WebNovelJuNi14.29%

Rapper Fisika

Jumat adalah hari yang paling disukai oleh Arjuna dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Karena di hari jumat, kelas Arjuna akan dimulai dengan mata pelajaran fisika, kemudian diteruskan dengan mata pelajaran kimia, dan diakhiri dengan mata pelajaran matematika lintas minat.

‘Seandainya habis jumatan gak langsung pulang, terus ditambah sama mata pelajaran matematika wajib, sempuna banget sih hari ini’ batin Arjuna.

Para siswa di kelas X IPA 5 sangat menghindari hari jumat, kebanyakan dari mereka tidak akan masuk kelas di pelajaran pertama dan terakhir, dan tidak jarang dari mereka memilih untuk tidak masuk sama sekali di hari ini. Siswa yang tidak masuk di pelajaran pertama dan terakhir akan masuk di pelajaran kedua, yaitu kimia, hanya untuk sekadar absen.

Guru fisika yang mengajar di kelas X IPA 5 adalah orang yang sangat tepat waktu, dia akan datang lebih dulu dari pada para siswa untuk menulis materi dan rumus di kedua papan tulis yang tersedia di kelas. Saat para siswa masuk ke kelas, mereka akan terkejut karena melihat kedua papan tulis yang sudah penuh dan disambut oleh Dini, guru fisika tercinta mereka yang sudah duduk manis sambil membaca buku.

Setelah memberi salam kepada guru, para siswa harus langsung mencatat semua materi dan rumus yang ada di papan tulis sembari mendengarkan penjelasan Dini.

Guru fisika yang satu ini mempunyai suatu kebiasaan unik, yaitu serba cepat. Mulai dari datangnya yang sangat cepat, menulis dan menggambar ilustrasi dengan sangat cepat, bahkan cara bicaranya sangat cepat seperti seorang rapper. Oleh karena itu, banyak siswa yang memanggil Dini dengan sebutan The Flash.

Menulis rumus dan materi di kedua papan tulis kelas sebelum siswa datang, menjelaskan saat siswa sudah datang, menghapus satu papan tulis dan menulis materi lagi, kembali menjelaskan, dan kemudian menghapus papan tulis yang satunya, setelah itu menuliskan materi lagi, begitulah cara Dini mengajar di kelas.

Tidak jarang para siswa harus menyalin materi hingga belasan papan tulis karena kecepatan mengajar dari guru fisika ini. Belajar dengan cara seperti ini membuat Arjuna bosan. Bukan bosan dengan fisika yang sangat disukainya, melainkan bosan menulis.

“Mal!” Arjuna memanggil Kamal dengan nada setengah berbisik karena Dini yang masih menjelaskan materi fisika di papan tulis depan kelas.

“Gas!” Ucap Kamal yang sudah paham dengan apa yang Arjuna maksud.

“Berapa, Mal?” Tanya Arjuna.

“152, Jun” jawab Kamal “berapa detik?” Lanjutnya bertanya.

“19” jawab Arjuna singkat.

“Anjay, rapper” kata Kamal pelan sambil menahan tawa.

“Apa ada yang mau bertanya?” Tanya Dini kepada semua siswa di kelas X IPA 5.

Dini adalah orang yang sangat tepat waktu. Oeh karena itu, jam pelajarannya pasti sudah tersisa 10 menit lagi jika dia sudah bertanya seperti ini kepada siswa yang diajarnya.

Tanpa ragu, Arjuna dan Kamal mengangkat tangan dalam waktu yang bersamaan.

Arjuna dan Kamal baru saja mengangkat tangan dan belum mengucapkan sepatah kata pun, tapi para siswa dan siswi yang ada di kelas X IPA 5 sudah mengeluh dan geram dengan tingkah mereka.

“Ketika Arjuna dan Kamal bekerja sama saat jam pelajaran, pasti akan terjadi suatu kebodohan yang mengganggu kegiatan belajar” kalimat yang selalu murid kelasnya katakan terhadap ide-ide brilian yang Kamal dan Arjuna lakukan untuk membuat suasana kelas lebih menyenangkan.

