Sebastian

"Kenapa memandangi seperti itu? Apa kau kaget karena melihat kelemahanku? Kau pasti senang bukan melihat aku seperti ini?" tanya Sebastian dengan senyum kecut.

Laras mengerjapkan mata. Pandangannya tertuju pada tangan Sebastian yang tetap bergetar. "Tidak, aku malah merasa kagum," jawab Laras singkat. "Kau hebat tidak menggunakan kekerasan. Aku bangga padamu."

Sebastian diam, mungkin sebab kelelahan. Gino datang dan memberikan air putih pada Tuannya. "Sebaiknya kau istirahat Laras, aku pun lelah sebab hari ini aku terlalu banyak berpergian."

Pria itu bersama Gino kemudian berjalan menuju lantai kedua. Tak lama Laras ikut juga memasuki kamar. Meski ada perdebatan untuk malam ini tapi setidaknya Laras tahu ada kemajuan yang dibuat oleh Sebastian.

***

Aku bangga padamu.

Sebastian membuka mata, melihat langit-langit kamar. Dia menarik napas panjang sebelum akhirnya beranjak dari ranjang. Ketukan pintu yang sudah dia dengar membuatnya mendecak.

Dia membuka pintu menemukan Laras sudah berpakaian rapi. "Mau ke mana kau? Aku sudah bilang kau tak boleh berpergian tanpa seizinku. Apa hanya karena aku sudah tidak tegas padamu jadi kau bertindak seenaknya?" tanya Sebastian ketus.

"Siapa bilang aku mau pergi sendiri, ayo bersiap. Ini hari minggu, itu berarti kau pasti kosong. Ayo kita jalan-jalan. Aku ingin sekali berbelanja dan makan bakso langgananku."

"Bersamaku? Kenapa harus aku?" protes Sebastian.

"Tch, sudahlah jangan banyak tanya bersiap saja. Nanti aku akan menunggumu di teras. Harus cepat ya." Laras kemudian berjalan menjauh meninggalkan Sebastian yang kebingungan.

Dia ingin beristirahat dari kencannya dan masalah kemarin. Kenapa Laras ingin mengajaknya pergi? Wanita itu bukan bosnya tapi seenaknya saja mengatur Sebastian.

Sebastian keluar dari mansion menemukan Laras sudah duduk di salah satu mobil milik bosnya itu. Hari ini dia akan mengemudikan henda itu. "Kau tahu cara mengendarai mohil?" tanya Sebastian yang baru saja masuk ke dalam mobil.

"Ya, jangan khawatir." Laras kemudian menyalakan mobil dan mulai mengeluarkan mobil dari halaman depan mansion. Setelah agak lama mereka akhirnya sampai di pasar tradisional.

"Kupikir kita akan ke mal."

"Siapa bilang kita ke mal? Aku tidak punya uang banyak makanya aku belanja di sini jauh lebih hemat ayo turun."

Sebastian memasang wajah masam tapi ikut turun dan mengikuti Laras yang kini berbincang dengan seorang pria tua. Keduanya kemudian masuk ke dalam sebuah jalan di mana setiap sisinya berada toko kecil yang menjajakan baju dan mainan.

Laras langsung masuk ke dalam sebuah toko dan bersemangat mencari sebuah topi yang cocok untuknya. Sebastian pun ikut namun duduk di lantai hanya menunggu Laras selesai berbelanja.

"Tuan," panggil Laras. Sebastian menoleh, dia mendapati Laras mengenakan sebuah baju yang rencana akan dibeli. "Bagus tidak untukku?" tanya Laras.

"Tidak." Sebastian menjawab dengan malas.

Laras mengerucutkan bibir. Dia kemudian menarik Sebastian berdiri dan meminta penjual untuk memperlihatkan beberapa baju yang cocok untuk pria itu.

"Tidak usah kenapa harus repot-repot. Aku tidak memintamu untuk membelikanku baju atau pun aksesoris." Lagi Sebastian protes.

"Uang ini harus dihabisin sayang sekali kalau ada sisa." Tepat saat itu juga Sebastian langsung sadar. Bukankah ponsel dan dompet Laras ada padanya, sudah pasti dia tak akan bisa punya uang.

