pahlawan? dunia lain dan neraka, ini adalah pembalikan realita

Ruangan itu sepi. Hanya diterangi cahaya oranye redup dari sebuah lentera gantung di langit-langit batu. Bau besi, debu, dan darah lama menggantung di udara. Di tengah ruangan, seorang pria duduk terikat pada kursi logam berat. Rantai besar membelenggu pergelangan tangannya, dan tubuhnya tampak lusuh, kotor—seperti seseorang yang telah lama meninggalkan tempatnya di dunia ini.

Di hadapannya, duduk seorang kesatria wanita berzirah perak-biru. Matanya tajam, suaranya dingin.

"...Knight Field, saya adalah komandan dari salah satu divisi Kerajaan Almashira," katanya tegas, menahan gejolak emosinya. "Aku diutus untuk menyelidiki kejahatanmu."

Namun pria itu hanya menatap tanpa minat, seolah mendengarkan omongan kosong di tengah angin.

"Tidak ada gunanya sihir intimidasi padaku," jawabnya datar. Senyumnya muncul sekilas, samar. "Itu tidak akan bekerja."

Kesatria itu menghempaskan setumpuk dokumen ke atas meja. Kertas-kertas itu menyebar, beberapa berguling hingga menyentuh kaki pria itu.

"Lupakan basa-basi," desisnya. "Kejahatan yang kau lakukan... menghancurkan Loch Town, membunuh seluruh warga desa. Mengancam Raja sendiri. Atas nama Kerajaan Almashira, kau akan—"

Tawa pria itu memotongnya.

Tawa keras. Tak sopan. Mencekam.

"Apa yang kau anggap lucu!?" bentaknya.

"Si botak itu," kata pria itu sambil tertawa, "katanya kami dipanggil ke sini sebagai pahlawan. Tapi begitu aku tak punya kekuatan, aku jadi penjahat. Lucu, kan?"

Kesatria itu menatap tajam, mulai kehilangan kendali.

"Kau... kau meledakkan sebuah kota! Membakar ratusan jiwa hidup-hidup! Termasuk anak-anak!"

Pria itu mendongak. Matanya biru pudar, tak memantulkan cahaya lentera sedikit pun.

"Apa kau pernah tinggal di neraka?" katanya tenang. "Apa kau pernah melihat keluargamu dikuliti oleh monster, hanya karena mereka lemah? Apa kau pernah dipaksa menjadi sesuatu yang bukan dirimu, demi ambisi seseorang yang kau kira ‘raja’?"

Suara rantai berdenting. Tanpa peringatan, kunci pengikatnya terlepas. Rantai meluncur ke lantai dengan dentuman pelan.

Kesatria itu berdiri reflek, tapi tubuhnya langsung terasa dingin. Sesuatu yang halus dan tipis telah membelit kedua tangannya.

"...Apa ini?" gumamnya.

Pria itu bersandar, lalu meletakkan kedua tangannya di meja—bebas. Matanya kini menatap sang kesatria, bukan lagi kosong, tapi penuh... sesuatu.

"Kalau kau benar-benar ingin tahu... kebenarannya, aku akan beritahu segalanya. Lalu, terserah padamu. Mau percaya, atau mati bodoh seperti yang lainnya."

Kesatria itu tak bisa berkata apa-apa. Cahaya lentera memantul samar di mata sang pria, dan di irisnya... terlihat bayangan dunia yang telah terbakar

***

Setelah perang panjang yang merenggut jutaan nyawa, dunia akhirnya mencapai kedamaian. Negara-negara yang dulu saling menumpahkan darah bersumpah untuk tidak berperang lagi. Perjanjian damai ditandatangani, dan harapan pun tumbuh di antara reruntuhan.

Namun, kedamaian itu hanya sementara.

Tak lama setelah perang berakhir, dunia dilanda tragedi baru, bencana distorsi. Ledakan misterius yang melahap kota demi kota, menciptakan zona mati tak berujung. Orang-orang kaya dan pejabat negara melarikan diri ke langit, membangun tempat tinggal di atas kapal raksasa bernama Ikaros, sementara sisanya berjuang bertahan di bumi yang telah hancur.

Keluargaku termasuk yang memilih bertahan. Dengan kemajuan teknologi, manusia membangun kubah perlindungan Iglo Shild yang mampu menahan efek distorsi dan mempertahankan peradaban yang tersisa. Di sanalah aku hidup, bersama sahabatku Kalina Anastasya. Ia hanya menganggapku teman... tapi bagiku, dia adalah cinta pertama yang tak pernah padam.

Kami menjalani kehidupan seadanya, di tengah dunia yang terus sekarat, hingga hari itu tiba.

Pusat kendali kubah-iglo shild

"Komunikasi gagal. Sumber daya utama terputus. Daya topang kubah menurun drastis!" seru seorang petugas dari ruang utama, wajahnya pucat.

Seorang wanita bertubuh besar dari tim pemantauan berlari tergesa-gesa memasuki ruangan komando. Nafasnya memburu.

“Pak! Tim kami mendeteksi anomali dari ledakan distorsi terakhir… dan telah dikonfirmasi, akan terjadi ledakan besar dalam beberapa menit ke depan!”

