Di dunia yang terlahir dari kekosongan, dua pilar penciptaan muncul: cahaya dan kegelapan. Mereka menjadi fondasi awal dari segalanya. Namun, keduanya tak bisa berdampingan selamanya.
Suatu ketika, dunia menjadi gelap. Segalanya… menjadi gelap, seolah tak ada cahaya yang mampu menerangi masa depan.
Saat itu, para pahlawan sedang melawan kegelapan itu sendiri. Pahlawan yang baik berjuang untuk melindungi dunia dan menjaga perdamaian.
Namun, setiap pahlawan… memiliki sisi cahaya dan sisi kegelapan. Mereka dikenal sebagai Defender dan Destroyer. Sejak saat itu, perang antar pahlawan dimulai—perang yang menggelapkan dunia, tanpa harapan, tanpa cahaya.
Mereka terus bertarung. Dalam kondisi apa pun. Seperti perang tanpa akhir yang tak akan pernah bisa dihentikan.
Satu per satu tewas. Ada yang bersedih, marah, gelisah, menderita, dan ketakutan dalam perang tanpa akhir ini. Dunia seperti disiksa oleh peperangan yang tak pernah usai. Dua pahlawan—yang baik dan yang jahat—terus bertarung.
Konsep kedamaian pun lenyap. Atau mungkin… telah dihapus oleh sosok yang lebih tinggi. Dia disebut… The Absolute.
The Absolute tidak hanya mengendalikan perang ini. Dia mengendalikan dunia… dan cabang-cabang realita lain. Dia adalah pencipta papan permainan ini. Dia adalah Raja Dewa.
Ada tujuh Absolute yang mengatur dunia ini. Masing-masing memiliki kepribadian yang berbeda.
Bentuk mereka abstrak, tak bisa dipahami makhluk fana. Hanya orang-orang terpilih yang mampu melihat wujud mereka.
Absolute dapat mengatur takdir dan kematian seseorang dengan mudah. Seperti memperbaiki mainan… atau menghancurkannya. Tak ada makhluk yang abadi, tak ada yang bisa kabur dari The Absolute.
Dia... lebih cepat dari siapa pun. Bahkan, kata 'cepat' itu sendiri tidak mampu menyamai kecepatan Absolute.
---
Namun, suatu ketika... Muncullah seorang pahlawan pemberani. Ia menembus seluruh penjuru kegelapan. Ia meraih cahaya yang bersinar di depannya.
Dialah Chrome. Sang pahlawan tiada tanding. Bahkan, kegelapan itu sendiri... menolak untuk melawannya.
Dia menjadi penyelamat dunia. Ia memberantas hampir seluruh Destroyer dengan kekuatannya. Menghancurkan para penghancur yang berniat melenyapkan dunia—bahkan realita itu sendiri.
Para Destroyer hanya mengenal kegelapan.
"Aku tidak akan membiarkan satupun kegelapan mengganggu cahaya!!!" Teriak Chrome, menantang seluruh penjuru kegelapan untuk melindungi perdamaian dunia.
Setelah Chrome menumbangkan banyak Destroyer, dunia itu sendiri berbicara.
"Aku, sebagai Dunia... akan melahirkan planet bernama Bumi. Di sanalah Defender akan tinggal."
"Dan aku akan melahirkan planet bernama Pride. Di sanalah Destroyer akan hidup. Mereka adalah pahlawan kehancuran—penjahat utama di dunia ini."
Dengan kehendak dunia, dua planet, dua galaksi, dua realita lahir seperti yang telah dikatakan. Dunia memiliki kehendak mutlak untuk menciptakan apa pun—tanpa batas, tanpa risiko.
Chrome yang mengetahui hal itu, segera memerintahkan bawahan dan rekannya untuk kembali ke Bumi. Mereka harus menyusun rencana… untuk mengalahkan para Destroyer.
Di sisi lain, Raja Destroyer—nama aslinya masih belum diketahui—juga memerintahkan anak buah dan rekannya untuk pergi ke Pride. Mereka pun mulai menyusun rencana untuk menghancurkan Defender.
---
Di Bumi, segalanya terasa sempurna. Chrome, sang pahlawan cahaya, menjadi legenda.
