Chapter 1: Takhta dan Rahasia

Langit pagi di atas Kerajaan Blue Moon berwarna biru kelabu, seakan turut merasakan tekanan yang mendera hati Viktor Dragon VI. Di hadapan rakyatnya yang bersorak dan bangsawan yang berdiri tegak, pria muda berusia 23 tahun itu tampak tenang. Tubuhnya tegap, wajahnya tampan dengan sorot mata biru yang menyiratkan keteguhan—namun hanya dia yang tahu, bahwa di dalam pikirannya, badai tengah mengamuk.

"Ini gila… ini dunia game The Sword of Love Cuts Through the Darkness… dan aku… aku berada di tubuh boss finalnya?!" pikirnya, mencoba mengatur napas di balik senyapnya ruang tatah yang penuh gengsi.

Dia berdiri di tengah ruangan megah, penuh ukiran emas dan permata, lantainya dari marmer putih bersih hingga bisa memantulkan bayangan orang yang berdiri di atasnya. Namun semua kemegahan ini terasa hampa. Ia mengingat jelas, game ini punya ending yang… kelam. Raja terakhir, Viktor, menjadi monster karena keserakahan dan luka batin yang tak pernah sembuh.

"Tidak, aku tidak akan menjadi dia," tekadnya. "Aku bukan dia, aku hanya orang biasa dari dunia lain yang tersesat di tubuh seorang raja."

Saat pikirannya dipenuhi ingatan asing dari tubuh ini, seorang maid berambut putih masuk ke kamar kerajaan, membuka pintu besar dengan angkuh. Tatapan jijiknya menusuk seperti jarum ke hati Viktor. Dia menunduk sedikit sebagai bentuk sopan, mencoba mengendalikan perasaan bersalah yang tiba-tiba mencuat.

Dia tahu kenapa maid itu membencinya. Dalam ingatan Viktor, dirinya dahulu... bukan orang baik. Terlalu banyak kesalahan. Terlalu banyak luka yang ia tinggalkan pada orang lain. Termasuk maid ini. Iri, jijik, dendam—semua itu wajar. Dan untuk pertama kalinya dalam hidup Viktor Dragon VI, seseorang benar-benar pantas membencinya.

"Yang Mulia," kata sang maid dingin, "acara penobatan telah siap."

Tanpa banyak bicara, dia mengangguk dan berjalan menyusuri koridor panjang menuju ruang tatah, langkahnya berat namun mantap. Ia harus terlihat kuat, pasti, dan tidak aneh. Dunia ini bukan tempat untuk menunjukkan kebingungan. Apalagi jika dirinya adalah seorang raja—seorang penjaga tatanan dunia ini.

Saat ia memasuki ruang penobatan, kerumunan bangsawan langsung menoleh. Kilauan pakaian resmi, jubah panjang, mahkota kecil, dan senyum penuh kepalsuan menyambutnya. Tak satu pun dari mereka benar-benar bersukacita. Mereka hanya menanti… apakah raja baru ini lemah, atau kuat.

Ia melangkah ke podium. Seorang pendeta tua memberikan gulungan sumpah yang harus dibacakan.

Suasana hening.

Viktor menatap naskah sumpah itu, lalu mengangkat wajahnya, berbicara lantang dengan suara dalam yang menggema di seluruh ruangan:

> "Demi tanah ini dan seluruh jiwa yang menginjakkan kakinya di bumi Blue Moon, aku—Viktor Dragon VI—bersumpah untuk menjalankan tugasku sebagai raja. Aku akan menata ulang kerajaan ini. Hal-hal yang tidak penting akan kuhapus, dan mereka yang menyusahkan rakyat akan kugulingkan."

Matanya menyapu seisi ruangan. Nada suaranya tenang tapi menggigit, seolah ada sesuatu yang lebih gelap tersembunyi di balik kata-katanya.

Aura intimidasi itu terasa. Para bangsawan mundur setengah langkah tanpa sadar. Bahkan sang pendeta gemetar sedikit saat meletakkan mahkota di atas kepala Viktor.

Dan di dalam hati, sang raja baru bergumam:

"Aku akan memperbaiki kesalahanmu, Viktor. Tapi dengan caraku sendiri. Aku tidak bisa bercanda sekarang. Dunia ini… mungkin tidak akan memberiku kesempatan kedua."

----

Hari itu,pesta penobatan masih berlangsung. Musik lembut mengalun dari para pemusik istana, lantai dansa penuh oleh para bangsawan yang tertawa sambil mengangkat gelas anggur mereka—seakan dunia tidak pernah mengenal kelaparan ataupun perang.

Namun, di tengah semua kemewahan itu, Viktor hanya diam, duduk di singgasana yang belum terasa seperti miliknya. Senyumnya kaku. Sorot matanya tajam, menatap kosong ke arah para pejabat yang sedang membicarakan… hal-hal remeh.

"Aku bersumpah… mereka ini seperti anak-anak taman kanak-kanak," gumamnya dalam hati.

