Bab 7

Sabrina mengamati dari jauh saat Lady Arabella dan Pangeran Lucas melanjutkan interaksi mereka. Arabella tampak berusaha keras untuk menarik perhatian Pangeran, dengan senyuman manis dan gerakan yang anggun. Ia berputar-putar di sekitar Pangeran, seolah-olah ingin menunjukkan betapa menawannya dirinya di hadapan semua orang.

Pangeran Lucas, di sisi lain, terlihat bingung. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia terjebak antara dua pilihan. mengikuti pesona Arabella atau tetap setia pada perasaannya yang lebih dalam.

Sabrina merasakan ketegangan di udara, dan hatinya berdebar saat melihat Pangeran Lucas berusaha untuk tetap tenang di tengah situasi yang semakin rumit

"Dia tampaknya tidak tahu harus berbuat apa," pikir Sabrina, merasa sedikit kasihan pada Pangeran.

"Tapi aku tidak bisa terlibat. Ini bukan urusanku."

Sabrina berusaha untuk tidak terpengaruh oleh ketegangan yang ada. Ia tahu bahwa terjebak dalam drama ini hanya akan membawa masalah. "Lebih baik aku menjaga jarak," batinnya, bertekad untuk tidak membiarkan perasaannya mengganggu fokusnya.

Lady Arabella, menyadari bahwa Pangeran Lucas tampak ragu, memutuskan untuk mengambil langkah lebih jauh. "Pangeran, mari kita tunjukkan kepada semua orang betapa menyenangkannya kita berdua. Saya yakin kita bisa membuat malam ini menjadi tak terlupakan," ujarnya, suaranya menggoda.

" Pangeran terimalah sihir pesonaku ini ha..ha..ha aku harus bisa jadi permaisurinya"Rencana jahatnya untuk menarik perhatian Pangeran Lucas semakin menguat, dan ia bertekad untuk tidak membiarkan siapa pun, termasuk Sabrina, menghalanginya.

Sabrina merasakan ketegangan meningkat. "Dia benar-benar berusaha keras untuk menarik perhatian Pangeran," pikirnya, merasa cemas. "Tapi aku tidak ingin terjebak dalam persaingan ini."

Pangeran Lucas tersenyum, tetapi ada keraguan di matanya. "Saya... saya tidak tahu, Arabella. Saya rasa kita seharusnya tidak terlalu terburu-buru," jawabnya, suaranya menunjukkan ketidakpastian.

Sabrina merasa sedikit lega mendengar Pangeran Lucas tidak sepenuhnya terpengaruh oleh pesona Arabella. "Mungkin dia masih mempertimbangkan perasaannya," pikirnya, berusaha untuk tetap optimis.

Sabrina memutuskan untuk mengambil langkah mundur dan mengamati dari jauh. Ia tidak ingin terjebak dalam persaingan yang bisa berujung pada bencana.

Sabrina berdiri di sudut ruangan, menatap Arabella dan Pangeran Lucas yang mulai menari. "Aku harus tetap waspada," pikirnya, merasakan ketegangan di udara.

Saat malam semakin larut, Sabrina tahu bahwa ia harus tetap fokus pada apa yang penting. "Aku akan melindungi diriku dan harta ayahku," pikirnya, bertekad untuk menjaga jarak dari intrik yang berbahaya.

.

.

Pagi hari pun tiba dengan sinar matahari yang hangat menyinari istana. Sabrina terbangun dengan perasaan campur aduk setelah malam yang penuh ketegangan. Ia masih memikirkan interaksi antara Pangeran Lucas dan Lady Arabella, serta keputusan untuk menjaga jarak dari persaingan yang semakin memanas.

ia merasa sedikit lebih tenang. Hari ini, ia tahu, adalah hari yang spesial. Ayahnya, yang baru saja kembali dari perjalanan ke kerajaan tetangga, akan pulang.

Sabrina bergegas menyiapkan diri, merapikan rambutnya dan mengenakan gaun sederhana yang membuatnya merasa nyaman.

"Aku tidak sabar untuk melihat Ayah," pikirnya, merasakan semangat yang mengalir dalam dirinya.

Saat Sabrina memasuki ruang tamu, ia mendengar suara tawa yang hangat. Ia melihat ayahnya, Lord Alexander berdiri di dekat jendela, berbincang dengan beberapa pelayan. Ketika ayahnya berbalik, Sabrina tertegun sejenak.

Lord Alexander tampak sangat tampan dengan rambut hitam legam yang tergerai rapi dan mata biru yang bersinar. Ia mengenakan pakaian formal yang menunjukkan statusnya sebagai bangsawan, tetapi juga memberikan kesan yang ramah dan hangat. Senyumnya yang lebar membuat Sabrina merasa seolah-olah dunia di sekelilingnya menjadi lebih cerah.

Selamat pagi, putriku!" sapa Lord Alexander, suaranya penuh kehangatan. "Aku baru saja kembali dari kerajaan tetangga. Aku merindukanmu."

Sabrina merasa hatinya bergetar mendengar suara ayahnya. "Selamat pagi, Ayah! Aku juga merindukanmu, sungguh tampannya ayahku ini " jawabnya, berlari menghampiri dan memeluknya erat.