“Hadeuh, mereka lagi”

“Gak akan benar pasti”

“Pasti cari gara-gara lagi deh”

“Paling Kamal cuma mau bilang “ibu cantik banget deh” lagi”

“Badut”

Keluh kesah dari para siswa kelas X IPA 5 yang sudah bosan dengan kelakuan abstrak yang sering ditunjukkan oleh Kamal dan Arjuna. Meskipun begitu, Arjuna dan Kamal tidak pernah mempedulikan kata-kata anak kelasnya, dan tetap menjalankan ide cemerlang yang telah mereka pikirkan.

“Mau tanya apa, Juna?” Tanya Dini.

“Kamal dulu, bu” ujar Arjuna sambil menoleh ke orang yang ada tepat di samping kirinya.

“Juna dulu bu, dia lebih muda soalnya. Paling muda di antara satu sekolah malah” Kamal menghindar untuk bertanya lebih dulu.

“Kamal dulu, bu, dia lebih tua, lebih cepat matinya” kata Arjuna yang lagi-lagi mencoba untuk menghindari bertanya lebih dulu “lagian, Kamal tunjuk tangan duluan, bu

“Juna, bu, dia yang buat pertanyaan” protes Kamal.

“Kamal masuk kelas duluan, bu” Arjuna masih belum menyerah untuk menjadikan Kamal penanya pertama.

“Juna tadi pagi masuk kamar mandi sekolah duluan, bu, soalnya dia menang pas balapan lari ke kamar mandi lawan saya” Kamal masih tidak mau kalah “jadi, saya hadiahin pertanyaan pertama buat dia”

“Kita selesaiin secara jantan aja” Tegas Arjuna.

“Oke, ayo tentuin dengan cara biasa” jawab Kamal tak kalah tegas.

Kamal mengambil sebuah pensil dan memutarnya di meja untuk menentukan siapa yang akan bertanya duluan.

“Kamal, bu, pensilnya nunjuk ke Kamal” Arjuna mengadu kepada Dini yang sedang memerhatikan Arjuna dan Kamal sejak mereka mulai berebat.

“Nggak, bu, pensilnya gak nunjuk ke saya, tuh lihat, bu, pensilnya ke sana, kosong” protes Kamal dengan keputusan yang telah ditetapkan “gimana kalau kita putar lagi? Berani, gak?”

“Oke, siapa takut?” Arjuna tak mau kalah.

Semua orang yang ada di kelas X IPA 5 melihat ke arah kamal dan Arjuna untuk menikmati drama perdebatan yang mereka ciptakan untuk menentukan siapa yang akan bertanya terlebih dahulu.

Kamal dan Arjuna tidak menghiraukannya, mereka tetap memutar sebuah pensil untuk menentukan siapa yang akan bertanya duluan.

Pensil yang diputar oleh Kamal menunjuk ke orang yang berada tepat di depan kursinya, yaitu Daffa, yang sejak tadi hanya diam melihat kebodohan kedua teman kelasnya tersebut.

“Daffa, selamat!” Ucap Arjuna tiba-tiba.

“Selamat, Daf! Keren banget lu bisa jadi penanya pertama” timpal Kamal terharu “mereka tumbuh terlalu cepat”

“Lah, kok jadi gua?” Tanya Daffa bingung “kan lu berdua yang mau nanya”

“Oh, iya, lupa” jawab Kamal cengengesan.

“Ya udah, kalian lanjut aja pilihnya, kalau sudah tahu siapa yang mau tanya duluan, langsung bilang ke ibu” kata Dini sambil memijat pelan keningnya “siapa lagi yang mau bertanya?” Lanjutnya bertanya.

“Gak bisa gitu dong, bu. Saya aja mau masuk kamar mandi antri, padahal saya masuknya bayar Rp. 2000, masa nanya pelajaran ga antri, padahal saya bayar spp” protes Kamal tak terima.

“Kamal, Juna! Mending kalian tidur aja deh kayak biasanya, gak usah ganggu pelajaran!” Teriak seorang siswi yang terlihat telah menahan emosinya sejak awal perdebatan Arjuna dengan Kamal.

Arjuna terlalu malas untuk menjawab perkataan siswi tersebut, jadi dia hanya memandang siswi itu dengan tatapan sinis yang berhasil membuat siswi itu takut.

