Bab 36 — Nyala Api yang Terlupakan

Kabut pagi bergulir di antara pepohonan tua. Arvin dan Elira berjalan diam-diam, menembus belantara yang sunyi namun penuh bahaya. Setiap langkah membawa mereka lebih dekat ke jantung pemberontakan — benteng tersembunyi di antara gunung berkabut.

Malam sebelumnya, mereka menerima kabar mengejutkan:

Komandan pemberontak yang menjadi dalang semua kekacauan ini adalah Ragnar, seorang mantan pahlawan kerajaan... yang dulu pernah bertarung di sisi Arvin sebelum mengkhianatinya.

"Ragnar," Arvin berbisik, menatap jauh ke depan.

Ada luka lama yang terbuka kembali dalam pikirannya — rasa dikhianati oleh orang yang dulu ia anggap saudara.

Elira menatap Arvin dengan prihatin. "Kau yakin sanggup menghadapinya?"

Arvin tak menjawab. Ia hanya mengencangkan genggamannya di gagang pedang sihir.

Tiba-tiba, tanah bergetar.

Suara derap kuda dan benturan senjata terdengar dari kejauhan.

Mereka sudah ditemukan.

Puluhan prajurit berbaju hitam menyerbu dari balik pepohonan, meneriakkan nama Ragnar seperti mantra. Tanpa ragu, Arvin melompat ke depan, pedangnya berpendar kuat.

Pertarungan sengit pun pecah.

Arvin berputar, menebas, melompat. Setiap gerakannya presisi mematikan, bagai badai yang tak bisa dihentikan.

Elira, meski terluka, bertarung di sisinya dengan keberanian luar biasa, darah membasahi pakaian mereka berdua.

Di tengah kekacauan itu, suara berat bergema:

> "Arvin!! Akhirnya kita bertemu lagi!"

Dari balik kerumunan, Ragnar muncul — bertubuh kekar, bersenjata kapak sihir besar yang memancarkan aura kegelapan.

Matanya menatap Arvin, penuh rasa benci dan kepahitan.

> "Kau tinggalkan kami dulu. Sekarang kau datang untuk menghancurkan kami lagi?"

Arvin menatapnya, dingin.

"Yang kau hancurkan bukan hanya kerajaan. Kau hancurkan kepercayaan kita."

Ragnar mengangkat kapaknya tinggi-tinggi.

"Tidak ada lagi kepercayaan, Arvin. Hanya kekuatan yang menentukan siapa yang berhak hidup!"

Suara itu seakan membelah medan pertempuran menjadi dua dunia berbeda: masa lalu dan masa kini.

Arvin mengangkat pedangnya.

"Aku akan mengakhirinya."

Mereka saling menerjang — dua kekuatan besar, dua bayangan masa lalu yang bertabrakan dalam benturan yang membuat tanah bergetar.

Pertarungan mereka baru saja dimulai.