Cahaya pagi menyelinap masuk melalui celah-celah daun di atas Lembah Batu Tua. Embun yang menetes dari ujung dedaunan memantulkan cahaya, seperti mutiara yang berguguran ke tanah.
Mo Tian sudah duduk sejak fajar buta. Posisi bersilanya tidak sempurna, tapi matanya menutup dengan ketenangan yang tidak ia miliki sebelumnya. Hari-hari sebelumnya, pikirannya selalu penuh kegelisahan—keraguan, dendam, dan rasa malu karena tidak memiliki potensi.
Namun kali ini, tidak ada suara dalam hatinya.
Yang ada hanyalah… rasa.
Biasanya, ketika ia mencoba menyerap Qi langit dan bumi, Qi itu liar, seperti asap yang menghindar dari tangannya. Tapi hari ini...
Seolah dunia mendekat, bukan ia yang meraih.
Ia tidak memaksa. Ia membiarkan.
Dan untuk pertama kalinya, Qi yang masuk ke tubuhnya tidak terasa berat atau menyakitkan. Qi itu mengalir dengan ringan, mengalir mengikuti ritme napas dan detak jantungnya, seolah sudah mengenalnya lama.
"Apakah ini... hasil dari percakapan itu?" pikirnya dalam hati.
Ia berdiri dan mulai mengulangi teknik dasar yang diajarkan para tetua: Napas Batu Pertama.
Sebuah teknik sederhana untuk memperkuat tubuh, menyesuaikan dengan energi spiritual tanah.
Biasanya, ia menggerakkan tubuh dengan kaku, mengikuti perintah tanpa pemahaman. Tapi kali ini...
Ia merasakan tanah.
Ia mendengar suara halus aliran Qi di bawah kakinya.
Bahkan gerakan lengannya terasa seolah memiliki makna.
Satu gerakan sederhana, tapi terasa seperti seluruh tubuhnya menjadi satu kesatuan yang hidup.
“Dulu aku berpikir bahwa menjadi kuat berarti bergerak cepat, menghancurkan lawan, atau memiliki kekuatan besar...”
“Tapi mungkin, menjadi kuat adalah tentang mengerti setiap gerakan, setiap tarikan napas, setiap denyut tubuh.”
Mo Tian tidak lagi terburu-buru. Ia tahu jalannya panjang. Tapi kini, untuk pertama kalinya... ia bisa merasakannya.
Seperti petani yang mulai memahami tanahnya,
Seperti pendeta yang mulai mendengar suara roh,
Mo Tian kini mulai memahami tubuhnya, jalan Qi-nya, dan... bayangan dirinya sendiri yang diam dalam kesadaran.
"Aku tidak tahu sampai di mana jalanku akan berakhir... Tapi jika tubuh ini adalah kapalku, maka kesadaranku adalah arah angin dan bintang penunjuk jalan."
"Aku akan mulai dari sini. Sekecil apa pun perubahannya."