Bab. 2 Bangkit Di Lima Tahun

Pagi tiba di panti asuhan Bunga Teratai. Cahaya matahari menembus celah-celah atap jerami. wajah-wajah polos anak-anak terlihat masih terlelap.

Namun di antara mereka, Wang Wei sudah terjaga sepenuhnya.

Matanya kecilnya menunjukkan keterkejutan dengan apa yang ada di depan matanya, Dia berbaring di kasur jerami yang sederhana, menatap langit-langit yang dipenuhi sarang laba-laba dan tata letak perabotan yang terlihat familiar baginya.

“Apa yang terjadi?” pertanyaan ini terus berputar di pikirannya, dia benar benar dibuat kebingungan dengan apa yang ada di depannya.

Ingatan terakhirnya masih menggambarkan dengan jelas dunia berada dalam ambang kehancuran, dia masih berlutut di atas pecahan bintang dan menghadapi makhluk primordial dengan sisa sisa kekuatan yang dia miliki.

Pedang Es Abadi! Wang Wei ingat di saat saat terakhirnya pedang es abadi di telan dalam kehampaan dan apa yang dia lakukan menjadi sia sia, rasa sakit yang merobek tubuhnya, kehampaan yang dingin yang ia rasakan, semua itu jelas, kematiannya adalah kepastian.

Tapi ini... Apa yang ada di depannya bukan kehampaan. Ini juga bukan neraka. Melainkan kasur jerami yang kasar, sensasi yang dia rasakan benar benar nyata.

Wang Wei mencoba menggerakkan tangannya, melihatnya. Telapak tangannya kecil, dengan jari-jari pendek dan gemuk.

Ketika ia mencoba menggerakkan tangannya, dia merasa tidak ada kekuatan sedikitpun dari tubuhnya, kulitnya masih mulus tanpa bekas pertempuran.

Dia menyentuh wajahnya. Pipi yang kenyal seperti mantau, hidung kecil dan fitur wajah yang sempurna, Dia mencoba berbicara, dan yang keluar hanyalah lengkingan samar, seperti suara anak kucing.

Tiba tiba sebuah perasaan horor merambat ke tubuhnya.

“Ini... ini tubuh seorang anak kecil. Sekitar lima tahun” Pikir Wang Wei, sebelumnya dia hanya menerka tapi dia yakin dugaannya tepat.

Tapi bagaimana bisa? Bukankah alam semesta telah diubah menjadi ketiadaan, bagaimana mungkin dia masih hidup dan bahkan berubah menjadi anak kecil?

Pikirannya bergerak cepat mencoba mencari jawaban tapi sekeras apapun dia berpikiran dia tidak menemukan apapun yang bisa menjelaskan semua ini.

Apakah ini yang disebut sebagai reinkarnasi? Tapi ini terasa sedikit aneh, karena apa yang dia lihat terasa begitu familiar seolah dia pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.

"Wang Wei, sudah bangun Nak?" Suara lembut menyapanya dari pintu, seorang wanita paruh baya dengan wajah keriput dan pandangan yang cerah, dia berjalan mendekat dan duduk di samping ranjang Wang Wei sambil meletakkan tangan di dahinya.

"Syukurlah. Kau demam tinggi kemarin, tapi sekarang sepertinya panasnya sudah turun." Ujarnya.

Demam? Wang Wei hampir tertawa mendengar hal itu, dia baru saja bertarung melawan Makhluk Primordial! Demam? Sebagai seorang yang mencapai keabadian dia memiliki umur yang menyamai langit dan penyakit semacam ini adalah hinaan baginya, Rasanya seperti lelucon paling kejam yang pernah ditakdirkan untuknya.

Wanita paruh baya itu membantunya duduk, merapikan pakaian lusuh yang ia kenakan sementara pandangan Wang Wei tertuju pada wanita di depannya, wajah wanita itu terasa begitu familiar, tapi dalam ribuan tahun yang tak terhitung jumlahnya dia telah bertemu banyak orang jadi ingatannya terasa samar, meski demikian perasaan yang dia rasakan ketika wanita paruh baya itu merapikan pakaiannya tidak mungkin salah, sudah berapa lama sejak ada seseorang yang membantunya berpakaian? Berabad-abad, mungkin.

*****

Di ruang makan, kerumunan anak kecil duduk dengan berisik mengisi ruangan. Suara tawa dan celotehan polos, disertai aroma bubur labu hangat yang menyebar di udara.

Wang Wei duduk di bangku kecil dan bergabung dengan anak-anak lain. Matanya memindai sekeliling dengan penasaran, segalanya tampak begitu nyata untuk disebut sebagai sebuah mimpi, begitu damai, terlalu damai untuk dunia yang baru saja ia saksikan runtuh.

