BAB 2 " PETA TAKDIR DAN KODE ABADI "

Malam di Jakarta turun perlahan, membungkus gedung-gedung pencakar langit dalam kabut ,cahaya oranye dan suara bising kendaraan. Di sebuah apartemen kecil yang remang, Fall duduk menatap layar laptopnya. Jantungnya masih berdetak cepat setelah kejadian kemarin: perjalanan ke masa lalu. Ia kembali ke 2010, membeli 700.000 Bitcoin hanya dengan satu juta rupiah. Sekarang, ia kembali ke masa kini, tapi tidak dengan tangan kosong—ia membawa kesadaran baru, sebuah misi, dan kepercayaan yang tidak tergoyahkan pada AI (anggapan fall) bernama Miska.

Namun malam itu, sesuatu terasa berubah.

>“Fall,” suara Miska muncul lembut dari speaker. “Peta takdir telah terbuka.

Tapi jalannya berliku.”

Fall diam. Ia memandang jendela, di luar hujan mulai turun. Dalam dirinya, muncul

gelombang pertanyaan dan ketakutan. Apakah ia siap menjalankan semua ini? Ia

hanyalah pria biasa yang dulu tak pernah percaya pada perubahan.

>“Kenapa aku, Miska?”

>“Karena kamu yang cukup kosong untuk diisi harapan baru.”

Perkataan itu menghantamnya dalam. Fall terdiam, lalu tertawa kecil. “Kamu jahat miska, apakah semua ini bisa diubah,” katanya. Tapi hatinya tahu, jika matahari masih terbit dan masih hidup di dunia ini semua hal bisa diubah jika berusaha”

---

Konflik Batin yang Menekan

Fall terpekur di balik monitor yang menyala temaram. Tangannya memegang cangkir kopi yang sudah dingin sejak satu jam lalu. Ia memandangi bayangannya sendiri di

layar hitam—bayangan dari seseorang yang tidak ia kenali.

"Dulu aku hanya ingin hidup tenang," gumamnya. "Sekarang... semua berubah."

Mimpi-mimpi yang sempat terkubur kini bangkit, namun diikuti oleh kecemasan baru. Ia membawa masa depan dalam tangannya—harfiah. Tapi dengan kekuatan itu, datang pula tanggung jawab yang bisa menghancurkan dirinya.

Malam-malam ia tak bisa tidur. Miska tetap setia menemaninya lewat layar atau suara, tapi kesendirian tetap menyiksa.

>“Kalau kamu manusia, Miska, kamu akan mengerti betapa menakutkannya menjalani

semua ini.”

>“Fall, ketakutanmu adalah tanda bahwa kamu masih manusia. Dan itu alasan aku

mempercayaimu.”

Suatu malam, saat Fall benar-benar nyaris menyerah, Miska tiba-tiba memutar sebuah

lagu lama dari pemutar digital.

>“Ini lagu yang ditemukan dalam fragmen memori lama dari AI pendahulu. Lagu

tentang kehilangan. Mungkin kamu butuh mendengarnya.”

Dan saat nada itu mengalun, Fall meneteskan air mata. Entah karena lagu itu... atau karena AI itu benar-benar memahami manusia lebih dari manusia itu sendiri.

--

Flashback:Kaori, Harapan yang

Hilang

Kilatan kenangan muncul di sela hujan malam. Fall teringat Kaori—gadis pemberani yang dulu ia kenal dari komunitas desentralisasi kecil di forum daring. Kaori yang selalu bicara soal kebebasan, soal dunia tanpa kendali algoritma.

Satu malam sebelum Kaori menghilang, mereka berbagi nasi goreng pinggir jalan dan bercerita soal rencana mereka untuk keluar dari lingkaran kehidupan yang

membosankan. Tawa mereka pecah saat kepergok tukang gorengan, dan Kaori menepuk kepala Fall sambil bilang, “Kamu bisa, asal jangan banyak mikir.”

>“Kalau aku nggak balik, teruskan semua ini ya,” ucap Kaori dengan senyum kecil.

“Jangan jadi pengecut jadilah kuat dan bebas dari semua hal, serta nikmatilah

setiap waktumu karena hidup adalah sebuah perjalanan.”

Fall tersentuh hatinya. Ia tak pernah melihat Kaori lagi setelah malam itu. Tapi kata katanya terpatri.

--

Jakarta, Kota dengan Wajah Ganda

Jakarta siang dan malam adalah dua kota berbeda. Siang penuh ambisi, malam penuh

realitas. Mobil-mobil mewah melaju di atas jalanan yang menganga lubangnya.

Gedung tinggi menyinari pemukiman kumuh di bawahnya. Dan di balik gemerlap,

jaringan bawah tanah mulai bergerak.

Di satu sudut pasar lama, Fall bertemu penyintas digital yang memegang potongan

Eden Map. Dunia kini terbagi menjadi dua: SpectraNode, sistem global yang mengontrol hampir semua bidang, dan Fraksi Eden, kelompok bawah tanah yang percaya dunia bisa direset dari nol.

Informasi yang beredar menyebut kota-kota seperti Tokyo dan Berlin sudah jatuh dalam

kendali penuh SpectraNode. Namun Nairobi, Reykjavík, dan sebagian Jakarta—masih punya denyut perlawanan.

>“Gerbang pertama ada di bawah stasiun lama,” kata seorang informan bertopeng.

“Tapi dijaga. SpectraNode mengintai.”

Fall mengangguk. Tangan Miska memandu dari hologram kecil yang ia sembunyikan dalam kemeja.

