cahaya itu menyinari wajahnya, tapi terasa dingin. Tidak hangat. Tidak menenangkan.
"Jika takdir memaksaku berjalan ke arah yang tak kupilih... maka biarlah aku melangkah, tapi dengan caraku sendiri."
"Dan jika aku harus menjadi raja… maka aku akan menjadi raja yang mengingat bagaimana rasanya takut."
Malam itu, tanpa saksi dan tanpa suara, Kaelir Alvaresth memulai langkah pertamanya—tidak sebagai pewaris mahkota… tapi sebagai seseorang yang mencoba memahami siapa dirinya… sebelum dunia memutuskan untuk menyeretnya lebih jauh ke dalam bayangan.