.....Memulai kepercayaan Bab. 3

11 Juni 2014

23 : 40 Wib

Stadion GBK, Jakarta

.

.

.

Sudut pandang : Fiki

.

.

.

.

.

Jam hampir menunjukkan jam 12 malam, aku dan kiki berencana kabur di tengah malam, saat penjagaan mulai berkurang. Setelah kabur dari sini, kami akan segera menuju ke surabaya, ke laboratorium milik teman ku. Setelah aku melakukan uji coba antivirus, akan ku jadikan sampel darah ku sebagai salah satu bukti kuat. Mungkin bisa ku publikasikan lewat internet, tentang apa yang terjadi di sini. Sesimpel itu namun entah akan berjalan sempurna atau tidak.

.

.

.

Kami berdua telah berada di sisi timur stadion, di salah satu pintu keluar yang di jaga hanya 2 polisi. Sudah sekitar 30 menit kami berada di sini, mengamati 2 polisi tersebut. Ketika mereka terlihat mengantuk, aku alihkan perhatian mereka, dengan langsung melempar sesuatu ke arah tumpukan tong yang ada di dekat mereka.

.

.

.

.

.

"KELONTANGG.....!!!!"

.

.

.

"Heh... apa itu...?!!", ujar salah satu polisi.

"Coba kamu cek ke sana....!!", sahut teman nya.

"Kamu jaga di sini....", ujar salah satu polisi yang berjalan menuju asal suara yang ku buat.

.

.

.

.

.

Ini kesempatan nya. Dengan cepat, aku menghampiri polisi yang berjaga di pintu dari belakang, lalu memukul leher nya hingga pingsan. Kiki mengikuti dari belakang, dengan membawa tas berisi perlengkapan, juga serum itu. Setelah polisi itu pingsan, kuambil senjata nya dan langsung aku coba congkel gembok pintu tersebut. Setelah gembok rusak, aku pun langsung membuka pintu itu, untuk segera kabur.

.

.

.

.

.

"CEKLEEKKK...."

.

.

.

.

.

Sebuah senjata api, mengarah ke dahi ku, dengan posisi siap menembak. Ternyata, kami di jebak.

.

.

.

.

.

"PLOK... PLOK... PLOK..."

.

.

.

.

.

Seseorang bertepuk tangan, menuju ke arah kami. Seseorang yang berperan sangat penting di sini. Menteri pertahanan, bapak zeno.

.

.

.

.

.

"Bagus... mengesankan... Rencana yang sederhana, namun mengesankan untuk ukuran bocah... meski akhir nya, tindakan kalian berujung gagal...", ujar zeno.

"Harus nya, aku tau kalau semua ini jebakan... firasat ku benar, ada yang tidak beres... Kenapa hanya lokasi ini yang cuma di jaga 2 polisi amatir....", ujar ku.

"Dan apalagi yang di katakan oleh firasat mu...?? Bahwa kamu akan mati...?? Hahahahaha,... ya dan iya... tapi, kekasih mu yang cantik itu, bisa menjadi aset yang bagus.... jadi sayang bila harus meregang nyawa seperti mu nanti... Tenang, dia akan tetap hidup, dalam proses evolusi... Hahahahahahaha...", ujar zeno.

"Lepasin dia bangsat...!!!", teriak ku.

"Fiki....!!!!", sahut kiki yang tengah di tahan oleh tentara.

"Kamu mengambil sesuatu milik ku... maka aku akan mengambil sesuatu dari mu.... kamu pikir aku tidak tahu saat kamu dan teman gadis mu, menyusup ke tenda saat kami rapat....", ujar zeno.

.

.

.

.

.

Apa yang harus aku lakukan...? Apa aku berikan semua bukti itu, dan lari bersama kiki, mengabaikan semua. Atau...

aku benar-benar bingung saat ini. Aku tidak mau kehilangan kiki. Aku juga ingin semua ini berakhir.

.

.

.

Kiki mengisyaratkan sesuatu, melalui tatapan mata. Seolah berkata, 'fiki, pergilah, selamatkan semua orang, bawa bukti ini, dan tunjukkan kebenaran...', astaga semoga ada keajaiban.

.

.

.

.

.

"DOOORRRR.....!!!!! DOOOORRRR....!!!"

.

.

.

.

.

Dua tembakan melesat menembus kepala dan dada tentara yang tengah menahan kiki. Kiki pun segera berlari ke arah ku. Aku melihat dari arah lain, ternyata ayah dan ibu ku.

.

.

.

.

.

"Aku gak akan membiarkan tangan mu melukai anak ku, dan calon menantu ku....", ujar ayah.

"Kamu gak terluka kan...?? Kamu gimana..?? Nama mu rizki kan...", ujar ibu cemas.

"gak pa-pa kok maa....", sahut ku.

"Iya tante... Ga pa pa...", ujar kiki.

"Sebuah reuni keluarga... aku terharu melihat ini semua...", sahut zeno.

