[Penjaga Terakhir Karvastra]
Ruang itu dingin. Bukan karena suhu, tapi karena waktu yang berhenti. Di tengahnya, terbaring tubuh separuh hidup, separuh mesin. Matanya masih menyala—merah samar—dan entah bagaimana masih menatap.
“Dia… bukan manusia biasa,” gumam Kenzo.
Praja mendekat, mengamati sambungan kabel yang bersatu dengan jaringan saraf. Di dada tubuh itu tertulis: Sifra Aghda, Penjaga Karvastra, Eks-Inisiator Altar.
Tubuh itu tersentak.
“Kalian terlambat,” suaranya serak, seperti dua suara yang bertabrakan.
“Maafkan kami, tapi kami tidak ke sini untuk menyesal. Kami ingin tahu—apa yang kalian simpan dari dunia?” tanya Praja.
Sifra tertawa pelan. “Semua yang disebut dunia hari ini… dibangun dari kepalsuan yang kami coba cegah.”
Ia menunjuk ke arah ruang arsip digital. Di dalamnya: peta-peta jaringan kekuasaan, rekaman perintah eksekusi yang diperintahkan oleh The Architect terhadap para penolak sistem, termasuk bocoran algoritma penjinakan opini publik.
Lysandra menggertakkan gigi. “Kita bukan melawan sistem… kita sedang hidup dalam simulasi manipulasi opini massal.”
Ayla tetap diam. Tapi Praja mulai melihat perubahan dalam sorot matanya. Bukan takut—tapi beku.
Sifra memberi satu data terakhir, lalu sistem hidupnya padam.
“Bawa ini ke pusat Neoterra. Buka pada publik, jika kalian sanggup menanggung harga kebenaran.”
Praja tidak bicara. Tapi hatinya membeku.
[Teka-Teki Labirin Terlarang]
Mereka kembali menelusuri bawah tanah Karvastra. Kali ini, mengikuti tanda-tanda cahaya yang hanya bisa dibaca oleh mata buatan Kenzo.
Di ujung terowongan, mereka menemukan sistem labirin—simbolik dan nyata. Untuk melewatinya, bukan hanya fisik yang diuji, tapi keputusan moral.
Pintu pertama: “Korbankan satu dari kalian, atau seluruh data hilang.”
Tak ada suara. Semua diam.
Praja akhirnya melangkah ke sensor, siap mengorbankan dirinya.
Tapi sistem berhenti.
“Keputusan diterima. Tapi tidak perlu. Anda tidak memilih demi hidup, tapi demi kejujuran.”
Lysandra menatapnya dengan campuran kagum dan takut.
Pintu kedua: suara Mira muncul dari speaker tua.
“Kalian tahu siapa aku. Dan kalian tahu kenapa aku jatuh. Tapi tanya pada diri kalian… siapa yang mendorongku?”
Semua terpaku.
Kenzo hampir roboh.
Lysandra menangis tanpa suara.
Ayla… hanya tersenyum tipis.
Tak ada yang menjawab. Tapi sistem terbuka. Mereka lulus bukan karena tahu… tapi karena mengakui luka mereka.