Bandung, Indonesia
25 Juni 2011
Beberapa bintang tampak bersinar malam ini, seperti tanda bahwa banyaknya orang-orang yang sedang berbahagia. Sama halnya dengan suasana hati seorang Ibu yang baru saja melahirkan adik baru untuk putra sulungnya yang baru berusia 3 tahun. Begitu juga sang Ayah yang terlihat senang melihat buah hati mereka yang baru lahir.
Si Ayah tersenyum sambil mencium kening istrinya yang baru saja melahirkan di ranjang rumah sakit. Bersamaan dengan dirinya juga yang menggendong putra pertama mereka.
"Jadi kita akan menamainya siapa yang?" Tanya Si Ibu.
"Aku... Aku belum tahu sayang. Hanya saja rasanya malam ini aku bisa merasakan ada sesuatu yang unik pada anak kita ini." Katanya sambil mengelus pipi bayi yang merah warnanya.
"Yasudah kalau begitu. Tidak usah terlalu dipikirkan. Bagaimana kalau kita beri dia nama yang mirip dengan kakaknya?" Katanya sambil memandangi wajah putra pertamanya yang sedang tertidur pulas digendong oleh sang Ayah.
"Itu ide bagus sayang. Baiklah. Bagaimana kalau Al?"
"Al? Nama yang bagus. Sangat mirip dengan Arhan Kakaknya. Sama sama dari huruf A." Ujar Si Ibu sambil kembali mengelus buah hatinya yang baru lahir.
"Ohok-ohok!" Suara batuk dari Si Ibu.
"Sudahlah. Istirahat saja sayang. Kamu sudah berjuang dengan sangat keras. Dan kamu orang yang sangat aku sayangi. Semoga saja, hari ini kamu mimpi indah. Aku akan coba panggilkan Suster untuk memindahkan bayi kita." Ujar Ayah.
Malam yang indah diisi dengan gemerlap bintang terang. Suasana yang begitu menakjubkan. Hanya saja malam ini Ibu terlalu lelah untuk banyak bercengkrama dengan suaminya itu. Sudah beberapa hari ini dia berjuang menahan rasa sakit. Biarkanlah malam ini dia beristirahat dengan tenang dan nyaman. Kondisinya sangat lelah dan lemas. Tapi pancaran dari wajahnya seakan-akan mengatakan bahwa dia sudah tidak sabar mengajari bayi mereka berjalan.
***
Keesokan harinya, ketika bintang gemintang sudah berganti menjadi sinar mentari yang terang benderang. Ibu kini sudah bisa berjalan dengan perlahan. Meskipun masih terasa lemas dan sakit akibat proses persalinan kemarin sore. Ayah juga tampak bahagia melihat istrinya yang kini sudah tampak membaik.
Ibu duduk di ranjang rumah sakit. Dia ingin pergi ke suatu tempat.
"Kamu mau ke mana?" Tanya Ayah khawatir.
"Antarkan aku ke kamar mandi yang. Aku ingin buang air kecil." Kata Ibu sambil sedikit menrintih kesakitan, bekas-bekas persalinan kemarin masih terasa.
"Mau aku panggilkan suster? Aku tidak yakin kamu bisa berjalan dengan lancar. Aku harus izin terlebih dahulu yang. Aku takut kamu kenapa-napa."
"Yasudah," ujar Ibu.
"Suster! Suster!" Panggil Si Ayah.
Di lorong yang dipenuhi oleh beberapa orang yang menderita sakit beragam. Ada yang berobat untuk sembuh, dan ada yang menunggu antrean untuk masuk ke ruangan dokter mata, dan ada juga yang menunggu dicek pendengaran mereka yang sudah tidak berfungsi dengan baik. Suster mendengar panggilan tersebut, dan langsung berjalan dengan cepat ke ruangan yang terdengar suara memanggilnya.
"Ada apa ya mas? Astaga Ibu! Jangan dulu berjalan." Kata suster yang langsung mendekat ke ranjang tempat Ibu bersiap untuk pergi beranjak berjalan.
"Sebaiknya Ibu jangan dulu ke mana-mana."
"Kata istri saya, dia ingin ke kamar mandi sus."
"Haduh. Syukurlah kalau begitu. Saya kira tadi Ibu mau pergi berjalan-jalan. Baiklah, mari saya antar. Hati-hati." Kata suster sambil memegang tubuh yang lemah itu.
"Biar saya saja sus."
"Baiklah silahkan. Ayo, saya antar. Pelan-pelan mas." Ayah menggantikan posisi suster yang memegang Ibu. Dia kemudian mengikuti ke mana suster berjalan.
