(第二章 - 肉の棘)
Suara napas. Suara kursi bergeser. Suara denyut nadi yang entah datang dari mana.
Itu saja yang terdengar setelah Fujimoto-sensei jatuh di lantai kayu kelas 3-A, lantai tiga Hōnkan (本館), bangunan utama SMA Shinmeikan Kōkō (神明館高校).
Tak seorang pun bergerak.
Toyonobu berdiri terakhir.
“A-apa maksudnya ini!?”
“Dia cuma... jatuh, kan? Sensei cuma jatuh, iya ‘kan!?”
“Kenapa gak ada sinyal!? Coba telepon polisi!”
Kepanikan menjalar cepat, lebih cepat dari angin musim gugur yang biasa bertiup di atas bukit Tooryouzan (燈領山), tempat sekolah ini berdiri.
Seorang murid menangis. Dua lainnya saling dorong. Ada yang memukul jendela dengan kursi—tapi kaca jendela tidak retak sedikit pun.
Seolah sekolah ini... bukan lagi bagian dari dunia Mizukagami (水鏡市).
Toyonobu juga mencoba. Dentuman kursi logam menghantam jendela. Tapi efeknya nihil. Yang terasa justru... tubuhnya seolah menolak, seperti melawan hukum dunia yang tak lagi sama.
“INI GILA!!”
Dan seketika—semua berubah liar.
Suara teriakan saling bersahutan.
“Ini salah kamu! Kamu anak kelas 3-B, ‘kan? Kalian yang mulai ini!”
“Sembarangan ngomong lo! Lo pikir gue seneng kejebak di tempat setan ini?!”
Yano mencoba melerai, tapi malah didorong ke dinding. Salah satu murid perempuan terpeleset, kepalanya membentur sisi meja kayu tua dari Era Taishō yang memang masih dipakai Shinmeikan. Darah mengalir dari pelipisnya. Aroma besi... mulai memenuhi udara.
“Turun. Kita harus TURUN. Ke kantor guru. Pasti ada jalan keluar di sana!”
Satu per satu murid mulai keluar kelas. Langkah-langkah panik memenuhi lorong lantai tiga Hōnkan, yang kini redup, lampu neon berkedip pelan seperti sedang sekarat.
Tangga timur—yang mengarah ke lantai dua dan koridor menuju aula pusat Shinmeikan, menjadi tujuan semua orang.
Lalu mereka berhenti.
Dan dunia mendadak lebih sunyi daripada kematian.
Di sana, di ujung tangga...
mereka melihatnya.
Duri.
Seperti akar yang tumbuh dari neraka.
Ratusan duri hitam pekat menjulur dari dasar tangga, melilit sampai ke pilar-pilar dinding. Tapi yang membuat semua membeku bukan tajamnya...
melainkan daging yang membungkusnya.
Lapisan jaringan merah, lembab, berdenyut. Seolah makhluk hidup. Dan dari celah-celahnya, darah menetes ke lantai kayu berdebu Shinmeikan, membentuk pola tak beraturan.
> “Itu... hidup.”
“Ini... bukan tangga biasa...”
Ada yang muntah.
Yang lain menjerit.
Dan saat batu dilemparkan ke duri itu... makhluk itu berdetak. Satu denyutan. Seperti jantung.
Toyonobu memandangi duri itu tanpa suara.
Pintu menuju kebebasan telah tumbuh taring.
“Putaran kedua...”
Kata-kata yang keluar dari speaker tua tadi kembali bergaung dalam pikirannya.
Ini bukan bencana alam.
Ini bukan mimpi buruk.
Ini adalah ritual.
Dan sekolah ini—Shinmeikan, sekolah di atas tanah terkutuk Mizukagami—telah memilih siapa yang tinggal… dan siapa yang akan menjadi bagian dari daging.