"apa kenapa di saat seperti ini! aktifkan generator dan generator cadangan, untuk saat ini kita harus berusaha agar kubah bisa tetap melindungi seluruh warga"

" pak itu tidak ada gunanya!!!" ucap navi cewek gemuk tersebut dengan berteriak, matanya mulai berkaca

"apa yang kamu katakan!, apa kamu akan membiarkan seluruh warga mati karna ledakan tersebut!!?"

"tidak, bu-bukan seperti itu maksud saya, Tapi meskipun semua generator dinyalakan, meskipun semua lapisan perisai diaktifkan… kita tak bisa menahan ledakan ini. Bahkan Ikaros bisa terkena imbasnya..."

Ruangan itu menjadi hening, semua terdiam dan menunduk, itu karena mereka percaya dengan apa yang navi katakan

"ledakan tersebut akan terjadi dalam hitungan menit menurut perhitungan kami ledakan itu akan terjadi di tempat ini, bahkan dampaknya dapat di rasakan di tempat lain"

Daya cadangan menyala

Abas hanya dapat menelan ludah dengan keringat dingin di tubuhnya, tangannya bergetar satu-satunya yang bisa ia lakukan... adalah berbohong.

Ia meraih mikrofon penyiaran, berpikir hanya ini hal terakhir yang bis di lakukan...

"Selamat siang, warga semua. Hari ini... cuaca terlihat cerah, bukan? Entah sudah berapa lama kita tidak melihat langit sebiru ini.”

“Aku tahu kita semua telah melalui banyak hal. Kehilangan, perjuangan, rasa takut, dan harapan yang terus kita jaga bersama.”

“Mungkin aku bukan pemimpin terbaik. Tapi satu hal yang aku pelajari dari kalian semua... adalah bagaimana tetap bertahan, bahkan ketika tak ada lagi yang bisa diandalkan.”

“Hari ini... jangan pikirkan angka atau berita buruk. Hari ini, temuilah orang yang kalian cintai. Peluk mereka. Ucapkan hal-hal yang sudah lama ingin kalian katakan. Karena setiap detik kita bersama... adalah keajaiban.”

Semua orang menahan air mata mereka, tapi mereka tidak sanggup

“Dan jika hari ini menjadi hari terakhir kita, maka mari kita pastikan itu menjadi hari terbaik yang pernah kita miliki'

Hari itu hari yang biasa saja tapi juga penuh kebahagiaan dan air mata

Setelah menyampaikan pengumuman terakhir, suasana di ruang utama hening. Hanya suara alat monitor dan napas yang berat memenuhi ruangan.

navi, dengan tangan masih gemetar, mendekati Abas yang berdiri menatap kubah dari balik kaca tebal.

“Pak... maaf saya tanya, tapi... kenapa Anda percaya saya? Di antara semua orang, kenapa saya yang Anda dengarkan?”

Abas tidak langsung menjawab. Ia menarik napas dalam, lalu menatap Irena dengan mata yang penuh keyakinan.

“Karena selama aku memimpin tempat ini, kamu satu-satunya orang yang tidak pernah memanipulasi data untuk terlihat pintar.”

“Kamu selalu bicara apa adanya, meski itu bisa buat kamu dimarahi.”

“Di saat semua orang berlomba cari aman, kamu tetap ada di posisimu, bekerja lebih lama dari siapa pun, mengulang perhitunganmu berkali-kali tanpa pernah mengeluh.”

“Kalau aku harus memilih satu suara untuk kupercaya saat dunia mau runtuh... itu suara kamu.”

“Bukan karena kamu paling kuat. Tapi karena kamu paling bisa diandalkan.”

navi tak sanggup berkata apa pun. Matanya mulai berkaca-kaca, bukan karena takut, tapi karena untuk pertama kalinya, ada yang melihatnya… benar-benar melihat siapa dirinya

Di kota pusat, para warga mulai berkumpul. Mereka menyampaikan isi hati mereka. Tertawa. Menangis. Berpegangan tangan. Seolah tahu... bahwa ini adalah akhir.

Dan kemudian... bumi bergetar.

Gelombang suara dari bawah tanah menghantam seperti badai. Semua menjadi gelap. Hening.

Lalu... cahaya terang membakar pandangan. Tubuh-tubuh terhempas. Udara membeku. Waktu berhenti.

Dan di tengah semua itu, satu suara terdengar halus, elektronik, tak berasal dari dunia ini:

“Halo para penjelajah. Aku adalah Artemis System. Partner kalian.”

namun bersamaan dengan itu juga terdengar suara seseorang wanita menyambut dengan penuh kebahagiaan

"selamat tuan pahlawan di dunia kami, dan tolong selamatkan dunia ini" kata kata templat layaknya kisah dunia fantasi terdengar

namun seolah dalam mimpi, tulisan-tulisan holografik muncul di udara, menari di balik kabut sisa ledakan.

Pria itu—Abas—membuka matanya perlahan. Tapi tempat ini... bukan bumi. Bukan stasiun Iglo. Ia berada di dunia lain.

Dan ia bukan satu-satunya.

Setengah populasi umat manusia yang tersisa telah dibawa ke dunia asing.

Dan dalam hati mereka semua, hanya satu pertanyaan yang muncul:

“Pahlawan...?”