“Anjir, serem banget ihh” ucap siswi yang tadi meneriaki Kamal dan Arjuna dengan nada yang bergetar.

“Juna ya tetap Juna, cuma sama Kamal aja dia jadi Junior” timpal seorang siswi yang merupakan teman sebangku dari siswi yang sebelumnya meneriaki Arjuna.

“Juna kok dilawan? Udah tahu Juna psikopat, masih aja dilawan” ucap seorang siswa yang duduk di belakang Arjuna.

“Ya sudah, kalian suit aja buat nentuin siapa yang tanya duluan” saran dari Dini yang terlihat sudah sangat pusing dengan tingkah laku Kamal dan Arjuna.

“Suit!” Ucap Arjuna dan Kamal bersamaan sembari mengangkat tangannya.

Tangan Arjuna terbuka lebar, menunjukkan kertas, sedangakan tangan Kamal terkapal, menunjukkan batu. Itu berarti, Arjuna menang dalam turnamen yang sangat menegangkan ini.

“Yang menang atau yang kalah, bu, yang Tanya duluan?” Tanya Kamal kepada Dini.

“Yang kalah” jawab Dini singkat.

“Untuk Kamal, waktu dan tempat disilakan” kata Arjuna santai.

“Kamal mau tanya apa?” Tanya Dini memberikan seluruh atensinya pada Kamal.

“8 sps, bu” Jawaban Kamal terhadap pertanyaan guru fisika tersebut.

“Bagimana maksudnya, Kamal?” Tanya Dini tidak mengerti.

“Frekuensi kecepatan ibu ngomong itu 8 syllabels per second, bu” jawab Kamal lagi.

“Gimana coba, Kamal, jelasin” Dini masih tidak mengerti dengan ucapan Kamal.

“Gini maksdunya, bu. Kan, frekuensi itu ukuran jumlah terjadinya sesuatu dalam satuan waktu. Rumus dari frekuensi getaran itu f = n / t, dengan f adalah frekuensi, n adalah jumlah getaran, dan t adalah waktu.

Rumus ini diambil dari rumus getaran yang baru saja ibu ajarkan kepada kami. Tapi, rumus ini juga biasa digunakan oleh para rapper untuk menghitung kecepatan bicara mereka saat melakukan rap.

Rumus yang digunakan tetap f = n / t, hanya saja n-nya diubah, yang tadinya n merupakan jumlah getaran pada suatu benda, diubah menjadi syllabels, atau banyaknya kosa kata.

Saat ibu sedang menjelaskan tadi, Kamal menghitung berapa banyak syllabels atau kosa kata yang ibu ucapkan, di waktu yang bersamaan juga, saya menghitung waktu yang ibu perlukan untuk mengucapkan kosa kata yang dihitung oleh Kamal.

Hasil yang saya dan Kamal dapatkan adalah, ibu dapat mengucapkan 152 kosa kata dalam jangka waktu 19 detik. Jika angka ini dimasukkan ke dalam rumus f = n / t, dengan n = 152 dan t = 19 detik, maka hasil frekuensi yang didapatkan adalah 8sps atau 8 syllabels per second. Dengan kata lain, ibu bisa menyebutkan 8 suku kata dalam 1 detik.” Arjuna menjelaskan.

Arjuna menjelaskan rumus yang ia gunakan untuk mengkritik dengan sangat hati-hati agar tidak menyakiti perasaan Dini, karena apa yang Arjuna kritik, bersangkutan langsung dengan kepribadian unik yang dimiliki oleh gurunya tersebut. Arjuna benar-benar tidak ingin membuat gurunya salah paham.

“Iya bu, 8 sps itu udah termasuk rap yang kecepatannya menengah ke atas. Kebanyakan orang yang bukan rapper, atau bukan orang yang sering dengarin lagu rap, akan kesulitan buat dengar kata-kata yang diucap, apa lagi buat ngucapinnya.

