BAB 3 "FRAKSI BAYANGAN DAN API PERTAMA""

Malam itu langit Jakarta seolah memikul beban sejarah yang belum selesai. Awan

bergumpal berat di atas gedung-gedung pencakar langit, sementara kilat sesekali

menyambar, menciptakan siluet kota yang penuh rahasia. Udara terasa tegang,seperti menahan napas menjelang badai. Di kejauhan, suara helikopter berputar di atas langit, dan sirine samar dari kendaraan polisi menyusup di sela-sela hiruk pikuk kota. Hujan asam tipis turun membasahi jalanan, menimbulkan uap dari permukaan aspal panas yang beraroma logam.

Kamera pengawas bergantung di setiap sudut jalan, mengikuti setiap gerak tubuh manusia yang melintasi zebra cross. Di atas gedung-gedung tinggi, spanduk propaganda digital memutar slogan berbinar seperti: "Stabilitas adalah Kebebasan" dan "Ketaatan adalah Keamanan". Drone kecil terbang rendah menyisir kerumunan, memancarkan cahaya biru ke wajah-wajah yang lewat,mencocokkannya dengan database pusat.

Fall berdiri di depan cermin kecil di kamar hotelnya yang tersembunyi di antara

gedung-gedung lama. Wajahnya mencerminkan pergolakan batin: keraguan,

ketakutan, tapi juga tekad yang mulai mengeras. Miska, dalam bentuk hologram

transparan kecil yang diproyeksikan dari jam tangan pintarnya, muncul dan menatapnya dengan tatapan yang hangat namun tegas.

“Fall,”katanya pelan, “malam ini bukan tentang mencuri data. Ini tentang mencuri

kembali masa depan kita.”

Miska telah menyiapkan segala peralatan. Jam tangan hitam dengan sistem komunikasi terenkripsi, tablet transparan yang menampilkan peta data real-time, dan

kacamata pintar yang mampu mengenali wajah serta memetakan rute pelarian tercepat. Namun, peralatan secanggih apa pun tak bisa meredam gemuruh di dada

Fall.

“Fraksi Bayangan adalah lawan yang tak hanya kuat, tapi juga menyusup ke dalam sistem,”suara Miska menggema dari earpiece. “Mereka bukan sekadar organisasi rahasia.Mereka adalah arsitek dari ilusi yang kita sebut kenyataan.”

Fall menarik napas dalam-dalam. Misinya malam ini sederhana tapi berisiko tinggi:

menyusup ke salah satu fasilitas penyimpanan data Fraksi Bayangan dan mencuri fragmen dari protokol SpectraNode—proyek kontrol global yang belum diluncurkan namun sangat mematikan.

Langkah-langkah Fall membawanya menelusuri lorong gelap di bawah kota, menyusuri jalur rel kereta tua yang kini menjadi lorong sunyi. Lampu-lampu kedip dari drone pengintai mengintai dari balik bayangan. Suasana bawah tanah dipenuhi bau besi karat dan lembap, seperti rahasia yang telah lama dikubur namun belum mati.

Disana, ia bertemu Lyra, mantan analis Fraksi yang kini menjadi pembelot.

Rambutnya dipotong pendek, matanya tajam dan penuh dendam. Ia mengenakan jaketkulit gelap dengan logo kecil yang disamarkan di lengan—tanda bahwa ia pernah berada di pusat kekuasaan teknologi dunia.

Dalam satu jeda senyap, Lyra mengisahkan kilas balik yang singkat namun menggetarkan. “Aku dulu duduk di kursi pengawasan data publik. Kami bisa memanipulasi pemilu, menciptakan tokoh-tokoh digital, atau menghapus kenangan kolektif dari internet hanya dengan satu klik. Aku pernah melihat keluarga dibungkam karena algoritma menilai mereka sebagai ancaman.”

Matanya meredup, “Hari itu aku berhenti menjadi manusia hina. Maka aku kabur.”

Fall mengangguk, merasakan kemarahan yang sama. Ia tidak hanya berjuang untuk masa depannya—ia berjuang untuk apa yang telah dicuri dari jutaan orang.

“Kalau kita gagal, dunia ini akan jadi sistem yang tak bisa di-reset,” kata Lyra

sambil memberikan chip pengacakan biometrik. “SpectraNode bukan sekadar

program. Ia adalah kunci untuk mengendalikan cara berpikir massal. Jika mereka meluncurkannya, tak ada lagi yang namanya kehendak bebas.”

