Bruk!
Seorang guru yang sedang mengajar matematika wajib di kelas X IPA 5 melemparkan sebuah spidol ke arah seorang murid yang sedang tertidur dengan menenggelamkan wajahnya di atas meja yang ia alaskan dengan lengannya. Tepat sasaran. Spidol yang dilempar Fahri tepat mengenai kepala bagian belakang murid yang sedang tertidur sehingga menghasilkan bunyi.
“Headshot” ucap seorang murid yang duduk di kursi paling belakang kelas.
“Arjuna Junaedi, bangun!” Ucap Fahri yang sedang mengajar sambil menunjuk ke arah murid yang baru saja terkena lemparan spidol.
“Ngantuk, pak” jawab Arjuna dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur.
“Kalau ngantuk itu tidur di rumah, Arjuna” kata Fahri “jangan tidur di kelas, kelas itu tempat buat belajar”
“Jadi, saya pulang ke rumah aja nih, pak?” Tanya Arjuna yang berhasil membuat Fahri cukup terkejut dengan perkataannya.
“Kamu boleh tidur di setiap jam pelajaran bapak kalau kamu bisa mengerjakan soal nomor 5 bagian a sampai c yang ada di papan tulis, kalau kamu tidak bisa, berarti kamu harus berdiri di depan kelas selama jam pelajaran bapak berlangsung” tantang Fahri sambil menunjuk ke arah papan tulis, sepertinya dia yakin kalau Arjuna tidak akan bisa mengerjakan soal yang ia tuliskan di papan tulis, karena Arjuna sudah tertidur sejak jam pelajaran dimulai.
“Kerjain, pak?” Tanya Arjuna memastikan.
“Kerjakan di papan tulis, supaya teman-teman kamu yang sudah kamu ganggu waktu belajarnya bisa melihat kamu mengerjakan soal” Ucap Fahri sambil menaruh sebuah spidol di atas mejanya.
Arjuna berjalan ke arah meja guru untuk mengambil spidol yang baru saja diletakkan oleh Fahri. Setelahnya, ia kembali berjalan ke depan papan tulis untuk mengerjakan soal-soal yang sudah tertulis.
Arjuna memerhatikan soal-soal yang sudah tertera di papan tulis, ia menggaruk kepala bagian belakangnya yang tidak gatal.
“Blunder”
“Sok-sokan sih”
“Masih jadi murid baru saja sudah cari gara-gara”
Murid yang berada di kelas X IPA 5 merutuki tingkah laku Arjuna yang memang sudah aneh sejak masa orientasi sekolah.
Arjuna mendengar kalau dirinya dijelek-jelekkan, ia menoleh ke arah belakang untuk melihat ekspresi siswa-siswi yang berada di kelasnya. Menurutnya, kebanyakan siswi yang berada di kelas itu menatapnya dengan tatapan sinis, para siswa hanya tertawa-tawa melihat tingkah lakunya yang terkesan bodoh, dan beberapa orang sudah menunggu apa yang akan ia lakukan.
Arjuna masih belum mengerjakan satu pun soal yang diberikan oleh Fahri, ia masih asyik melihat ke belakang kelas. Setelah mengetahui ekspresi yang diberikan oleh para siswa di kelas, Arjuna melihat ke arah tempat duduknya, terlihat teman sebangkunya yang sedang tersenyum dengan ekspresi bodoh, kemudian mengubah senyumannya sambil memutar bola matanya, dan menunjuk ke arah Fahri yang sedang memerhatikan Arjuna dengan sedikit menolehkan kepalanya.
‘Gas, kerjain! Kasih tahu, Jun!’ Makna yang diterjemahkan oleh Arjuna dari senyuman Kamal --teman sebangkunya--. Arjuna terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat Kamal tertawa hanya dengan melihat tingkahnya.
Meskipun ada beberapa soal yang belum dipelajari di kelas, bagi Arjuna itu tidak masalah. Menurut Arjuna, soal yang akan ia kerjakan kali ini hanyalah soal-soal mudah yang bahkan bisa ia kerjakan saat ia masih berada di Sekolah Dasar.
‘Hanya lima soal yang setiap nomornya memiliki tiga anak. Hanya materi mutlak. Terlalu mudah’ batin Arjuna meremehkan. Arjuna meregangkan tubuhnya, kemudian ia mengerjakan semua soal yang ada di papan tulis dengan sangat cepat dan mudah.