Semua orang mengidolakannya. Semua orang ingin menjadi seperti dia. Chrome bahkan membangun sebuah marga—PTB, Pahlawan Terbaik. Ia tinggal di rumah yang sangat luas, dikelilingi 78 rumah mewah dengan banyak pelayan.
Namun… umur Chrome tidak lama lagi. Ia mulai mencari keturunan yang bisa mewarisi cahayanya.
Tahun demi tahun berlalu. Namun, tak ada tanda-tanda lahirnya penerus Chrome.
"Waktu hidupku sudah singkat, dan aku belum juga menemukan keturunanku… Bagaimana caranya mendapatkan penerus di sisa umurku yang sebentar ini?"
Itulah kegelisahan Chrome… hingga akhirnya ajal menjemputnya.
Dengan senyum sedih, kata-kata terakhirnya terucap: "Aku yakin… suatu hari nanti akan ada seseorang yang menggantikanku. Bahkan, melebihiku. Dia adalah cahaya yang lebih terang dariku..."
Dan dia pun menghembuskan napas terakhir. Para bawahannya terdiam. Jemari mereka gemetar. Air mata jatuh, membasahi tanah tempat sang pahlawan beristirahat untuk selamanya.
"Semoga engkau, sang pahlawan terang… bisa beristirahat dengan tenang di sini."
Chrome, sang pahlawan cahaya yang menumpas kegelapan… akhirnya tertutup oleh usia yang memaksanya untuk berhenti.
---
Namun… kisah ini belum berakhir.
Beberapa ribu tahun kemudian. Teknologi semakin berkembang. Ribuan sekolah pahlawan dibangun. Pendidikan pahlawan menjadi prioritas dunia.
Diperlukan tujuh orang untuk menjadi penerus tujuh leluhur pahlawan terang—demi menyelamatkan dunia dari ancaman baru.
Di kota para pahlawan, pelindung kuat diciptakan. Pertahanan yang sangat sulit ditembus oleh Destroyer.
Di sisi lain, di planet Pride, Destroyer hidup di kota yang kelam dan menakutkan. Bagi penduduk Pride, tempat itu adalah rumah. Meski tampak seperti kota mati—pohon rusak, udara kelabu, rumah bergaya mansion tua—mereka menganggapnya indah.
Satu aturan keras mengikat mereka: Destroyer yang membela Defender akan disiksa… bahkan tujuh keturunannya akan ikut dihancurkan. Begitu pula sebaliknya.
---
Suatu hari, Raja Destroyer memerintahkan bawahannya untuk menyerang kota Defender.
"Kai, Rei, Dra. Pergi dan kalahkan Defender sebelum mereka memperoleh kekuatan yang dapat menghancurkanku!!!"
"Siap, Tuan!"
Tiga orang itu menjawab serempak. Mereka gemetar dalam aura sang Raja.
Mereka bertiga—Kai si Penghancur Langit, Rei si Penebas Cepat, dan Dra si Raja Gelombang Darah—dikenal sebagai Tiga Penghancur. Kabarnya, mereka pernah membantai ribuan Defender dalam satu peperangan besar.
Dengan senjata yang telah disiapkan dan skill yang mematikan, mereka bergegas menuju portal.
Sambil berjalan, mereka sempat berbincang.
"Asik juga, bisa basmi serangga kali ini," kata Kai dengan senyum puas, terobsesi dengan pembunuhan.
"Tapi kenapa Tuan memanggil kita bertiga sekaligus? Bukannya cukup pakai bawahan yang lebih lemah?" tanya Rei, sedikit heran.
"Mungkin karena pahlawan sekarang lebih kuat dari sebelumnya. Jadi Tuan mengirim kita buat basmi serangga yang lebih tangguh," jawab Dra dengan nada sombong. "Yang penting, kalau misi ini berhasil, pangkat kita bakal naik dan nama kita makin dikenal."
Portal semakin dekat. Cahaya menyilaukan mata mereka.
"Sudahi dulu obrolannya. Waktunya membunuh para serangga," ucap Kai penuh semangat.
Portal itu menelan mereka, membawa mereka ke pemandangan indah—rumput hijau yang luas, kehidupan yang damai.
Namun, tidak lama lagi.
