Arsitek Bayangan
Waktu: 05.29 pagi
Tempat: Kota Neoterra, pasca-ledakan Menara Caelus
Kondisi: Asap masih membumbung. Rakyat di jalanan. Diam yang ganjil.
---
Suara sorak-sorai perlahan berubah menjadi bisik-bisik. Orang-orang mulai sadar: terlalu mudah. Terlalu cepat. Tidak ada perang panjang, tidak ada pembalasan dari sistem.
Kenzo menatap layar hitam di markas bawah tanah.
Tidak ada suara. Tidak ada sinyal.
Semua jaringan mereka tiba-tiba sunyi.
Praja berdiri, tubuhnya masih kotor darah dan serpihan beton, namun pandangannya jauh lebih tajam daripada sebelumnya.
> "Kita bunuh bayangan. Tapi siapa yang pegang lampunya?"
---
Sementara itu… di dalam ruangan gelap tanpa dinding, hanya cahaya dari hologram peta Neoterra yang melayang di udara...
Seseorang duduk. Wajahnya tidak terlihat. Hanya siluet. Tapi suaranya… dingin. Lurus. Tanpa emosi.
> “Unit Yalvan selesai. Ketidakstabilan sosial 12% di atas prediksi. Tapi sesuai skenario.”
> “Aktifkan Pusat Operasi Level Echelon. Kirim Ravana Unit ke lapangan.”
Ia menjentikkan jari. Di belakangnya, layar memunculkan wajah-wajah: Praja, Dion, Lysandra, Kenzo… dan Ayla (status: hilang).
> “Sistem lama telah gugur. Sekarang… saatnya sistem sejati turun tangan.”
---
Di permukaan:
Kenzo akhirnya berhasil membobol salah satu node jaringan rahasia.
Wajahnya pucat.
> “Praja… kita salah. Yalvan bukan siapa-siapa. Dia cuma bagian dari teater...”
Dion berdiri. “Lalu siapa penulis naskahnya?”
Sebelum jawaban datang, bom elektromagnetik meledak di pusat kota.
Semua listrik padam. Semua sinyal hancur. Kegelapan menyelimuti seluruh Neoterra.
Dan suara satu ini terdengar di seluruh penjuru kota:
> “Selamat pagi, warga. Anda telah memilih kehancuran.
Maka kami akan memperkenalkannya secara langsung.”
---
Langit Neoterra berubah merah. Drone militer tanpa logo mulai terbang.
Patroli-patroli tanpa wajah turun ke jalanan. Siaran televisi digantikan simbol:
lingkaran dalam segitiga, dikelilingi angka acak.
Dan bagi mereka yang tahu sejarah... simbol itu bukan baru.
Itu simbol dari The Architect.
---
Praja menatap langit.
> “Kalau ini baru awalnya… kita butuh lebih dari sekadar peluru dan kemarahan.”
> “Kita butuh kebenaran yang bahkan tak bisa mereka padamkan.”