“Sudah, pak” ujar Arjuna setelah menyelesaikan semua soal yang ada di papan tulis sambil berjalan ke arah meja guru untuk mengembalikan spidol. Fahri tidak menggubris Arjuna sama sekali, ia masih fokus mengoreksi semua soal yang baru saja dikerjakan oleh Arjuna.
Arjuna tidak peduli, setelah menaruh spidol di atas meja guru, ia kembali duduk di kursinya.
“Benar atau tidak?” Tanya Fahri kepada seluruh siswa-siswi yang ada di kelas X IPA 5.
“Benar, pak” jawab beberapa murid secara serentak yang membuat beberapa murid yang sudah berkata buruk tentang Arjuna sebelumnya merasa terkejut.
“Arjuna, bapak kan hanya menyuruh kamu mengerjakan soal nomor 5, kenapa kamu mengerjakan semuanya?” Tanya Fahri.
“Kan kalau satu nomor doang yang saya kerjain, saya boleh tidur di kelas setiap pelajaran bapak. Kalau lima-limanya saya kerjain, berarti seharusnya saya sama Kamal boleh tidur setiap pelajaran bapak” jawab Arjuna menjelaskan.
“Bocah, malah nawar”
“Nego dulu, say. Biar cincai”
“Benar-benar”
Ucap para siswa kelas yang sudah tidak mengerti lagi dengan tingkah Arjuna.
“Kata siapa?” Tanya Fahri.
“Kata saya barusan, pak” jawab Arjuna santai “ya sudah, pak, saya mau lanjut tidur” lanjutnya, kemudian ia kembali tertidur dengan posisi kepala di atas meja yang beralaskan tangannya sendiri.
Arjuna Junaedi, seorang pria yang memiliki tinggi 183 cm dengan kulit tan dan suara bass. Arjuna jarang berbicara, terutama kepada orang-orang yang tidak ia kenal dengan baik. Menurutnya, dia jarang berbicara bukan karena dia sombong, melainkan karena suaranya yang sangat berat dan sulit untuk dikeluarkan secara terus-menerus, bahkan beberapa perempuan sering berkata lelah jika mendengarkan suaranya, karena saat ia berbicara, ia akan mudah sekali engap dan harus lebih sering bernafas.
Kebanyakan orang yang tidak mengenal Arjuna dengan baik, mereka akan menilai kalau Arjuna adalah introvert sejati, karena dia lebih sering membaca buku dan hanya akan berteman baik dengan beberapa orang saja. Wajahnya yang terkesan cuek dan matanya yang hampir selalu terlihat sinis saat menatap, membuat orang-orang yang melihat Arjuna akan berpikir kalau dia adalah orang yang memiliki sifat yang buruk.
Hari ini adalah pekan ketiga bagi Arjuna dan teman-teman seangkatannya bersekolah di SMA Islam An-Nuur, setelah melewati Masa Perkenalan Lingkungan Siswa di pekan pertama dan perkenalan dengan para guru pengajar di pekan kedua.
Arjuna masuk ke sekolah swasta bukan karena kekurangan nilai untuk masuk sekolah negeri, melainkan karena ayahnya yang sangat sibuk bekerja sehingga lupa untuk mendaftarkan Arjuna sekolah. Oleh karena itu, Arjuna dimasukkan ke SMA swasta, karena SMA Islam An-Nuur terus membuka pendaftaran walau pun tahun ajaran baru sudah akan dimulai. Meskipun begitu, SMA Islam An-Nuur adalah sekolah yang diminati oleh banyak orang karena telah mendidik banyak lulusan yang hebat.
Awalnya, Arjuna ingin mengambil jurusan agama, karena di sekolah ini tidak ada jurusan agama, maka ia mengambil jurusan bahasa, tapi, karena siswa yang mengambil jurusan bahasa sangat sedikit dan tidak sampai satu kelas, maka pihak sekolah memutuskan untuk memanggil para siswa yang mengambil jurusan bahasa dan menyuruh mereka untuk mengambil jurusan lagi.
Arjuna mengambil jurusan IPA karena sejak kecil ia tidak suka dengan mata pelajaran sejarah dan bersosial. Oleh karena itu, sekarang Arjuna masuk kelas X IPA 5 dengan harapan tidak bertemu mata pelajaran sejarah, tapi nyatanya, dia tetap bertemu mata pelajaran sejarah wajib.
