Murong Jiu kembali terperangkap dalam mimpi buruk.
Sudah lama sekali sejak ia bermimpi tentang kedua anaknya.
Kali ini, ia melihat mereka dalam mimpinya.
Kakak beradik itu, kecil dan rapuh, pucat seperti hantu, berpegangan tangan seolah terpisah darinya oleh sebuah tirai tipis, berdiri di hadapannya.
Ia mengejar mereka, tapi mereka tiba-tiba menghilang.
Kemudian ia mencari dan terus mencari, seakan menyisir seluruh langit dan bumi, namun tak bisa menemukan jejak mereka.
Ia berteriak keras, hanya untuk menyadari bahwa ia tak bisa mengeluarkan suara apapun.
Akhirnya, sepertinya ia melihat sesosok bayangan, ia ingin berlari tapi tak punya tenaga; kakinya terasa seolah diisi timah, terlalu berat untuk digerakkan.
Kecemasan, ketidakberdayaan, penderitaan—semua emosi ini menenggelamkannya lebih dalam ke mimpi buruk, enggan melepaskannya pergi.
"Bangunlah, Ah Jiu, bangunlah."