Lokasi: Gudang tua yang remang-remang, dipenuhi bayang-bayang dan dentuman langkah kaki
Waktu: Malam yang penuh rahasia
Pertarungan sengit antara Praja dan pria bertopeng badut terus berlanjut. Nafas mereka memburu, serangan saling membalas dengan kekuatan penuh. Namun, di tengah kekacauan itu, topeng badut retak lebih dalam, dan pada satu serangan balik dari Praja, topeng itu akhirnya terlepas, terhempas ke lantai dengan bunyi keras.
Praja tertegun, matanya melebar saat melihat wajah di balik topeng itu. Wajah yang sangat ia kenal—Lesmana.
> Praja: (terengah, suaranya nyaris pecah)
"Les... Lesmana...?"
Lesmana berdiri, menyeka sudut bibirnya yang berdarah, lalu menatap Praja dengan mata yang dalam dan tajam.
> Lesmana: (dengan senyum kecil)
"Kau terlalu keras kepala, Praja. Kau hanya mau membuka mata kalau dipaksa."
Dari balik bayang-bayang, Lysandra, Dion, Kirana, dan Naresha muncul. Mereka berjalan perlahan, membawa senyum penuh kehangatan. Lysandra berdiri di depan Praja, matanya berkaca-kaca namun penuh keyakinan.
> Lysandra: (dengan suara lembut)
"Kami melakukan ini bukan untuk menakutimu. Tapi untuk membuatmu sadar... bahwa selama ini, kau bukan hanya bertarung sendirian. Kami semua ada di sini, untukmu."
Naresha tersenyum kecil, menambahkan:
> Naresha: (menatap Lesmana)
"Dan Les hanya meminjamkan topeng, bukan untuk menipu... tapi untuk mengajarimu satu hal penting. Kau harus berhenti menanggung semua sendiri."
Dion mendekat dengan tawa kecil:
> Dion: (sambil menepuk bahu Praja)
"Kami hanya ingin membuatmu berhenti jadi batu. Dan ya... kami semua sepakat kau harus segera menikah dengan Lysandra."
Lesmana menatap Praja dalam-dalam, suaranya pelan tapi penuh makna.
> Lesmana: (lirih)
"Aku sudah memilikiku, Praja. Sekarang giliranmu. Jangan biarkan cinta hanya jadi penonton dalam hidupmu."
Praja terdiam, memandang Lysandra yang kini berdiri hanya satu langkah di depannya. Tangannya gemetar, air mata mulai menggenang di matanya. Lysandra tersenyum lembut, mengulurkan tangan.
> Lysandra: (dengan nada lembut namun penuh harapan)
"Aku tidak menunggumu menjadi pahlawan... aku hanya ingin kau memilih untuk hidup bersamaku."
Praja akhirnya mengambil tangan Lysandra, menariknya dalam pelukan erat. Nafasnya gemetar, namun matanya memancarkan kelegaan dan cinta yang selama ini ia tahan.
> Praja: (dengan suara serak, hampir seperti bisikan)
"Maaf... dan terima kasih. Aku... mau menikah denganmu."
Tepuk tangan kecil terdengar dari teman-temannya. Lesmana tersenyum bangga, Naresha menyeka air matanya, Kirana memalingkan wajah menahan senyum, dan Dion mendongak seolah ingin mengabadikan momen itu.
Malam itu, di gudang tua yang semula menjadi arena pertarungan, justru menjadi saksi bisu kebangkitan cinta dan persahabatan yang tak tergoyahkan.