Alih-alih membahas ekonomi, keamanan, pertanian, atau hubungan diplomatik, yang dibicarakan adalah:

Pesta terakhir di vila musim panas.

Lukisan leluhur mereka yang "dianggap berbicara."

Siapa yang memakai jubah terbaru dari desainer Istana Timur.

Omong kosong.

"Mereka tidak peduli pada rakyat. Mereka hanya peduli pada status dan keangkuhan."

Viktor menyadari satu hal: ini bukan hanya sistem yang korup, tapi juga kerajaan yang tertidur dalam kemewahan palsu. Ia harus membuka mata mereka… tapi belum sekarang.

Setelah berpamitan dengan alasan kelelahan, Viktor meninggalkan ruangan pesta, matanya sedikit menyipit karena emosi yang ditahannya.

Dia memanggil Menteri Keuangan dan Petugas Pajak.

> “Aku ingin laporan lengkap tentang pengeluaran dan pemasukan kerajaan. Buat dua salinan. Kirimkan satu ke ruang kerjaku sebelum matahari terbit besok.”

Suara Viktor tenang, tapi tegas. Wajah menteri itu menegang, dan mereka langsung mengangguk tanpa banyak tanya.

Begitu sampai di kamarnya, ia menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur besar yang terlalu empuk. Semua hal hari ini membuatnya lelah. Terlalu banyak topeng yang harus ia pakai, terlalu banyak kebohongan yang harus ia simpan.

Dan saat ia terlelap… mimpi buruk menyambutnya.

Kabut.

Jeritan.

Cahaya pedang.

Lima sosok berdiri di hadapannya, samar, tak terlihat jelas… Tapi Viktor tahu, ini bukan mimpi biasa. Ini adalah ingatan… atau mungkin masa depan.

Lalu, rasa dingin.

Sebuah tusukan menembus dadanya dalam mimpi. Darah. Sakit.

> “Ini adalah akhir dari kejahatanmu, Viktor!” teriak seseorang dalam mimpi itu.

Viktor terbangun dengan teriakan tertahan. Nafasnya tersengal. Keringat membasahi bantal dan bajunya.

"Aku... dibunuh... oleh mereka? Apakah ini takdir yang tak bisa diubah?" pikirnya. Tapi ia menepis itu cepat. Ia bukan Viktor yang lama. Ia bukan monster terakhir yang ditakdirkan mati.

Ia bangkit dan berjalan ke ruang kerjanya. Di sana, salinan laporan keuangan sudah menantinya.

Begitu membuka lembaran pertama, matanya langsung mengerut.

Ada yang tidak beres.

Pendapatan lebih dari seribu platinum per tahun.

> “Tidak masuk akal,” gumamnya. “Mayoritas penduduk adalah petani. Tidak ada perusahaan besar. Pajak segini... mereka harusnya sudah mati kelaparan.”

Lalu, matanya menemukan sumber penghasilan terbesar:

> Usaha kerajaan: Perdagangan budak.

Dikelola oleh: Aliansi Bangsawan Barat.

Keuntungan bersih: 1.000 gold per bulan.

Diam.

Viktor menatap angka itu. Pikirannya kosong sesaat, lalu disusul dengan kemarahan yang perlahan naik.

"Perbudakan? Mereka menyuplai uang untuk kerajaan… dari tubuh dan penderitaan orang lain?"

Ia mengepal tangan. Perbudakan adalah batas yang tidak bisa ia toleransi. Tapi ia juga sadar, tindakan gegabah bisa menghancurkan segalanya. Para bangsawan dan militer pasti akan melawan jika penghasilan mereka direnggut tiba-tiba.

> “Jika aku membela budak, dan kemudian kehilangan tahta, mereka hanya akan menderita lebih lama…”

Ia butuh waktu.

Strategi.

Dan yang terpenting—sekutu.

Ia tidak bisa bergerak sendiri.

Menghembuskan napas panjang, Viktor membuat keputusan awal.

Untuk saat ini, ia akan bermain dengan wajah serius sang raja yang “diam tapi mengerti.” Namun di balik itu, ia akan menyusun kekuatan dari bawah. Ia harus melihat langsung dunia luar.

Lalu ia berdiri, berjalan ke cermin.

Mengganti pakaian. Menyembunyikan rambut biru dengan wig cokelat kusam. Menambahkan kumis palsu. Jubah petani biasa. Sepatu lusuh.

Sosok di cermin kini bukan Raja Viktor Dragon VI.

Melainkan seorang pria biasa. Mata biru itu masih sama—tapi kini tak ada satu pun yang akan mengenalinya.

Ia membuka pintu, dan memberi tahu pengawal:

“Kalau ada yang mencari, katakan aku sedang tidur siang. Jangan ganggu.”

Dan dengan itu, ia melangkah keluar, menyusuri lorong istana menuju jalan rahasia yang mengarah ke kota. Hari ini, ia akan melihat sendiri… seperti apa kerajaan yang sebenarnya.

Dan mungkin… menemukan alasan untuk menyelamatkan dunia ini.