Dengan hati-hati dia menuntun istrinya yang masih dalam keadaan lemah itu. Perlahan Ayah melihat satu persatu juga orang-orang atau pasien yang sedang menunggu panggilan Dokter. Juga beberapa orang-orang seperti orang tua yang sedang mengantar anaknya berobat sakit. Atau sebaliknya ada anak yang mengantar orang tuanya yang sedang berobat. Rumah sakit ini benar-benar terlihat seperti tempat di mana orang-orang punya masalahnya sendiri.
"Hati-hati yang, pelan-pelan saja jangan terlalu terburu-buru." Kata Ayah sambil terus menuntun.
"Ayo sebelah sini mas." Ujar Suster sambil menunjuk salah satu belokan di pertigaan lorong rumah sakit itu.
"Baik sus."
"Hati-hati ya. Infusannya juga jangan lupa dibawa pelan-pelan."
Pagi itu pertama kalinya sejak persalinan selama dua hari terakhir. Ayah bisa melihat istrinya yang kini sudah berjalan normal kembali, meskipun sedikit tertatih-tatih dan pincang jalannya. Tapi itu menjadi sebuah kemajuan yang sangat membuatnya bahagia pagi hari ini.
Di sisi lain juga. Arhan yaitu anak pertama dari mereka masih tertidur pulas di salah satu kursi sofa yang ada di ruangan tempat Ibu dirawat setelah persalinan. Dia masih sangat kecil. Bisa dibilang masih balita, tetapi kini dia sudah menjadi seorang kakak bagi adiknya. Dengan jaket coklat bulu yang tebal, juga dengan kaus kaki yang menyelimuti sepanjang ujung jari jemari sampai pergelangan kakinya. Dia tertidur dengan sangat lelap. Mungkin dia juga lelah karena dua hari persalinan Ibunya. Arhan juga ikut menunggu itu.
Arhan menggeliat-liat hendak terbangun dari mimpi panjangnya. Dan kebetulan saat itu juga Ibu dan Ayahnya sudah kembali dari buang hajat. Arhan sudah terduduk di sofa, menatap ruangan yang lengang tidak ada siapa-siapa. Adakah yang tahu isi hati dari seorang balita berusia 3 tahun itu, yang kini sudah menjadi seorang kakak?
"Arhan. Dia sudah bangun." Kata Ayah sambil terus menuntun istrinya yang kemudian kembali berbaring lemah di ranjang.
"A..yah... Apakah Ibu sudah sehat? Di mana Dede bayinya?" Tanya Arhan dengan sifat polosnya.
"Ibu sudah mendingan nak. Kamu mau sarapan apa? Ayah mau beli sarapan juga sekarang."
Arhan kembali melihat sekeliling. Matanya masih kabur dan sesekali dia menguap. Rupanya rasa kantuk masih menyelimuti.
"Sini. Arhan mau lihat adek kan?" Tanya Ayah.
"Ayo ikut Ayah sambil kita mencari sarapan. Biarkan Ibu beristirahat. Semoga besok sudah bisa pulang." Ayah menggendong putra pertamanya yang polos itu. Dan beranjak pergi dari ruangan tersebut.
Ayah berjalan menuruni tangga pualam yang menuju ke lantai bawah. Dia hendak membeli sarapan untuk buah hati pertamanya tersebut. Dan juga, sekalian sarapan untuk dirinya. Lagi pula, terakhir kali mereka makan adalah kemarin sore. Dan sekarang perut mereka juga sudah keroncongan.
Dan ketika sampainya mereka di parkiran rumah sakit yang sangat luas ini. Ayah langsung berjalan ke luar rumah sakit, yang terlihat dari kejauhan sana, ada banyak sekali pedagang kaki lima seperti, tukang bubur, ketupat, batagor, dan masih banyak lagi makanan yang cukup untuk sarapan pagi ini, mengganjal perut mereka yang sudah kosong melompong dari kemarin sore.
Ayah memilih tukang bubur ayam sebagai tempat dan makanan mereka sarapan pagi ini.
"Ayah. Kita makan bubur?" Tanya Arhan.
"Iya sayang. Nanti habis ini kita kembali lagi ke ruang Ibu." Kata Ayah kemudian berkata ke penjual bubur. "Pak. Buburnya dua ya. Satu dibungkus."
"Satu lagi dibungkus buat siapa Ayah?"
"Buat Ibu sayang. Kan Ibu juga harus makan."
"Ohh." Jawabnya masih dengan wajah yang penuh akan rasa kantuk.