Saya sering dengar anak-anak ngejek Bu Dini The Flash atau Bu Dini guru rapper, bu. Saya merasa hal ini harus disampaikan ke ibu karena memang bersangkutan langsung dengan ibu, dan kebanyakan murid yang ibu ajarkan merasa kesulitan untuk mencerna kata-kata dari ibu karena kecepatan ibu dalam berbicara. Kecuali saya dan Arjuna, karena saya yang suka musik rap dan Arjuna yang seorang rapper gadungan.

Jadi, saya mohon ke ibu untuk sedikit menurunkan kecepatan ibu dalam berbicara di saat sedang menerangkan. Saya dan Juna juga minta maaf, bu, karena sudah mengkritik ibu.” Kamal melanjutkan penjelasan Arjuna “mohon dimaafin, ya, bu. Soalnya si Juna badannya aja yang besar, tapi dia masih bocil, bu” lanjutnya yang sebenarnya hanya ingin mengejek Arjuna.

“Terima kasih, ya, Kamal, Juna, udah kasih tahu ke ibu di mana letak kekurangan ibu” jawab Dini tentang kritik yang Arjuna dan Kamal berikan “tapi, Kamal sama Juna memangnya apa cita-citanya?”

Rapper fisika, bu” jawab Arjuna santai.

Tring!

Bel tanda bergantinya jam pelajaran sudah berbunyi, membuat Dini segera pamit dan keluar dari kelas untuk melanjutkan mengajar di kelas yang akan ia ajarkan selanjutnya.

“Anjay!” Teriak seorang siswa sambil menghampiri Arjuna dan Kamal.

“Tumben benar, biasanya kalau udah bersatu cuman bercanda doang” komentar Daffa yang ada di depan Kamal sambil menepuk bahu Kamal dan Arjuna.

“Mereka tumbuh begitu cepat” timpal seorang siswa yang duduk di kursi paling belakang kelas.

“Benar akhirannya doang, tadi kan awalannya bercanda sampai si Syifa emosi” seorang siswi ikut menimpali pembicaraan mereka.

“Cabut gak, Jun?” Tanya Kamal.

“Gas” Arjuna mengiyakan.

“Dasar, orang-orang gak jelas”

“Benarnya jarang-jarang, gak benarnya hampir tiap detik dalam hidupnya”

“Tetaplah berada di jalan setan”

Celetuk siswa-siswi kelas X IPA 5 saat melihat Kamal dan Arjuna yang sudah kembali menjadi pembuat onar.

Hari sudah gelap, tapi Arjuna dan Kamal masih berada di lingkungan sekolah untuk sekadar melihat kegiatan yang dilakukan para siswa dan siswi yang mengikuti ekstrakulikuler pramuka yang kini sedang mengadakan acara Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa.

Arjuna dan Kamal duduk di serambi masjid sekolah yang berada tepat di samping gerbang sekolah.

Alasan Arjuna tetap berada di sekolah sampai malam adalah karena dia terlalu asyik membaca buku sampai lupa waktu. Tanpa sadar, Arjuna telah duduk di serambi masjid lebih dari 6 jam setelah pulang dari sekolah.

Tanpa aba-aba, seorang wanita dengan tubuh kurus, lumayan tinggi, berkulit putih, dan mempunyai gigi kelinci datang menghampiri Kamal dan Arjuna. Orang itu, tidak lain adalah Sri.

“Sudah malam, ngapain masih di sekolah?” Sebuah pertanyaan terlontar dari mulut Sri.

Arjuna terlalu malas untuk menjawab pertanyaan tidak penting yang Sri lontarkan, dia hanya mengangkat buku yang sedang dibacanya untuk menjelaskan apa yang sedang dia lakukan sekarang.

“Kamu mah aneh ih, waktunya sekolah malah kabur, giliran sudah waktunya pulang malah diam di sekolah” komentar Sri.

“Terserah gualah, kan gua siswa baru” timpal Kamal mewakili Arjuna untuk menjawab pertanyaan Sri. Kamal benar-benar tahu kalau Arjuna tidak akan suka jika ada orang yang mengganggunya di saat dia sedang membaca.

Sri banyak sekali melontarkan pertanyaan kepada Arjuna, tapi tidak ada satu pun dari pertanyaannya yang dijawab oleh Arjuna. Arjuna hanya membiarkan Kamal untuk mengurus Sri yang menurutnya tidak jelas itu.