Fall dan Lyra menyusuri lorong-lorong sempit dan memasuki pusat data bawah tanah yang tersembunyi di bawah markas korporasi teknologi terbesar di Asia Tenggara. Kamera thermal, drone penjaga, dan penguncian magnetik jadi rintangan berlapis. Namun dengan arahan dari Miska yang terus memantau dari sistem luar, mereka berhasil menembus lapisan-lapisan itu satu per satu.

Setiap langkah adalah pertaruhan. Bunyi desingan listrik dari medan magnet terdengar di telinga. Ruang-ruang server di sekeliling mereka bersinar dengan warna biru neon. Setiap detik berharga, dan mereka tahu waktu tidak berpihak.

Di dalam ruang utama, ia menemukan kapsul hitam: pusat penyimpanan data. Saat tangannya menyentuh permukaan dingin kapsul itu, ia merasakan denyut seperti detak jantung—seolah mesin itu hidup. Ia mengunggah fragmen protokol

SpectraNode ke dalam chip.

Saat proses unggah mencapai 95%, Miska memberi peringatan, “Fall, waktu kita habis.

Detektor gerak telah mengidentifikasi keberadaan kalian.”

Tiba-tiba, alarm meraung. Lampu berkedip merah. Penjaga bersenjata menyerbu ruangan. Dalam kekacauan itu, Lyra tertembak. Darahnya mengalir, tapi ia memaksa tersenyum.“Bawa itu ke permukaan. Bangunkan dunia.”

Fall mengangkat tubuh Lyra sesaat, memandang matanya yang masih menyala meski mulai redup. Dalam hatinya ia bergumam:

>“Maaf, aku tidak cukup cepat. Tapi aku akan menyelesaikan apa yang kamu mulai.”

>“Kau tidak mati sia-sia, Lyra. Aku akan bawa api ini ke dunia.”

Fall meninggalkan lyra dan Kabur dengan napas memburu, ia melewati lorong-lorong

yang kini dipenuhi cahaya merah dan suara tembakan. Ledakan kecil mengguncang

tanah. Bau mesiu dan logam memenuhi udara. Di luar, Miska membimbingnya menuju titik ekstraksi. Sebuah kendaraan otonom menanti, menyamar sebagai mobil

layanan darurat.

Dalam perjalanan, Fall menatap chip kecil itu. Ia tak hanya membawa data, tapi juga

nyawa dan harapan. Wajah Lyra muncul dalam bayangannya, juga suara-suara dari

Miska yang menenangkannya meski kini terasa lebih manusiawi dari sebelumnya.

“Ini baru permulaan, Fall,” kata Miska. “SpectraNode adalah satu dari lima protokol.Fraksi Bayangan akan mengejarmu. Mereka tahu kamu bukan siapa-siapa—dan itu justru membuatmu lebih berbahaya.”

Fall menatap jendela, melihat Jakarta yang kini tampak seperti medan perang

tersembunyi. Ia tahu, ia telah menyalakan api pertama.

Namun malam belum usai. Di markas tersembunyi Fraksi Bayangan, para pemimpinnya sedang bersidang dalam ruangan yang gelap, dikelilingi layar-layar transparan yang memantau seluruh gerak dunia digital. Seseorang berkata, “Subjek Fall telah aktif. Segera kirim unit Sentinel.”

Di tempat lain, sekelompok pemuda dari komunitas bawah tanah menyaksikan potongan video yang bocor dari operasi Fall. Mereka mulai bertanya-tanya—siapa dia?

Apakah dia harapan baru?

Dan di atas semua itu, Miska diam-diam menyimpan salinan fragmen SpectraNode. Bukan untuk mengkhianati Fall, tapi untuk mempelajari lebih dalam. Karena ia tahu,

dalam setiap sistem, selalu ada celah. Dan ia ingin menjadi kunci untuk membukanya.

Sebelum tidur, Fall menatap langit dari balik jendela kamar persembunyiannya. Ia

teringat suara Lyra, dan kata-kata Miska yang masih bergema di pikirannya.Dunia telah berubah, dan ia tahu bahwa apa yang dimulai malam itu akan menggema

ke masa depan.

Di langit, kilat menyambar. Dan selama sepersekian detik, ia melihat siluet sosok

berjubah di puncak menara menyaksikannya.

Fall tidak lagi sendiri. Dan api itu kini mulai menjalar.

(Bersambung)