CELAH YANG LEBIH DALAM

Setelah kesepakatan dibuat, mereka tidak membuang waktu.

Touma berdiri di tengah ruangan, mengulurkan tangannya, lalu menggesek udara. Celah keunguan muncul lagi, kali ini lebih besar dan lebih stabil dari sebelumnya.

"Ini lebih besar dari yang tadi," kata Ritsu, mendekati celah itu. "Apa yang berubah?"

Touma menatapnya sebentar sebelum menjawab, "Aku sengaja memperbesar bukaan agar kita bisa melihat lebih dalam."

Ritsu mengangguk, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. Ia melangkah lebih dekat, memperhatikan isi celah itu dengan saksama.

Di dalamnya, ia melihat sesuatu yang tak mungkin dijelaskan dengan logika dunia tiga dimensi. Objek-objek yang tampak berubah bentuk setiap kali ia mengedip, seolah mereka memiliki sisi lain yang tak bisa ditangkap oleh otaknya. Cahaya yang tidak berasal dari sumber tertentu, bayangan yang tidak mengikuti hukum biasa.

"Jika kita masuk," Ritsu bergumam, "apa yang akan terjadi?"

"Kita akan mengalami dunia dengan satu dimensi lebih tinggi," jawab Touma. "Panca indera kita mungkin akan terpengaruh. Perspektif kita bisa berubah. Waktu mungkin tidak berjalan seperti biasa."

Ritsu menelan ludah. "Tapi kau sendiri belum pernah masuk, kan?"

Touma diam sejenak sebelum berkata, "Belum. Aku hanya bisa membuka celahnya, tapi aku tidak bisa bertahan lama di dalam. Aku membutuhkanmu untuk memahami apa yang ada di sana."

Ritsu merasakan jantungnya berdetak lebih kencang.

Dia dihadapkan pada sesuatu yang selama ini hanya menjadi teori dalam pikirannya. Sekarang, ia memiliki kesempatan untuk membuktikan apakah semua yang ia yakini tentang dimensi keempat benar adanya.

"Jadi… kapan kita masuk?" tanya Ritsu, suaranya penuh tekad.

Touma menatapnya, lalu tersenyum tipis.

"Segera," katanya. "Tapi sebelum itu, kau harus tahu satu hal lagi."

Ia menutup celahnya, lalu bersandar ke meja.

"Aku tidak melakukan ini hanya untuk memuaskan rasa penasaranmu," lanjutnya. "Aku butuh jawaban."

"Jawaban?" Ritsu mengernyit.

Touma menghela napas, lalu menatap lurus ke matanya.

"Aku pernah melihat sesuatu di timeline," katanya dengan suara datar. "Sesuatu yang membuatku bertanya-tanya siapa diriku sebenarnya."

Ritsu menunggu.

"Aku merasa seperti… aku kehilangan sesuatu. Seolah aku seharusnya menjadi seseorang yang berbeda, tetapi sesuatu terjadi dan mengubahku."

Ia mengepalkan tangannya erat.

"Aku ingin tahu apakah aku ini hasil dari pilihan yang salah… atau dari sesuatu yang lebih besar yang mengarahkanku ke titik ini."

Ritsu menatapnya lekat.

Touma menarik napas panjang. "Aku tidak bisa mencari jawabannya sendirian. Itulah kenapa aku butuh seseorang yang bisa membantuku memahami struktur realitas. Seseorang yang bisa melihat lebih jauh dari yang bisa kulihat."

Ia menatap Ritsu dengan intens.

"Dan kau adalah orang itu."

Ruangan terasa hening.

Ritsu merasakan tekanan yang berat di dadanya. Ini bukan sekadar eksplorasi akademis. Apa yang mereka hadapi bisa lebih besar daripada yang ia bayangkan.

Tapi justru karena itu, ia semakin tertarik.

Dengan napas dalam, ia berkata:

"Baiklah. Aku akan membantumu."

Touma tersenyum samar.

"Kalau begitu," katanya sambil kembali mengangkat tangannya. "Mari kita masuk."