Setelah begitu banyak pertanyaan, Arjuna bangkit dari duduknya dan beranjak pergi meninggalkan Sri dan Kamal.

“Ke mana, Jun?” Tanya Sri yang tak diindahkan sama sekali oleh Arjuna.

“Ke mana?” Tanya Kamal.

“Warung” jawab Arjuna singkat.

Arjuna beranjak pergi meninggalkan mereka Kamal dan Sri agar dia tidak harus menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.

Sesampainya di warung, Arjuna membeli dua bungkus rokok. Tadinya, Arjuna hanya ingin membeli satu bungkus seperti biasanya, tapi ntah kenapa dia memiliki firasat yang mengatakan kalau dia harus membeli dua bungkus. Itulah kenapa dia memilih untuk membeli dua bungkus rokok.

Arjuna membuka bungkus rokok yang pertama kali ia pegang dan mengambil satu batang rokok dari sana, kemudian dia menghidupkannya dan menaruh bungkus rokok yang satu lagi di saku celananya.

Setelah Arjuna kembali ke serambi masjid, dia melemparkan bungkus rokok yang telah dia buka ke arah Kamal yang sedang membaca buku miliknya.

Kamal tidak berhasil menangkap bungkus rokok yang dilemparkan oleh Arjuna. Alhasil, bungkus rokok itu mengenai wajahnya. Kamal tidak mau protes karena Arjuna sudah memberikan rokok secara gratis untuknya, dia mengambil bungkus rokok yang jatuh dan mengambil sebatang rokok dari dalamnya.

Merasa ada yang aneh, Arjuna segera melihat ke arah kiri dan kanan untuk memastikan semua barang yang dia bawa tidak ada yang hilang.

Setelah mengecek, Arjuna merasa kalau semua barang yang ia bawa hari ini masih ada, tapi dia merasakan seperti ada sesuatu yang hilang.

“Sri?” Tanya Kamal yang melihat Arjuna kebingungan “dia udah balik LDKS”

Benar. Sesuatu yang hilang itu adalah kebisingan dari suara perempuan yang memiliki gigi kelinci itu.

Tanpa aba-aba, Arjuna merebut kembali buku miliknya yang sedang dibaca oleh Kamal dengan satu kali hentakan, kemudian membaca buku itu lagi.

Setelah beberapa menit, Sri kembali datang menghampiri Kamal dan Arjuna.

“Haus ih” keluh Sri yang baru saja datang.

“Udah tahu latihannya bikin haus, malah bolak-balik ke sini” Kamal membalas ucapan Sri “ya tambah hauslah, Sri”

“Juna gak beliin minum buat aku, gitu?” Tanya Sri yang hanya dibalas dengan gelengan oleh Arjuna yang masih fokus terhadap buku yang ia baca dan kegiatan merokoknya.

“IH, JUNA MEROKOK?” Teriak Sri tiba-tiba yang membuat Arjuna dan Kamal menoleh ke arahmya.

Tanpa berbasa-basi, Sri mengambil bungkus rokok yang ada di samping Kamal dan batang rokok yang sedang dipegang oleh Arjuna. Sri mengeluarkan semua rokok yang ada di dalam bungkus itu dan kemudian mematahkannya satu per satu, sedangkan batang rokok yang masih menyala yang ia ambil dari Arjuna, dia injak sampai hancur.

Arjuna dan Kamal yang melihat perbuatan gila yang dilakukan Sri hanya bisa terdiam.

“Kalau kamu sayang sama aku, harusnya kamu tuh jangan merokok!” Kata Sri dengan meninggikan nada bicaranya “gimana mau sayang sama aku kalau kamu aja gak bisa sayang sama diri kamu sendiri?” Lanjutnya.

‘Tunggu? Apa katanya? Sayang?Emangnya dia siapa sampe gua harus sayang sama dia? Gua gak ngerti maksud nih anak apaan?’ Arjuna bertanya-tanya dalam hatinya.