"Diam kau...!! Aku sudah muak dengan semua ini,.. kau seharus nya membusuk bersama para mayat di luar sana...!!", ujar ayah ku.

"Kau mengancam ku...?!! Hah..??!! KAU MENGANCAMKU..??!!!! HAHAHAHAHAHA....!!! Harus nya kau malu...!! Kau juga ikut bergabung dalam penelitian, kau juga penyebab semua mayat di luar sana...!!", ujar zeno.

.

.

.

.

.

Aku tidak mengerti, apa maksud pernyataan nya. Memang apa hubungan orang tua ku dengan semua ini. Bukan nya, orang tua ku, bekerja sebagai tenaga medis untuk menyelamatkan orang lain...? Bukan kah begitu..??

.

.

.

.

.

"Tunggu dulu... apa maksud nya...? Aku gak paham...", sahut ku.

"Hahaha,.. bocah ingusan ini benar-benar sangat polos... dia bahkan tidak tahu kalau orang tua kebanggaan nya, adalah pembantu teroris...!!!", ujar zeno.

"............", aku menatap kedua orang tua ku.

"Maaf nak... kamu memang berhak mendapat penjelasan...", ujar ibu ku.

"Kalian masih punya waktu untuk menjelaskan... jelaskan semua, sebelum kalian menemui ajal kalian...!!", ujar zeno

"Apa yang terjadi..? Apa maksud omongan orang ini..??", tanya ku.

"Ya....... dia benar fiki...", ujar ayah ku.

"Hah...?!!", ujar ku tidak percaya.

"Tapi kamu jangan berfikir bahwa kami adalah orang jahat.... kami melakukan ini, agar kamu terlindungi.... kami memang menyesal, tapi kami di paksa, atau nyawa kamu dan adik-adik kamu..... maaf....", ujar ibu ku sambil menangis.

"Harus nya mama yang minta maaf ke mereka... bukan aku...!!! Mereka mati karena ulah mama....", sahut ku.

"Fiki... kamu gak boleh begitu,.. tidak ada orang tua yang ingin kehilangan anak-anak nya.... mereka hanya tidak memiliki pilihan lain,.. kamu akan paham saat nanti berada di posisi mereka....", ujar kiki.

"Tante punya calon yang sangat baik... Anak tante juga baik... Kalian berdua, pasangan yang cocok.... Sayang nya tante gak bisa melihat kalian... Gak bisa menggendong cucu tante....", ujar ibu.

.

.

.

"DOOOOOORRRRRRR......!!!!!!"

.

.

.

.

.

Satu peluru, menembus dada ayah ku, di saat dia lengah.

.

.

.

.

.

"AAYYAAAAHHHHH.....!!", teriak ku dan ibu ku.

"Drama membosankan....!! Aku akhiri sampai di sini drama menyedihkan ini....", ujar zeno yang telah menembak ayah ku.

"Cepat fiki, pergi... biar ayah sama ibu yang halangi mereka..!!", ujar ibu ku.

"Tapi maa.....", ujar ku.

"Sudah.... jagalah dirimu baik-baik, memang kami lalai menjaga adik mu, tapi kami harus berhasil menyelamatkan mu... kiki, maaf kalau anak tante merepotkan kamu... tapi tante boleh minta tolong kan.... rawat dia baik-baik.... dan kamu fiki, lindungi dan jaga calon istri mu ini dengan baik....", ujar ibu ku.

"Insha Allah tante...", sahut kiki.

"Ini... bawa ini.... fiki, kamu tau apa yang harus kamu lakukan dengan ini... kami percaya pada mu... kami yakin kamu pasti bisa...", ujar ibu ku sembari memberikan sebuah koper putih yang cukup berat.

"Aaarrrgghhh cukup....!! mati kalian....!!!", teriak zeno sambil menodongkan senapan mesin ke arah kami.

.

.

.

"TAAAAAAARRRRRR.....!!!!"

.

.

.

.

.

Sebelum prajurit zeno menembak, ayah melemparkan granat jenis flashbang dan asap, untuk mengelabuhi para musuh, agar aku dan kiki bisa kabur.

.

.

.

"CEPAT PERGI...!!!", teriak ibu ku.

.

.

.

Itu kata-kata terakhir yang ku dengar, sebelum kami pergi, saat ibu dan ayah menghilang dalam kabut asap. Hati ku hening bersama hilang nya sosok kedua orang tua ku di dalam kabut itu.

.

.

.

2 jam berlalu, aku telah meninggalkan stadion itu cukup jauh. Kiki tertidur di dalam mobil, yang telah di siapkan oleh ibu di luar stadion untuk aku gunakan menuju surabaya. Ya, ibu memang menyuruh ku pergi ke surabaya kembali.

.

.

.

Beberapa menit setelah kami sedikit meninggalkan stadion, kami berhenti sejenak. Untuk menenangkan pikiran kami. Sembari melihat isi koper yang di berikan oleh ibu ku.

.

.

.

.

.

"Fiki.... kamu gak pa-pa?", ujar kiki membuka obrolan di tengah keheningan.

