Langit kelabu menggantung muram di atas Serenia Ridge. Angin dingin menyusup di antara rerumputan dan puing-puing batu, mengiringi sunyi yang tak pernah benar-benar pergi. Di ujung tebing berbatu, seorang elf berdiri tanpa suara—jubah putihnya berkibar lembut, rambut peraknya melambai pelan tertiup angin, dan matanya menatap jauh ke lembah yang dulu menjadi saksi segalanya.
Di tangannya tergenggam sebuah pedang panjang, gagangnya penuh goresan waktu. Ia memeluknya seperti menggenggam sisa-sisa masa lalu.
“Sudah tujuh tahun... sejak semuanya berakhir di sini,” bisiknya nyaris tak terdengar.
Namanya Lyelvia. Seorang elf penyihir, dan satu-satunya yang masih hidup dari kelompok yang dulu menantang Raja Iblis. Tempat ini... adalah makam diam bagi sahabat, saudara, dan cinta yang tak sempat tumbuh penuh.
Ia melangkah perlahan ke altar batu yang setengah runtuh di tengah reruntuhan. Di sana, tertancap salib kayu lapuk tanpa nama. Hanya satu ikat bunga kering terikat di pangkalnya.
Ia berlutut, memejamkan mata.
“Aku akan memulai perjalanan ini sekali lagi,” ucapnya lembut. “Tapi kali ini... tak ada lagi yang bisa kau lindungi. Hanya aku, dan kenanganmu yang masih tersisa.”
Kabut di sekitar mulai berputar. Suhu menurun. Tanah bergemuruh pelan.
“...Kutukan,” bisiknya, membuka mata.
Dari balik kabut, muncul sosok-sosok gelap—makhluk bayangan bermata kosong, tubuh mereka seperti bara arang yang terbelah. Suara mereka bukanlah suara... melainkan bisikan pilu yang menusuk jiwa.
“Shade... ciptaan kebencian Raja Iblis.”
Lyelvia berdiri perlahan, wajahnya tetap tenang. Ia menancapkan pedang ke tanah.
Angin berhenti. Sunyi menggema.
Dengan satu gerakan tangan, cahaya lembut memancar dari ujung jubahnya. Bunga-bunga liar mekar di jejak langkahnya, berpendar dalam cahaya biru pucat.
Satu Shade menerjang—namun begitu mendekat, tubuhnya terhenti di udara, lalu hancur menjadi kelopak hitam yang berjatuhan.
“Kembalilah ke kegelapan yang melahirkanmu... Aku tak punya waktu untuk kebencianmu.”
Pertarungan berlangsung tanpa suara. Tak ada jeritan. Tak ada darah. Hanya bunga-bunga gugur, dan kabut yang akhirnya kembali tenang.
Lyelvia mencabut pedangnya, menatap salib kayu untuk terakhir kalinya.
“Tunggulah sedikit lagi... Aku akan menyusulmu, setelah semuanya berakhir.”
Lalu ia berbalik, melangkah turun dari Serenia Ridge. Perjalanan sunyinya baru saja dimulai.