“Kamu tahu gak kalau perokok pasif itu lebih bahaya dari perokok aktif? Ayah aku aja gak merokok, masa kamu yang masih muda malah merokok? Gimana bisa jagain aku coba? Cuma bisa kasih penyakit doang ke aku nanti”

“Maksud lu apa, hm?” Tanya Arjuna yang membuat Sri terdiam “gua gak paham”

‘Apa barusan nada ngomong gua terlalu banyak penekanan sampe dia cuma diem doang setelah gua ngomong? Gua rasa nggak, soalnya ya nada bicara gua emang kayak gini, gua malah udah berusaha buat gak mandang dia pake tatapan sinis. Tapi apaan dah yang bikin dia diem doang?’ Arjuna kembali bertanya-tanya dalam hatinya.

Sri tersenyum setelah diam dalam beberapa waktu.

“Aku paham, Jun” kata Sri.

“Paham?” Tanya Arjuna bingung.

“Tentang perasaan kamu” jawab Sri singkat.

Arjuna hanya terdiam dengan jawaban yang ia dapatkan dari Sri. Menurutnya, apa yang Sri bicarakan sejak awal sangat aneh.

Arjuna memikirkan semua hal yang baru saja terjadi padanya, mulai dari Sri yang tiba-tiba datang dan memarahinya karena merokok, sampai semua perkataan Sri, tapi dia tidak mendapatkan penjelasan apa pun.

“Ini pertama kalinya, ya buat kamu?” Tanya Sri “aku bisa kasih kamu waktu kok”

“Ya udah ya, aku pergi dulu. Sebentar lagi masuk acara inti. Dah Juna” Ucap Sri sambil tersenyum dan melambaikan tangannya kepada Arjuna.

Setelah Sri mulai hilang dari pandangan, Arjuna masih terdiam untuk beberapa saat. Arjuna masih mecoba untuk mencerna hal-hal yang baru saja terjadi, tapi dia tidak mendapatkan satu pun jawaban.

“JUNA TOLOL!” Teriak Kamal tiba-tiba.

“Hm?” Bingung Arjuna.

“Lu tolol apa idiot sih, Jun?” Tanya Kamal masih dengan nada yang tinggi, tapi tidak sampai teriak seperti sebelumnya.

“Hm?” Tanya Arjuna yang semakin bingung dengan ucapan Kamal.

“Sri ngira lu suka sama dia, Juna!” Ucap kamal dengan nada yang penuh dengan tekanan “astaghfirullah”

“Suka? Suka apa sih?” Tanya Arjuna yang masih bingung,

“Suka. Pacaran. Nikah” Kamal mengucapkan kata-kata ini tanpa membuka giginya sama sekali.

Arjuna kembali memikirkan beberapa kata yang diucapkan oleh Sri dan yang baru saja Kamal katakan.

‘Perasaan? Suka? Sayang? Pacaran? Nikah? Menjaga? Bukannya semua kata ini hal yang dibutuhkan untuk menjalani hubungan percintaan. Gua paham sekarang’ monolog Arjuna dalam batinnya.

“Tadi Sri ke mana?” Tanya Arjuna tiba-tiba.

“Keluar, beli air kayaknya” jawab Kamal.

“Udah balik, belum?” Tanya Arjuna memastikan.

“Belum” jawab Kamal lagi.

Baru saja Arjuna ingin ke luar untuk mencarinya, Sri sudah lewat di depannya dengan membawa tiga botol air mineral berukuran sedang di tangannya.

“SRI!” Arjuna memanggil Sri dengan nada yang terlewat kencang, padahal Sri sedang berada kurang dari lima langkah di hadapannya.

“Kenapa, Juna? Udah paham? Udah gak denial lagi?” Beberapa pertanyaan yang keluardari mulut Sri.

“Iya” jawab Arjuna yang membuat Sri mengembangkan senyum di wajahnya “gua udah paham maksud lu”

Sri merasa kalau Arjuna akan mengatakan perasaannya sekarang.

“Gu…” baru saja Arjuna ingin mengatakan apa yang ingin dia katakan, tiba-tiba Kamal sudah berada di sampingnya dan menutup mulut Arjuna dengan tangan kanannya yang membuat Arjuna tidak bisa melanjutkan perkataannya.

“Biar gua aja yang ngomong, biar gak salah paham” ucap Kamal.