Pembuat onar, itulah yang sering dikatakan oleh siswa kelas Arjuna kepadanya. Sebenarnya Arjuna bukanlah orang yang sombong dan suka menentang guru seperti yang baru saja ia lakukan. Biasanya, Arjuna selalu menjadi anak yang penurut dengan apapun yang dikatakan oleh guru. Arjuna melakukan hal itu hanya karena ia tipe orang yang tidak suka ditantang dan diremehkan. Menurut Arjuna, ada sebuah tantangan dan ucapan meremehkan dirinya yang tersirat dari perkataan guru matematika wajib tersebut, itulah mengapa ia melakukan tindakan tidak terpuji seperti tadi.
Arjuna adalah tipe orang yang tidak percaya dengan kisah cinta remaja, karena selama 9 tahun bersekolah, dia belum pernah merasakannya sama sekali. Ntah karena Arjuna tidak menarik atau tidak asyik, tidak ada perempuan yang mau mendekatinya. Arjuna sama sekali tidak mengerti.
Tring! Tring!
Bel sekolah berbunyi dua kali, artinya sekarang sudah memasuki jam istirahat. Itu berarti, Arjuna sudah tidur di kelas selama satu setengah jam pelajaran lebih. Waktu berjalan begitu cepat bagi Arjuna. Benar-benar tidak terasa.
Arjuna terbangun karena suara bel yang sangat berisik, karena bel tersebut dipasang tepat di depan kelasnya. Benar-benar mengganggu.
Bug!
Sebuah pukulan kecil mendarat di punggung Arjuna.
“Gokil lu, bro!” Teriak Kamal pada Arjuna yang masih terlihat linglung karena baru bangun dari tidurnya.
Ahmad Al-Kamal, siswa berkulit kuning kecoklatan dengan tinggi badan 173 cm. Menurut Arjuna, Kamal adalah orang yang aneh, karena dia tadinya adalah anak jurusan IPS, sampai akhirnya ia memutuskan untuk pindah ke jurusan IPA di hari ke-3 sekolah dimlai. Alasan Kamal pindah ke kelas Arjuna benar-benar konyol dan tidak masuk akal bagi Arjuna.
“Gua gak kuat di IPS, gua muntah-muntah gara-gara gak paham pelajaran sosiologi” begitulah alasannya, benar-benar anak yang konyol. Tapi karena jawaban konyol itulah yang membuat Arjuna memutuskan untuk mau berteman dengannya.
Meskipun sering bertingkah konyol, Kamal adalah anak yang sangat pintar, terutama dalam masalah agama. Semua siswa akan bertanya kepada Kamal jika berkaitan dengan agama.
Murid di kelas X IPA 5 menyebut Kamal sebagai ‘anak ajaib’ karena tingkahnya yang aneh dan dapat mengerti apa yang diajarkan oleh guru, meskipun dia tidur di kelas.
“Ngopi, skuy!” Ajak Kamal pada Arjuna, tapi Arjuna tidak menggubrisnya sama sekali.
“Ngopi, skuy!” Ajak Kamal lagi dengan sedikit lebih keras dan menggoyang-goyangkan bahu Arjuna karena merasa tidak digubris olehnya.
Tok! Tok! Tok!
“Juna, jajan, yuk!” Ajak seseorang dari luar kelas yang membuat Arjuna dan Kamal melihat ke arah pintu kelas. Orang tersebut adalah Yudi dari kelas X IPA 1, teman sekelompok Arjuna semasa orientasi sekolah, dia bersama dengan dua perempuan, yaitu Sera dan Sri yang juga sekelas dengannya.
“Abis ini pelajaran apa?” Tanya Arjuna pada Kamal.
“Biologi” jawab Kamal singkat.
“Ayo, Yud” Arjuna mengiyakan ajakan Yudi sambil berjalan ke arahnya.
“Gua tungguin di tongkrongan, Jun. Cabut kita nanti, malas gua pelajaran biologi” ujar Kamal dari dalam kelas.
“Gas” Arjuna mengiyakan ajakan Kamal tanpa melihat ke arahnya sedikit pun dan terus berjalan meinggalkan sekolah untuk membeli beberapa jajanan bersama Yudi dan dua kedua temannya.
Yudi, dia adalah anak berkulit putih, memiliki tubuh yang lumayan tinggi, dan merupakan seorang anak tunggal dari seorang pengusaha di Bandung. Yudi adalah tipe orang yang suka menghamburkan uangnya untuk melakukan apa pun yang dia suka.
Sera adalah pacar Yudi, mereka berpacaran setelah pendekatan selama 10 hari. Sera adalah gadis yang ceria, berkulit putih, dan memakai kawat gigi.
