Lokasi: Taman kecil yang dipenuhi bunga liar dan lampion sederhana
Waktu: Seminggu setelah kejadian di gudang tua
Hari itu, tidak ada kemewahan, tidak ada musik megah, hanya kebersamaan yang tulus. Warga kota berkumpul di taman kecil, menyaksikan Praja dan Lysandra berdiri di bawah gapura bunga liar. Lesmana, Naresha, Dion, dan Kirana berdiri di samping mereka, wajah mereka penuh senyuman hangat.
Dion memimpin pernikahan itu, suaranya lembut tapi jelas, diiringi suara burung yang berkicau dan tawa anak-anak di kejauhan.
> Dion: (dengan nada hangat)
"Hari ini kita tidak hanya menyatukan dua hati, tapi juga merayakan bahwa cinta bisa lahir bahkan di dunia yang nyaris hancur. Praja, Lysandra... kalian bukan hanya janji untuk satu sama lain, tapi juga janji untuk dunia ini, bahwa cinta dan harapan akan selalu ada."
Praja memegang tangan Lysandra erat, matanya memancarkan keyakinan yang baru.
> Praja: (suara serak tapi penuh tekad)
"Aku janji akan selalu berdiri di sisimu, dalam suka maupun duka, dalam perang maupun damai, dalam hidup maupun mati."
Lysandra menatap matanya dalam-dalam, air mata bahagia mengalir.
> Lysandra: (dengan senyum lembut)
"Dan aku janji akan selalu jadi rumahmu, yang akan memelukmu saat kau lelah, dan yang akan mengingatkanmu untuk tetap jadi manusia."
Tepuk tangan hangat terdengar, diikuti tawa kecil dari anak-anak yang melempar kelopak bunga. Lesmana menepuk bahu Praja dengan bangga, Naresha memeluk Lysandra dengan senyum hangat, dan Dion mengangguk puas.
---
Refleksi dan Persiapan Kehidupan Baru
Malamnya, mereka semua berkumpul di markas komunitas yang kini menjadi rumah bersama. Lesmana duduk di kursi kayu sambil memandang langit malam yang dipenuhi bintang. Naresha bersandar di bahunya, tangannya menggenggam tangan Lesmana erat.
> Lesmana: (lirih, seolah bicara pada bintang-bintang)
"Kita mungkin tak pernah sepenuhnya menang... tapi kita memilih untuk terus berdiri, dan itu sudah cukup."
Di meja makan sederhana, Praja dan Lysandra duduk berdampingan, tertawa bersama Dion dan Kirana yang menceritakan lelucon kecil. Praja menatap Lysandra, matanya penuh rasa syukur.
> Praja: (suara rendah)
"Kau yang mengajarkanku bahwa rumah bukan tempat... tapi orang."
Lysandra menatapnya, senyumnya hangat.
> Lysandra: (pelan)
"Dan kau yang mengajarkanku bahwa keberanian bukan hanya soal melawan... tapi juga soal memilih untuk hidup."
Di luar, suara anak-anak bermain terdengar, diiringi lampion-lampion kecil yang menerangi malam. Bunga liar bermekaran, dan di antara semua tawa dan percakapan ringan, para tokoh utama—Praja, Lysandra, Lesmana, Naresha, Dion, dan Kirana—akhirnya menemukan sesuatu yang lebih besar dari perang atau kemenangan: rumah, harapan, dan cinta yang tumbuh dalam luka.