Pemakaman Nuncio Veronese, Boston
(Zahara, 18 tahun; Massimo, 35 tahun)
[ZAHARA]
Hanya kamu, Nera.
Kalimat Massimo terus terngiang di kepalaku saat aku berjalan tergesa-gesa menyusuri jalan tanah menuju tempat parkir. Penglihatanku begitu kabur oleh air mata hingga aku hampir tidak bisa melihat ke mana kaki melangkah. Aku mengangkat lengan dan menyeka basah di pipi dengan lengan bajuku.
Dasar brengsek.
"Zara! Tunggu!" saudariku memanggil dari belakang.
Aku mempercepat langkah. Saat ini, aku benar-benar tidak dalam kondisi untuk bicara dengannya. Satu-satunya hal yang ingin kulakukan adalah bersembunyi di sudut gelap dan menangis dengan tenang.
Ketika dia mendekati Nera dan aku tadi, jantungku berdetak begitu cepat sampai aku takut akan terkena serangan jantung. Selama ini, dalam pikiranku, Massimo selalu terasa seperti sosok yang tidak nyata. Tak tersentuh. Tak terjangkau. Melihatnya berdiri di sana, di depan mataku, sebagai manusia biasa berdarah dan daging, hampir membuatku pingsan. Dan bodohnya, hatiku sempat bernyanyi gembira.
Sampai dia menghancurkannya hanya dengan satu kalimat.
Hanya kamu, Nera.
Aku sama sekali tidak tahu apa yang ingin dibicarakannya dengan saudariku. Mungkin dia ingin mengklaim properti keluargaku. Itu cocok dengan cara-cara liciknya.
Aku benar-benar tidak peduli.
Dia sudah mengambil satu-satunya hal yang penting bagiku. Hatiku.
Dan dia menghancurkannya.