Lonceng darurat bergema di seluruh kota. Lima pahlawan tingkat menengah hingga tinggi segera berkumpul di gerbang kota:
1. Hideo "Spearwind" – pengendali tombak dan angin.
2. Mari "Blazewitch" – penyihir api cepat.
3. Kenji "Steelguard" – pengguna perisai tebal.
4. Yuna "Heaven’s Light" – penyembuh utama.
5. Toshi "Shadowflash" – assassin cepat.
"Mereka bertiga setara ancaman beberapa pulau. Mereka bisa menghancurkan pulau hanya dengan satu telapak tangan," ucap Hideo dengan suara gemetar.
"Sekuat apapun mereka, kita harus tetap melindungi dunia sampai akhir hayat!" seru Kenji dengan berani.
"HOOOOO!!" Semua pahlawan bersorak penuh semangat.
Pertempuran dimulai. Hideo maju lebih dulu dengan jurus "Storm Spiral"—putaran tombaknya memunculkan angin dahsyat yang mengoyak pepohonan.
"Whooooshhhh!"
Namun, Tiga Penghancur tetap diam. Bagi mereka, itu hanya angin sepoi-sepoi.
"Kalian pikir dengan ini kami bisa terhempas?!" seru Rei, menepis serangan dengan satu ayunan tangan.
"Bagaimana mungkin mereka bertahan?" gumam Mari terkejut.
Dra mulai beraksi dengan jurus "Blood Vortex Dance"—berputar cepat, menciptakan gelombang darah yang melukai para pahlawan.
Yuna segera menggunakan "Divine Heal" untuk menyembuhkan luka-luka mereka.
Namun, Kai menangkap Yuna dalam sekejap. Rei menyandera Mari dan Toshi.
"Lepaskan mereka!" teriak Kenji sambil mengangkat perisainya.
"Jika kalian tidak menghalangi jalan kami, kami tidak akan membunuh kawan kalian," ujar Kai dengan senyum licik.
Kenji dan Hideo saling berpandangan, mencoba memikirkan strategi.
"Kalau kita biarkan mereka lewat, kota akan hancur. Tapi kalau kita serang, teman-teman kita bisa mati," bisik Hideo.
"Situasi sulit... kita tidak bisa meminta bala bantuan tepat waktu," jawab Kenji.
Beberapa menit berlalu.
"Kalian terlalu lama! Apa kalian mau cari mati?!" bentak Kai, kesal.
"Tunggu sebentar!" seru Kenji dengan putus asa.
"Aku bukan teman kalian. Aku tidak suka menunggu!" Kai melangkah maju.
Tiba-tiba, suara Raja Destroyer terdengar melalui alat komunikasi mereka.
"Hey, kalian bertiga, malam sudah tiba. Apakah kalian lupa ritual penguatan di altar?"
"T-Tapi... penjahat selalu menyerang di malam hari..." jawab Kai dengan gugup.
"Aku tidak peduli alasan kalian! Aku perintahkan kalian untuk kembali dan menyerap kekuatan kegelapan sekarang!"
"B-Baik, Tuan..." Kai gemetar, dalam hati kesal karena tidak sempat bermain lebih lama.
"Sampai jumpa, wahai pahlawan pecundang. Menyelamatkan dunia hanyalah mimpi jika kami datang menghancurkannya."
Ketiganya menghilang dalam portal gelap.
"Kita... selamat?" tanya Hideo dengan napas terengah-engah.
Ponsel Kenji berdering.
"Halo? Ada apa, Pak?"
"Malam ini... berbeda. Dan kalian akan dihukum," ujar suara dari asosiasi pahlawan.
"Kenapa?!!"
"Karena kalian gagal mengalahkan tiga Destroyer elite. Namun, hukuman kalian dikurangi karena berhasil menyelamatkan teman-teman kalian."
Telepon terputus.
"Yah, kita dihukum," gumam Kenji.
"Tak apa... setidaknya teman-teman kita masih hidup. Ayo, kita bawa mereka kembali ke asosiasi sebelum fajar."
Mereka mengangkat rekan-rekan mereka yang terluka, melangkah perlahan meninggalkan medan perang, menuju ke kota yang masih dalam ketegangan.
Perang belum selesai. Ini baru permulaan.