Bab 188 - Kedatangan yang Tahan Peluru dan Rasa Cemoohan Dokter

"Tembak aku," kataku dengan dingin, cahaya emas dari Keterampilan Tubuh Suci-ku masih berkilauan di sekelilingku. "Tepat di dada."

Mata pembajak itu membelalak, tapi jarinya menekan pelatuk tanpa ragu. Tembakan terdengar menggelegar seperti guntur di ruang sempit ruang kargo.

Peluru itu menghantamku tepat di dada. Tidak ada rasa sakit, hanya sensasi tekanan yang aneh saat proyektil itu bersentuhan dengan penghalang energi yang mengelilingi kulitku. Peluru itu terhenti di dadaku dan jatuh tanpa bahaya ke lantai dengan bunyi lembut klotak, meninggalkan tidak lebih dari tanda putih kecil pada bajuku di tempat itu menghantam.

"Tidak mungkin," bisik pembajak yang lebih kecil, wajahnya kehilangan warna.

Pasangannya tidak percaya. Dia menembak lagi—dua kali, tiga kali—setiap peluru mengalami nasib yang sama seperti yang pertama. Tubuhku bahkan tidak bergeming dari dampak itu.