Bab 10 – Satu Helai Qi, Satu Jejak Harapan

Angin pagi menyapu permukaan lembah dengan lembut. Kabut tipis menggantung di antara celah-celah batu tua, menyembunyikan cahaya matahari yang mulai muncul perlahan. Di bawah pohon rindang yang sudah mengering, Mo Tian duduk bersila. Tubuhnya masih lemah, tetapi di balik keheningan itu, ada gelombang tekad yang mulai berdenyut dalam dirinya.

Satu helai Qi telah ia serap semalam. Meski hanya setipis rambut, Qi itu terasa seperti dunia baru terbuka di dalam dirinya.

“Ini… jalanku,” gumamnya lirih.

“Meskipun lambat, aku akan membuat setiap helaian Qi berarti.”

Ia merapalkan kembali Teknik Dasar Penyerapan Qi, kali ini dengan ritme yang jauh lebih halus. Tangannya membentuk mudra dasar, dan napasnya teratur.

Satu helai…

Lalu dua…

Tiga…

Setiap helai Qi yang masuk seolah menusuk otot dan dagingnya. Rasa sakitnya seperti ditusuk jarum tajam, namun Mo Tian menahan semuanya tanpa mengeluh. Matanya memancarkan keheningan, bukan kesedihan, tapi kedalaman.

“Qi ini menusukku karena tubuhku belum pernah disentuh kekuatan sejati.”

“Tapi aku akan mengukir jalanku dari darah dan rasa sakit.”

Di luar gua.

Pelatih Bai Yun berdiri diam, menyaksikan dari kejauhan. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi, tetapi di dalam hatinya, gelisah merayap.

“Bocah ini seharusnya tidak bisa menarik Qi…”

“Namun... Qi di sekitarnya tidak menolaknya. Bahkan, seolah... menghampirinya.”

Ia menghela napas dalam-dalam. “Jika dia sungguh memiliki potensi... maka kita harus waspada. Dunia luar tidak akan membiarkan benih seperti dia tumbuh begitu saja.”

Kembali ke Mo Tian.

Setelah beberapa jam berlalu, tubuh Mo Tian dipenuhi luka kecil, pembuluh darah halus di bawah kulitnya pecah karena aliran Qi yang terlalu kasar untuk tubuh dasar sepertinya. Tapi ia tidak berhenti.

Justru saat rasa sakit itu mencapai puncaknya... terjadi sesuatu.

Tuk... tuk...

Tubuh kedua Mo Tian—yang tersembunyi dalam kesadarannya—membuka satu mata. Mata itu tak memiliki warna, hanya kehampaan. Namun dari mata itu memancar aura pencerahan yang samar.

“Tubuh utama bergerak. Maka aku pun harus bangun.”

Seketika, kabut hitam tipis yang melingkupi dunia kesadaran Mo Tian mulai bergoyang. Tubuh kedua—yang ditakdirkan untuk menelusuri Dao dan Pencerahan, mulai perlahan menyatu dengan irama tubuh utama, membentuk resonansi lemah.

Mo Tian merasa seolah pikirannya menjadi lebih jernih. Ia tak mengerti mengapa. Tapi dalam sekejap, ia bisa merasakan:

Qi bukan hanya kekuatan. Qi adalah bagian dari hukum dunia.

Dan dengan itu… satu pintu pencerahan terbuka sedikit.