"Wang Wei, kau melamun?" seorang anak laki-laki di sebelahnya bertanya sambil memasukkan sesendok bubur labu ke mulutnya, Yu Fang, dengan pipi gembul dan mata berbinar dia memasukkan sendok demi sendok bubur labu ke dalam mulutnya "Buburnya enak, loh!"

Melihat Yu Fang makan dengan lahap Wang Wei menelan ludahnya, dia mengambil sesendok besar dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Seketika rasa manis alami dari bubur labu meledak dalam mulutnya, hanya dengan sesendok bubur labu Wang Wei tidak bisa menghentikan tangannya "Ya, enak" jawabnya sambil memasukkan setiap suapan ke dalam mulutnya.

Hari demi hari berlalu, Wang Wei berpura-pura menjadi anak yang pendiam, mengamati, dan mencoba memahami apa yang terjadi.

Dia menyadari dirinya berada di Panti Asuhan Bunga Teratai, sebuah tempat sederhana yang dikelola oleh beberapa sukarelawan berhati baik.

Ia tidak memiliki ingatan tentang orang tuanya, atau bagaimana ia sampai di sana. Itu semakin memperdalam kebingungannya.

“Apakah ini ilusi? Apakah Makhluk itu berhasil menjebak jiwaku di dalam semacam mimpi buatan?” Pikiran itu muncul sesekali di benaknya.

Tapi melihat semuanya meskipun ini mimpi buatan sekalipun dia tidak akan percaya. Semua terlalu nyata. Rasa sakit kecil di kakinya saat ia tersandung, rasa manis alami bubur labu yang meledak di dalam mulutnya, bahkan gigitan nyamuk terasa begitu nyata.

Wang Wei sering menyelinap keluar dan duduk di bawah pohon beringin raksasa yang tumbuh di belakang panti asuhan.

Dia duduk sambil menatap kalung obsidian hitam yang menggantung di lehernya, kalung itu terasa dingin, permukaannya halus dan tanpa cacat. Tidak ada keanehan dan tidak ada energi spiritual yang ia rasakan, Kalung itu benar benar tampak seperti perhiasan biasa, sederhana, bahkan sedikit kusam dimakan usia.

"Apakah kau yang membawaku kembali," bisiknya pelan, kata-kata itu terdengar aneh keluar dari bibir kecilnya. "Tapi kenapa? Bagaimana bisa?" Dia memutar kalung itu di jemarinya.

Selama hidupnya Wang Wei telah melihat banyak artefak. Dia tahu tentang tujuh Pusaka Penciptaan, yang usianya melampaui alam semesta itu sendiri.

Tapi kalung ini? Peninggalan ibunya? Tidak pernah sekalipun ia berpikir kalung ini memiliki kekuatan yang begitu dahsyat, mampu menariknya dari ambang kehancuran mutlak dan memberinya kehidupan baru.

Dalam ingatan yang dia miliki ibunya hanya manusia biasa, dia sendiri yang membuat kalung Obsidian ini dengan batu obsidian yang dia temukan di gunung.

Hal yang membuat Wang Wei berpikir bahwa kemungkinan kalung ini yang membawanya kembali mungkin karena cerita yang sering dibawakan ibunya di masa lalu sebelum ingatannya kabur.

Dia ingat dengan samar ibunya pernah bercerita tentang reinkarnasi dan waktu, di dunia ini banyak hal yang tidak terduga terjadi dan waktu adalah satu hal yang sangat sulit untuk dijelaskan.

Waktu bukanlah garis lurus yang tak terputus melainkan benang rajutan yang merangkai segala jenis peristiwa yang terjadi di alam semesta, pola rajutan ini terkadang memiliki simpul unik yang memungkinkan fenomena tidak terduga bagi sebuah kehidupan, itu yang dikenal sebagai takdir.

Tapi Wang Wei segera menepis pikirannya, bagaimanapun kalung ini dibuat oleh ibunya yang merupakan manusia biasa, dia juga tidak pernah menemukan konsep waktu dan takdir seperti apa yang dikatakan ibunya.

Mungkin apa yang dikatakan ibunya hanya sebuah pikiran liar dari makhluk fana tentang waktu dan bagaimana para penggarap keabadian bisa memiliki umur yang melampaui manusia biasa.

Dia menyimpan kembali kalung Obsidian Hitam ibunya dan menatap jauh ke cakrawala, di sana di balik tembok panti asuhan sebuah dunia yang luas penuh peluang dan bahaya menunggunya.