Bab 12 – Bayangan di Dalam Diri

Senja memudar menjadi malam. Di atas Lembah Batu Tua, bintang-bintang menggantung bagaikan mata para leluhur yang menyaksikan mereka yang berjuang di jalan menuju keabadian.

Mo Tian duduk bersila, napasnya perlahan, Qi-nya masih lemah, tetapi mulai membentuk aliran tetap dalam meridian dasar. Dalam diam, ia menutup matanya, lalu membiarkan pikirannya tenggelam.

Namun, malam ini berbeda.

Di dalam kedalaman kesadarannya, ia melihat... dirinya sendiri.

Tapi sosok itu bukan dirinya yang sekarang.

Ia berdiri di tengah kehampaan, dikelilingi oleh kabut putih yang tak memiliki ujung. Wajahnya sama, tetapi auranya… tenang seperti danau tak beriak, namun dalamnya menakutkan.

“Kau... siapa?” gumam Mo Tian.

Sosok itu membuka mata. Matanya hitam pekat, seolah menampung kehampaan dunia.

“Aku adalah kau... yang melihat dunia dari dalam.”

Mo Tian: “Kau tubuhku juga?”

Bayangan: “Aku bukan tubuh yang berjalan... Aku tubuh yang memahami. Aku tidak butuh langkah, aku butuh kebenaran.”

Mo Tian: “Apa kau bisa membantuku menjadi lebih kuat?”

Bayangan: “Aku tidak bisa memberimu kekuatan. Tapi aku bisa menunjukkan jalan... yang tidak bisa dilihat oleh mereka yang hanya mengejar kekuatan.”

Mo Tian terdiam.

Dalam hatinya, ia tahu: ini bukan mimpi. Ini adalah ikatan yang baru saja terbentuk—sebuah koneksi antara tubuh yang menapaki dunia, dan tubuh yang menapaki makna dari dunia itu sendiri.

Kilas Narasi dari Tubuh Kedua (Pencerahan):

"Tubuh utama akan terluka, berdarah, dan menderita. Tapi penderitaan hanya menjadi kekuatan jika dimengerti, bukan hanya dilalui."

"Itulah tugasku."

Saat Mo Tian membuka matanya kembali…

Sesuatu terasa berbeda. Ia tidak lebih kuat secara fisik, tetapi pikirannya lebih jernih, seolah-olah ia bisa merasakan arah aliran Qi, memahami reaksi tubuhnya terhadap teknik, dan bahkan—merasakan emosinya sendiri dengan lebih tajam.

Dan ia menyadari...

Tubuh kedua bukan hanya tubuh lain. Ia adalah cermin.

Cermin dari niat, penderitaan, dan pemahaman.

Malam berlalu perlahan. Mo Tian tidak tidur, tapi ia merasa lebih segar.

Esok akan menjadi hari baru.

Bukan hari di mana ia akan kuat—

Tapi hari di mana ia memahami mengapa ia harus kuat.

"Aku akan melangkah. Dan kau akan memahaminya."