"Aku gak nyangka, dengan apa yang baru aja terjadi... aku gak bisa memikir apapun saat ini...", ujar ku lirih.

".........", kiki memandang ku.

"Ada apa ...?", tanya ku saat menandang nya balik.

"Enggak.... Kamu ganteng juga kalo lagi bingung..", ujar kiki.

"Jadi kamu lebih suka aku bingung terus gitu...?", sahut ku.

"Hehehehe, ya engga lah... kamu sekarang merasa sedih atau bingung...?", ujar kiki.

"Entah lah... mungkin dua dua nya... aku kehilangan mereka di saat yang sama, dan aku tak bisa menolong mereka... sekarang aku bingung harus melakukan apa...", ujar ku.

"........", kiki menggenggam tangan ku.

"Aku sudah bilang... apapun yang kamu lakukan, aku selalu di pihak mu.... kesedihan mu ini, jangan jadikan alasan untuk menurunkan semangat mu... yang terpenting sekarang, kita hanya bisa maju ke depan.. kita sudah terlanjur sejauh ini,.. gak mungkin kita berhenti atau mundur... Kita lewati semua ini sekarang, bersama-sama", ujar kiki.

"..........", aku masih terdiam.

"Lanjutkan semua rencana mu... setidak nya kita punya sedikit harapan dari rencana mu itu... walaupun saat ini tidak ada yang bisa di harapkan...", tambah kiki.

"Sejujur nya.... aku diam dari tadi karena perut ku sakit kiki, belum makan dari siang....", ujar ku.

"Iiissshhhh..... kamu ini.... Ngapain aja sih sampe ga makan... Ayo cari minimarket dulu, cari makan...", sahut kiki.

"Hehe maaf.... Aku bercanda... Ya kamu bener, aku harus lanjutkan perlawanan mereka... Orang tua berkorban demi kebenaran... kita tetap pada rencana awal...", ujar ku.

"Ngomong-ngomong, apa isi koper itu...?", tanya kiki.

"Coba kita buka...", ujar ku sembari membuka koper pemberian ibu.

.

.

.

.

.

Setelah terbuka, berisi beberapa dokumen, sebuah surat, sebuah botol berisi cairan berwarna merah dan alat suntik, dua senjata api jenis handgun beserta amunisi nya, dan peta yang telah di beri tanda. Aku langsung tertuju pada surat yang di tulis tangan tersebut.

.

.

.

Surat itu berisi, "Fiki... jika kamu membaca ini, berarti kami memang telah menyerahkan semua nya kepada mu,.. dan, mungkin saat ini kami sedang dalam kondisi nyawa kami tercancam oleh zeno... di dalam koper ini berisi beberapa dokumen bukti percobaan ilegal yang di lakukan oleh kementerian pertahanan,.. sebuah serum penguat kekebalan tubuh yang telah kami sempurnakan, semua detail nya ada di dalam dokumen tersebut,.. ada sebuah nomor di akhir surat ini, kamu harus hubungi, dia tau apa yang harus dia lakukan.... nak, kita semua gak ingin ini semua terjadi.. yang terpenting, kami berdua selalu sayang kamu dan adik mu.......", tertanda ayah dan ibu.

.

.

.

Di akhir surat, tercantum sebuah nomor, dengan nama Toni. Siapa dia? Teman kah? Dan serum ini, terdapat detail tentang nya. Aku belum ingin membaca nya. Yang jelas, aku harus menuju ke surabaya terlebih dahulu, mencoba mencari jawaban di sana.

.

.

.

Beberapa jam terlewati, kami telah memasuki jawa tengah. Semua tempat sunyi, hanya terlihat beberapa zombi. Kami menghindari kerumunan sebisa mungkin, agar tidak terjebak. Aku dan kiki masih berharap pada satu hal, apakah yang kulakukan ini akan berhasil?

.

.

.

.

.

.

.

"Pak.... mereka kabur, dengan membawa serum, hasil penelitian kedua orang ini....", jawab seorang anak buah zeno.

"Sialan,.. dasar bocah sialan... serum itu adalah hasil akhir dari B-Syndrome yang di sempurnakan...!! mereka tidak akan lolos... aku pastikan mereka tidak akan bisa lolos....!! harapan ku, ada padanya.... hanya dia yang bisa...", ujar zeno sambil memandang sebuah foto seseorang di layar komputer.

"Lalu... bagaimana dengan kedua orang ini...??", ujar anak buah zeno sembari menunjukkan kedua tubuh orang tua fiki.

"Ahh... Mereka berdua sedang sekarat.... masukkan ke dalam program Apocalypse,.. aku ingin mereka di buat sesempurna mungkin... Kita harus segera menguji coba serum yang terbaru... Projek apocalypse harus segera terlaksana...", ujar zeno

"Siap... laksanakan..!!", sahut anak buah zeno.

"Kau pikir, semudah itu lolos dari ku...? Negara ini, terlalu kecil untuk mu bisa bersembunyi, bocah..... Reuni keluarga mu akan segera terlaksana....", gumam zeno.