Sri adalah teman dekat Sera, dia selalu pergi bersama Sera. Sri adalah gadis yang bertubuh lebih tinggi dari pada perempuan pada umumnya dengan kulit putih, dan memiliki gigi seperti kelinci. Banyak orang yang menyanjung Sri karena kepintarannya dan wajahnya yang cantik. Tapi bagi Arjuna, dia hanyalah perempuan menyebalkan dengan wajah yang sangat judes.
Sudah lebih dari satu minggu Arjuna selalu bersama mereka setiap kali istirahat, hal ini membuat banyak rumor yang menyebar di seluruh sekolah. Banyak orang yang bilang kalau Arjuna dan Sri sedang melakukan pendekatan atau melakukan double date bersama dengan Yudi dan Sera.
“Habis ini, lu mau cabut sama Kamal?” Tanya Yudi saat sedang mengantre untuk membeli makaroni balado.
“Hm” Arjuna hanya berdeham untuk mengiyakan pertanyaan Yudi.
“Cabut mulu sih” komentar Sri dengan memutar bola matanya malas.
“Ter…”
“Terserah gualah, gua kan siswa baru” ucap Sera membalas perkataan Sri dengan nada mengejek. Sera mengejek Arjuna, karena yang baru saja Sera katakan adalah kata-kata yang selalu Arjuna keluarkan ketika ditanya mengapa ia kabur saat jam pelajaran sekolah.
Tring! Tring! Tring!
Bel sekolah kembali berbunyi tiga kali, artinya setiap siswa harus kembali untuk mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar.
Setelah puas membeli makanan dan diejek habis-habisan oleh Yudi, Sera, dan Sri selama jam istirahat, akhirnya Arjuna memutuskan untuk memisahkan diri.
“Gua duluan, ya” pamit Arjuna pada ketiga temannya.
“Yo!” Yudi mengiyakan.
Arjuna mulai memisahkan diri dari mereka bertiga dan hendak menuju tempat yang telah Kamal janjikan.
“Juna!” Panggil Sri saat Arjuna belum terlalu jauh dari mereka yang membuat Arjuna kembali menoleh ke arah ketiga temannya.
“Hm?” Arjuna hanya berdeham untuk menanyakan maksud Sri yang tiba-tiba memanggilnya.
“Jangan lama-lama cabutnya, satu jam pelajaran aja” Teriak Sri.
“Hm” Arjuna hanya berdeham malas mendengar ucapan Sri, dia sama sekali tidak mempedulikan kata-kata Sri.
Sesampainya di tongkrongan, Arjuna disambut dengan baik oleh Kamal. Baru saja Arjuna melewati pintu warung tersebut, tiba-tiba, sebuah bungkus rokok sudah terbang tepat ke arah wajah Arjuna. Untung saja Arjuna memiliki refleks yang bagus dan tangan yang sangat cepat, sehingga dia dapat menangkap bungkus rokok yang dilempar ke arahnya dengan mudah. Benar-benar sambutan hangat.
“Boleh juga refleks lu” pelaku yang melempar bungkus rokok ke wajah Arjuna memuji refleks yang Arjuna miliki. Orang itu tidak lain adalah Kamal, karena tidak ada orang lagi selain dia di tongkrongan yang sedang Arjuna tempati.
“Bacot” ucap Arjuna malas sembari mengambil sebatang rokok dari bungkus rokok yang baru saja dilempar oleh Kamal.
“Korek mana, korek?” Tanya Kamal yang hanya Arjuna jawab dengan menolehkan wajahnya ke arah korek yang digantungkan di sebuah kayu.
“Mager gua ke sana, jauh” keluh Kamal “lu kan biasanya bawa korek, Jun” lanjutnya.
Arjuna menyelipkan sebatang rokok di bibirnya, kemudian dia berjalan ke arah kursi panjang yang Kamal duduki untuk duduk di samping Kamal sambil mengeluarkan korek yang ada di saku celananya. Arjuna menarik kepala Kamal agar menghadapkan kepala kepadanya. Kamal yang sudah sangat mengerti dengan maksud Arjuna, langsung menyelipkan rokok di bibirnya dan mengarahkan rokok tersebut agar berdekatan dengan rokok Arjuna.
Ctek!
Setelahnya, Arjuna menyalakan api dari korek yang dimilikinya untuk menyalakan bara rokok yang ia dan Kamal selipkan di masing-masing bibirnya.
“Ritual gila dari seorang Arjuna” ejek Kamal “menyalakan api rokok sama seperti menyalakan api asmara” lanjutnya sambil tertawa.
Arjuna terlalu malas untuk membalas ucapan Kamal, jadi dia lebih memilih untuk diam.
Fyuuuh!