“Biarin aja sih, Mal, si Juna yang ngomong, biar dia lebih dewasa” balas Sri “lagian, ini kan perasaan Juna ke aku, bukan perasaan kamu ke aku”

“Udah, biar gua aja” kata Kamal dengan nada yang sedikit lebih tegas.

“Gapapa, Mal, biarin Juna aja” balas Sri lagi “walaupun rangkaian katanya jelek juga gapapa kok, pasti aku terima”

“Yeh, pala batu dibilangin” kata Kamal yang sudah pasrah dengan sifat keras kepala Sri.

Kamal telah melepaskan tangannya dari mulut Arjuna.

“Ya udah, Jun, coba ngomong” Kamal mempersilakan.

“Kita emang dekat, tapi…” ucapan Arjuna terpotong karena dia tidak tahu harus berkata apa.

“Tapi apa? Kamu masih butuh waktu?” Tanya Sri penasaran.

“Tapi ya kita sekadar dekat aja, cuma teman dekat” jawab Arjuna sedikit ragu karena takut salah bicara.

“Maksud kamu?” Tanya Sri yang terlihat kebingungan. Sepertinya, dia benar-benar mengira kalau Arjuna akan menyatakan perasaan padanya sekarang.

“Kita emang dekat, tapi kedekatan kita cuma sekadar mengikis jarak, bukan menumbuhkan perasaan.

Gua gak tahu kenapa lu bisa nyangka kalau gua suka sama lu. Mungkin ucapan orang-orang yang selalu nyandingin kita buat lu nyangka kalau gua benar-benar gua sama lu, tapi yang sebenarnya gak gitu, Sri.

Kita dekat cuma karena gua teman dekat Yudi yang pacaran sama Sera, dan Sera adalah teman dekat kamu, karena mereka berdua kita bisa kenal. Tapi menurut gua, kita cuma teman. Gak lebih.

Bukan berarti banyak orang yang bilang kita cocok berarti gua sama lu harus pacaran, orang bisa berpikir dan menyampaikan pendapat, tapi gak semua pemikiran dan pendapat mereka itu benar. Gua gak tahu harus ngomong apa lagi, karena gua bukan orang yang biasa ngomong, bahkan ngomong pun jarang. Tapi, gua harap lu paham tanpa adanya kesalah pahaman.” Arjuna mencoba untuk menjelaskan

“Aku paham” jawab Sri singkat “aku lanjut LDKS dulu, yah” lanjutnya sambil berjalan menjauh.

“Boleh juga kata-kata lu” ujar Kamal tiba-tiba “gua kira lu bakal ngomongin suatu hal yang aneh dan gak akan bisa dipahamin, kayak biasanya” lanjutnya.

“Itu bukan hal yang tadinya mau gua omongin” jawab Arjuna “untungnya lu ngasih tahu gua buat gak bicara macam-macam dengan cara ngebekap mulut gua, dan itu lumayan ngasih gua waktu buat ngerangkai kata”

“Memang tadinya lu mau ngomong apa?” Tanya Kamal mulai penasaran.

“Hukum III Newton” jawab Arjuna santai.

“Gimana?” Kamal semakin bingung

“F aksi = -F reaksi” jawab Arjuna lagi.

“Maksud kamu?” Tanya Kamal dengan nada yang mengikuti cara bicara Sri saat bertanya tadi. Demi apa pun, dia membuat Arjuna sangat jijik, bahkan sampai bergidik ngeri.

“Semakin banyak gaya yang dia kasih ke gua, bakal semakin minus dia di mata gua” jawab Arjuna santai.

“Dengan kata lain, semakin dia dekatin lu, lu bakalan semakin jijik sama dia?” Kamal memastikan kesimpulan yang ia dapat dari penjelasan Arjuna.

“Hm” Arjuna hanya berdeham untuk mengiyakan pertanyaan Kamal.

“Jahat lu, anjir” cibir Kamal yang tak habis pikir dengan pemikiran sahabatnya itu.

That’s why they called me psychopath, right?” Ujar Arjuna sambil memperlihatkan seringai iblis miliknya.

“Udah gila” balas Kamal sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.