Tak lama setelah itu, makanan mereka datang. Dan langsung menyantapnya selagi panas dan hangat. Ayah mengaduk bubur miliknya. Sementara itu Arhan tidak. Apakah di antara kalian ada yang sama? Tim bubur diaduk atau tidak diaduk?
Setelah mereka menghabiskan makanan. Mereka kembali lagi ke ruangan inap Ibunya.
Ayah berjalan dengan Arhan sambil menuntunnya. Tidak lagi ia gendong. Toh, Arhan juga sudah bisa berjalan meskipun jalannya masih tertatih-tatih sesekali terjatuh dan masih harus dituntun.
Mereka kembali menaiki tangga pualam yang ada di rumah sakit itu. Cahaya matahari juga sudah semakin hangat pagi ini. Tanda bahwa jam sudah berganti menuju lebih siang lagi. Suasana rumah sakit juga masih sama. Dan sekarang ada beberapa orang yang masuk jam besuk. Ada beberapa yang menengok keluarganya yang sedang sakit, ada juga yang melihat orang tuanya.
Sementara itu Ayah dan Arhan terus berjalan ke arah ruangan tempat Ibu dirawat.
Sesampainya di sana, sudah ada Suster dan Dokter yang berdiri sedang mengecek kondisi terbaru dari Ibu hari ini.
"Kondisinya sudah membaik. Sepertinya sekitar dua hari lagi Ibu sudah bisa pulang ke rumah." Ujar Dokter sambil melepas alat tensian dari tangan Ibu.
"Nah. Mas dari mana?" Tanya Suster kepada Ayah dan Arhan yang baru saja kembali dari sarapan bubur.
"Saya baru sarapan dan beli bubur sus."
"Jadi gini Mas. Sekarang kondisi Ibu sudah lebih membaik, semoga saja dua hari lagi sudah bisa pulang. Juga, semoga saja besok sudah bisa. Kita lihat lagi bagaimana keadaannya besok pagi. Kalau dilihat dari kondisi dan keadaan istri mas, besok atau dua hari lagi sudah bisa pulang," ujar Dokter.
"Baik. Terimakasih Dokter. Kalau begitu apa boleh Istri saya makan bubur?" Tanya sang Suami yang membuat istrinya tersebut geleng-geleng.
"Hahaha... Kalau kondisinya baik-baik saja boleh Mas. Tapi sebentar lagi juga Ibu mau kita beri asupan makanan dan vitamin dulu, supaya lebih mantap kondisinya," ujar Dokter.
"Baik kalau begitu terimakasih Dok."
"Yasudah. Saya pergi dulu, harus mengecek pasien yang lain." Kata Dokter sambil menepuk pundak Ayah dan lalu beranjak pergi bersama Suster.
"Tetap jaga kondisinya ya Bu." Ujar Suster yang juga sama-sama beranjak pergi.
Suasana lengang sejenak setelah mereka pergi. Lalu Arhan dituntun Ayahnya untuk duduk di sofa. Dan Ayah juga duduk di kursi dekat ranjang yang menghadap langsung ke istrinya.
"Bagaimana kondisi kamu hari ini yang?" Tanya Ayah.
"Menurutmu?" Ibu bertanya balik.
"Aku masih tidak menyangka bahwa kamu akan sehebat ini. Semoga saja besok kita sudah bisa pulang, dan membawa Al mengenal rumahnya." Usap Ayah kepada lengan dan jemari istrinya yang melemah diselimuti oleh perban infusan dan selangnya, tetapi masih lembut terasa.
Istrinya hanya tersenyum pada suaminya yang selalu setia menemaninya. Suasana kembali berubah menjadi lengang, menyisakan tatapan Arhan dari sofa kepada kedua orangtuanya. Arhan juga kembali melihat sekeliling ruangan yang serba putih itu. Dengan jendela di sebelah kiri yang langsung menghadap ke perkotaan yang padat pagi ini. Untuk anak seusianya yang belum memiliki ingatan atau memori yang kuat. Semoga saja hal ini akan terus teringat hingga dia dewasa kelak.
***
Namun sore itu cuaca berubah menjadi ganas. Petir dan kilat menyambar bersamaan dengan suara gemuruh hujan juga sahutan angin yang kencang. Membuat seluruh kota diobrak-abrik oleh cuaca badai yang buruk tersebut. Ibu masih terbaring di ranjang rumah sakitnya. Ayah juga tertidur lelap di sofa bersamaan dengan Arhan.
Cuaca ini berubah begitu cepat. Tadi pagi sekali, cuacanya begitu sangat cerah, hangat dan panas. Tapi sekarang, kini berubah menjadi badai ganas yang menyelimuti perkotaan.