Hembusan demi hembusan dari kenikmatan asap rokok terdengar karena kesunyian yang tercipta di antara Kamal dan Arjuna.
“Males ah sama kamu. kamu sekarang udah punya temen baru, jadi lupa deh sama aku” kata-kata pertama yang keluar dari mulut Kamal dengan nada yang dia buat-buat seperti perempuan setelah keheningan yang tercipta.
“Kamu cemburu, hm?” Arjuna bertanya dengan nada yang juga dibuat-buat agar terdengar lebih ngebass dari suaranya yang biasanya karena dia merasa tidak mau kalah dengan Kamal.
“Suara lu udah ngebass parah, anjir, Jun” komentar Kamal “gak usah dibuat-buat lagi, jadi pecah bego itu suara lu” lanjutnya.
“Aku tanya, kamu cemburu, hm?” Arjuna kembali bertanya dengan nada yang masih ia buat-buat agar terdengar lebih ngebass.
“Iyah, ih, aku cemburu deh. Kamu sih ganteng, tinggi, pintar lagi. Jadinya aku takut kamu diambil orang lain deh, aku kan gak mau pisah dari kamu” jawab Kamal dengan kembali menggunakan suara yang ia buat-buat seperti perempuan.
“Kamu sih jelek, pendek, bodoh lagi, jadi aku gak peduli deh sama kamu” balas Arjuna menimpali perkataan Kamal.
“Asu, gelut ajalah kita!” ajak Kamal dengan nada yang lumayan tinggi.
“Nggak kok, nggak, kamu tuh cantik, baik, walaupun agak bodoh sedikit, tapi aku sayangnya cuma sama kamu kok, muach” ujar Arjuna untuk membungkam Kamal yang menurutnya sudah tidak waras.
“Gini nih kelakuan orang kalau jomblo dari lahir” ucap Kamal memutar bola matanya malas “GA WARAS!” Lanjutnya dengan penuh penekanan di setiap katanya.
“Lu sendiri juga jomblo dari lahir” balas Arjuna santai.
“Kita kan sama-sama jomblo, gimana kalau kita pacaran aja, hm?” Tanya Kamal yang mengejek dengan meniru gaya dan nada bicara Arjuna.
“Bacot!” Ketus Arjuna.
“Gini ya, ternyata, kelakuan anak paling pintar dan paling famous di sekolah” ucap Kamal mengubah topik pembicaraan.
“...” Arjuna hanya diam untuk mencerna kata-kata yang dilontarkan oleh Kamal, karena dia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang Kamal maksud.
“Lu nggak tahu?” Tanya Kamal dengan nada yang sedikit meninggi karena merasa sedikit terkejut “di base sekolah lagi rame banget ngomongin lu bego”
“Base sekolah apaan?” Tanya Arjuna bingung.
“Gini nih kalau orang punya hp cuma buat dengerin lagu doang, bego jadinya. Intinya lu sekarang terkenal di sekolah” Kamal menejelakan dengan singkat.
“Karena apa?” Tanya Arjuna tidak mengerti. Menurutnya, dia tidak melakukan apapun yang bisa membuatnya terkenal.
“Katanya lu ganteng, sebagian bilang rada cantik sih, terus tinggi sama pintar” ujar Kamal menjelaskan.
“Cantik?” Tanya Arjuna bingung.
“Banyak tanya lu!” Balas Kamal emosi “lu gak ngerasa kalau muka lu rada cantik, hah?”
“Nggak, gua aja jarang ngaca, bahkan gua suka lupa gimana bentukan muka gua sendiri” jawab Arjuna santai “selain gua, siapa lagi?” Arjuna kembali betanya hanya untuk sekadar berbasa-basi.
“Sani X IPA 3, Dafa kelas kita, Agam X IPA 1, sama lu” Kamal menyebutkan secara detail “udah gua urutin dari yang paling famous, kenal semua, kan?”
“Daffa sama Agam mah kenal, Sani gua gak kenal” jujur Arjuna.
“Primadona sekolah” Kamal mencoba menjelaskan dengan menyebutkan sebutan yang anak-anak sekolah berikan dari orang yang ditanyakan oleh Arjuna.
“Gak tahu, gak pernah dengar” ujar Arjuna.
“Anak yang katanya paling cantik di sekolah aja lu gak tahu, anjir” balas Kamal sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ya, emang kalau dia cantik, gua harus peduli sama dia?” Tanya Arjuna santai.
“Dahlah” ujar Kamal frustasi, dia mulai merasa kalau Arjuna tidak normal.