## Sudut Pandang Hazel
Pengungkapan pengakuan mabukku masih membakar di dadaku saat aku duduk di mejaku keesokan paginya, menatap kosong layar komputerku. Kata-kata Sebastian terus terulang dalam pikiranku: "Kamu sedang berduka atas hubungan yang kamu pikir kamu miliki, bukan hubungan yang sebenarnya kamu jalani."
Teleponku bergetar. Nama Sebastian muncul di layar. Panggilan ketiga pagi ini.
Aku menarik napas dalam-dalam dan menjawab. "Halo?"
"Selamat pagi." Suaranya hangat, percaya diri. "Aku sudah memikirkan tentang mobilmu."
"Mobilku?" Aku mengerutkan dahi. "Kenapa dengan mobilku?"
"Mobilmu tidak cukup aman," jawabnya dengan lugas. "Aku sudah menemukan pilihan yang lebih baik untukmu. Peringkat keamanan lebih tinggi, struktur bodi yang diperkuat."
Aku hampir tertawa. "Sebastian, mobilku baik-baik saja."
"Itu seperti jebakan maut beroda," bantahnya. "Mobil baru akan dikirimkan besok."
"Kamu tidak bisa begitu saja membelikanku mobil!"