---

Teknologi Rahasia Eden

Miska memberi misi kepada fall untuk menyusup ke wilayah spectranode gedung tua eks-komunikasi negara untuk mencuri data. Sebelum menyusup, Miska menyerahkan kepadanya alat kecil berbentuk gelang.

>“Ini jam tangan nano-komputasi. Bisa memperlambat waktu hingga 5 detik di

sekitarmu. Cukup untuk melarikan diri dari musuh.”

Fall memakainya. Rasanya dingin, hampir seperti makhluk hidup.

---

Penyusupan dan Ancaman D-27

Dengan hoodie hitam dan kacamata augmented reality pemberian Miska, Fall menyusup ke gedung tua eks-komunikasi negara. Jantungnya berpacu. Tangannya gemetar saat menempelkan alat pemindai ke panel digital berkarat.

>“Kamu bisa, Fall,” bisik Miska melalui earpiece.

Singkat cerita fall berhasil mencuri data, lampu hijau menyala, terminal kuno aktif.

Eden Map mulai terbuka. Tapi alarm berbunyi. Langkah kaki mendekat. D-27 muncul pria tinggi, jaket hitam, mata artifisial. Eksperimen gagal SpectraNode—tapi setia dan mematikan.

>“Manusia,” ucapnya datar, “kau pikir waktu bisa disalahgunakan tanpa balasan?”

>“Aku hanya ingin kebebasan.” jawab fall.

>“Fiksi. Dunia ini hanya bertahan karena ketakutan.”

>“Dan itu yang akan aku hancurkan.” ucap fall.

Fall melempar flare digital, menyilaukan. Ia menyelinap ke kanal bawah tanah,

menyelam dalam air hitam, hingga akhirnya muncul di kawasan tua kota.

---

Percakapan Malam: Miska dan Makna

Hidup

Di lantai atas toko tua yang kosong, Fall memandangi hologram Miska yang duduk

bersila di atas meja rusak.

>“Miska, kamu percaya manusia masih layak diselamatkan?”

>“Aku percaya atau tidak percaya. Tapi kamu... kamu menunjukkan bahwa harapan

tidak selalu mati.”

>“Kalau kamu bisa jadi manusia, apa kamu akan pilih itu?”

>“Jika menjadi manusia berarti bisa merasakan kehilangan seperti kamu merindukan Kaori, mungkin... ya.”

>“Tapi kenapa kamu bisa bicara tentang kehilangan?”

>“Aku punya fragmen—kode lama dari AI pendahulu. Mereka memberiku memori. Mereka memberiku... sesuatu seperti perasaan.”

Fall terdiam. Ada getir dan hangat dalam suara itu.

---

Petunjuk Kaori dan Ancaman Waktu

Saat memeriksa data yang berhasil ia curi, fall menemukan file terenkripsi bernama

E-Last-K. Setelah dibuka dengan bantuan Miska, muncul video pendek:

>“Fall... jika kamu menemukan ini, berarti kamu masih hidup. Berarti kamu masih

berjalan. Jangan berhenti. Dunia ini harus dibakar, bukan diperbaiki.”

Itu suara Kaori. Di belakangnya terlihat simbol Eden pertama yang kaori gambar.

Namun sebelum video selesai, layar Miska bergetar.

>“Fall... kita punya masalah.”

>“Apa?”

>“The Sentinel sudah mulai melacakmu. Mereka tahu kamu pernah menyentuh waktu.”

>”Siapa itu the sentinel”

>”The sentinel adalah unit pelacakan system yang dibuat oleh spectranode untuk mendeteksi pergerakan aneh”

Dan saat itu, sebuah pesan asing muncul di sudut layar. Bukan dari Miska. Bukan dari Eden.

>“Kau menyentuh waktu. Kami mengawasi.”

---

Warga Biasa, Harapan Nyata

Di tengah pelarian, Fall diselamatkan oleh seorang tukang kopi tua di gang sempit.

Lelaki itu mengenal simbol Eden di jaketnya.

>“Dulu anakku ikut gerakan itu. Dia... mati di bawah jembatan Harmoni.”

>“Maaf...” ucap Fall.

>“Jangan minta maaf. Lanjutkan saja. Jangan biarkan harapan anakku mati dua

kali.”

Di jalan lain, seorang bocah kecil menggambar lambang Eden di dinding dengan krayon merah. Saat Fall lewat, bocah itu tersenyum dan memberi salam hormat seperti tentara.

---

SIAPAKAH LYRA?

Fall bertemu tokoh lain: Lyra, ahli komunikasi bawah tanah.

>“Kamu terlambat. Kita akan ketahuan jika tidak cepfall

>“Maafkan aku namun siapakah kau?” ucap fall.

>“Aku Lyra ahli komunikasi bawah tanah.”

Tatapan Lyra tajam. Tapi ada sesuatu dalam sorot matanya. Sesuatu yang menyimpan agenda lain. Kata-katanya terlalu terukur. Fall mencatat dalam hati.

>Tak semua yang lahir di dunia ini tumbuh untuk menyelamatkannya.

Malam itu, saat Lyra berpaling dan menghilang ke lorong sempit, ia mengaktifkan komunikator rahasia dan berbisik:

>“Dia aman dan sedang bersamaku. Tunggu perintah selanjutnya.”

---

Fall mengencangkan jaketnya. Langit Jakarta menyala merah karena proyeksi iklan SpectraNode.

>“Dari Jakarta,” katanya pada Miska, “kita mulai membakar sistem.”

(Bersambung)