Ritsu menatap Touma lekat-lekat. Pertanyaannya tadi masih menggantung di udara.
"Apa kau benar-benar siap meninggalkan dunia ini, meski hanya sesaat?"
Jawabannya sudah jelas. Tentu saja.
"Aku siap," jawabnya mantap.
Touma mengangguk pelan. "Bagus. Tapi sebelum kita melangkah lebih jauh, kau harus tahu satu hal."
Ritsu menyilangkan tangan. "Apa?"
Touma menarik napas, lalu bersandar ke meja dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Aku tidak melakukan ini hanya untuk membantumu. Aku punya alasan sendiri."
Ritsu menyipitkan mata. "Jadi, apa maumu?"
Touma menatapnya sebentar, lalu berkata dengan suara yang lebih rendah, nyaris seperti bisikan, "Aku butuh partner."
Ritsu mengerutkan kening. "Partner?"
"Ya. Aku bisa membelah dimensi, tapi itu bukan kemampuanku yang sebenarnya," jelas Touma. "Kekuatan asliku adalah menembus timeline—mengakses kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam alur waktu lain."
Ritsu menahan napas. Timeline?
Touma melanjutkan, "Tapi ada batasan. Aku tidak bisa masuk terlalu dalam sendirian. Jika aku mencoba menjelajah terlalu jauh, aku bisa kehilangan jejak realitasku sendiri. Itu sebabnya aku butuh seseorang yang bisa memahami konsep ini sebaik aku. Seseorang yang bisa membantuku menavigasi dimensi dan waktu."
Ia menatap Ritsu dengan tajam.
"Dan aku memilihmu."
Ritsu merasa tenggorokannya mengering. Semua ini terlalu banyak untuk dicerna sekaligus.
"Dengan kata lain," lanjut Touma, "aku membantumu menjelajahi dunia 4D, dan kau membantuku menjelajahi timeline. Kesepakatan yang adil, bukan?"
Ritsu terdiam sejenak. Ia mencoba menimbang tawaran ini.
Selama ini, ia selalu sendirian dalam obsesinya. Tidak ada yang percaya padanya, tidak ada yang mau mendengarkan. Tapi sekarang, ada seseorang yang tidak hanya memahami teorinya, tapi juga bisa mewujudkannya.
Dan lebih dari itu…
Touma berbicara tentang timeline.
Kemungkinan-kemungkinan alternatif, realitas lain yang bisa terjadi, dunia yang seharusnya ada tetapi tidak pernah menjadi nyata.
Jika ia menerima tawaran ini, ia tidak hanya akan menjelajahi dimensi keempat, tetapi juga melihat dunia dari sudut yang lebih luas daripada yang pernah ia bayangkan.
Akhirnya, Ritsu tersenyum.
"Kedengarannya menarik," katanya. "Aku setuju."
Touma menatapnya beberapa detik, lalu mengulurkan tangan.
Ritsu menjabatnya tanpa ragu.
Kesepakatan mereka telah dibuat.