Ayah terbangun seketika mendengar gemuruh guntur, petir dan hujan yang begitu deras dari jendela kamar di lantai 4 itu. Kemudian Ayah melirik juga anak pertamanya yang sedang tertidur pulas setelah tadi siang dia berubah menjadi lebih aktif sejak beberapa hari yang lalu dia sangat menjadi pendiam. Mungkin sekarang Arhan sudah bisa beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ada di rumah sakit.
Gemuruh riuh. Dan petir menyala di langit sore yang amat gelap. Semua ketakutan seketika menjadi kenyataan. Ketika Ayah sedang melirik dan melihat arah jendela kaca rumah sakit yang langsung menghadap ke arah perkotaan. Tiba-tiba muncul sesuatu anomali aneh yang datangnya dari jendela yang sedang diguyur oleh air hujan yang sangat deras.
Sebuah tubuh transparan keluar dari sana seperti halusinasi yang membuat bulu kuduk Ayah merinding. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini benar terjadi? Atau hanya sekadar mimpi karena ia terlalu lelah atau juga jangan-jangan ini hanyalah halusinasi semata.
Anomali itu seperti tubuh manusia dengan warna transparan juga diselimuti oleh air. Ia melangkah ke arah Ayah yang sedang duduk selepas tidur di sofa. Ayah terus menggosok-gosok matanya. Ia masih berprasangka baik bahwa ini hanyalah halusinasi karena ia kelelahan beberapa hari ini. Ia terus mendekat dan mendekat.
Kemudian tetesan air jatuh dari anomali tersebut, yang menandakan bahwa ini adalah nyata. Melihat hal itu, tanpa berpikir panjang Ayah langsung menggendong Arhan dari sofa. Dan berdiri di dekat Ibu yang masih tertidur pulas. Anomali itu mendekat dan semakin mendekat. Saat-saat terakhir anomali itu semakin dekat dengan Ayah, tiba-tiba dia menyentuh tangan Ayah yang sedang gemetar ketakutan itu. Kemudian, Blasss! Dia menghilang dan menyisakan beberapa genangan air yang membasahi sepertiga ruangan tersebut.
Kejadian aneh yang baru saja ia alami itu merupakan pertanda apa? Ayah masih bingung akan kejadian yang baru saja menimpanya. Syukurlah dia, Arhan dan istrinya baik-baik saja. Kemudian malam pun datang dan hujan badai sudah reda di luar.
***
Dan keesokan harinya cuaca kembali cerah. Dokter dan Suster kembali datang ke ruangan untuk mengecek kondisi Ibu. Dan Dokter mengatakan bahwa ia bersama istrinya sudah bisa pulang sekarang. Sekaligus membawa Al, putra keduanya pulang dari sini.
Ayah kemudian mempersiapkan admistrasi pembayaran dan fasilitas yang sudah mereka pakai beberapa hari ini di rumah sakit. Setelah membayar segala macam administrasi, kemudian ia ke ruangan tempat para bayi-bayi yang baru lahir di tempatkan. Banyak sekali bayi-bayi yang ada di sana. Ada yang baru saja lahir, dan ada beberapa yang sudah didiamkan beberapa hari di sini. Dan kemarin malam adalah pertama kali bagaimana Ibu menyusui putra keduanya yang baru lahir. Dokter dan Suster belum memberikan bayi kepada Ibu sehari yang lalu, karena kondisi Ibu yang masih melemah. Namun kemarin malam adalah pertama kalinya Ibu menyusui Al yang baru lahir.
Sekarang Ayah menggendong putra keduanya itu. Dan langsung pergi mempersiapkan segalanya untuk pulang, membawa barang-barang yang mereka bawa.
Al digendong oleh Suster dan Ayah menuntun istrinya yang kini sudah tampak lancar berjalan. Sementara Arhan juga masih tertatih-tatih perlahan berjalan. Sayang sekali tidak ada keluarga dari mereka yang menengok dan membantu persalinan juga perjalanan pulang. Ini membuat mereka sangat kesulitan.
Namun, sesampainya di mobil. Ayah langsung mendudukan istrinya kemudian Suster juga menyerahkan Al kepada Ibunya.
Ayah, Ibu dan Arhan kemudian berpamitan kepada Suster tersebut dan berterimakasih karena sudah membantu mereka beberapa hari terakhir ini. Suasana kembali bahagia setelah kemarin Ayah mengalami kejadian supernatural yang masih ia takutkan untuk diceritakan pada istrinya yang baru saja melahirkan itu.
-Bersambung-