"Ini uang siapa? Kau minta pada siapa?" tanya Sebastian tak sabaran.

"Ya uang Tuan Gino aku bilang mau ajak Tuan untuk pergi cari hiburan ya aku dikasih uanglah sama Tuan Gino. Dia baik sekali, kan?" Laras menyunggingkan senyum tanpa rasa bersalah.

"Laras kalau kamu tidak ada uang bilang kita bisa ke bank dulu buat narik tunai." Sebastian berucap dengan raut wajah tak percaya.

"Tak sempat nantinya Tuan tak mau pergi bersamaku." Pada akhirnya Laras kemudian menyuruh Sebastian untuk mencoba beberapa baju. Dengan badan tinggi, wajah tampan semuanya begitu cocok.

Bahkan penjualnya ikut terpukau dengan Sebastian yang masih terlihat keren bahkan dengan kaus yang murah. Laras lantas memborong beberapa baju untuknya dan Sebastian. Ia juga membeli beberapa aksesoris seperti sepatu dan tas.

Sebastian hanya memperhatikan Laras dan kadang-kadang dia menghentikan wanita itu sebab menawar barang dengan harga yang jauh lebih murah dari harga aslinya.

"Eh kita pergi ke pantai dekat sini sekalian makan siang. Bagaimana?" tanya Sebastian.

"Boleh tapi aku yang mengemudi sekarang." Laras setuju saja dengan permintaan Sebastian. Beberapa menit mereka kemudian berhenti sebentar di sebuah mesin ATM yang mana pria itu langsung menarik tunai sejumlah uang.

Dia kemudian masuk dan memberikan sejumlah uang untuk Laras. "Apa ini?" tanya Laras tak mengerti.

"Itu uangmu sekarang. Kau tak usah kembalikan uang Gino, aku sudah transfer uangnya."

"Kok gitu? Aku bisa kok mengembalikannya."

"Terlalu lama." Mobil kembali bergerak menuju pantai dan sampai di sana mereka memilih sebuah restoran yang menghadap ke pantai.

Keduanya menghabiskan waktu dalam diam. Laras sibuk mengambil gambar lain hal dengan Sebastian yang tidak mengatakan apapun dan duduk menatap Laras dari kejauhan. Semilir angin yang bertiup lembut, deburan ombak serta matahari perlahan terbenam menciptakan rasa damai.

Sebastian menarik napas dalam-dalam. Dia mengingat kejadian semalam dan mencoba untuk melupakan segala yang ada. "Bagaimana perasaanmu?" tanya Laras. Entah sejak kapan wanita itu berada di dekat Sebastian.

"Oh, aku mengerti sekarang. Kau sengaja kan membawaku jalan-jalan agar bisa menenangkan pikiran?" terka Sebastian lantas dibalas oleh Laras dengan tersenyum.

"Kalau aku bilang aku mengajak untuk menghibur Tuan, Tuan pasti tak mau. Biar pun kita saling kenal tapi aku tahu Tuan akan bersikap semuanya baik-baik saja. Mencari kesibukan dengan mengurus beberapa file, itu tak baik. Tuan juga harus menikmati waktu dengan tenang tanpa ada beban pikiran."

Sebastian diam namun membenarkan dalam hati tiap ucapan Laras. "Mulai sekarang kalau Tuan punya masalah, Tuan bisa minta aku menemani Anda. Mau Tuan keluar negeri, naik gunung atau hanya sekedar berdiam diri di rumah, aku akan tetap berada di sisi Tuan...." Laras lantas berhenti. Dirinya sadar jika Sebastian tak melepas pandangannya sekali pun dengan senyum yang tak tertahan. Entah apa arti senyum itu.

"Sebagai teman," lanjut Laras bergumam.

"Teman? Mana ada teman yang memanggil teman lainnya sebagai Tuan." Sebastian menyindir, mengingat bahwa Laras selalu memanggap Sebastian adalah majikan.

"Ya karena kau menggajiku. Masa iya aku harus memanggilmu pakai nama nanti kau akan marah karena tidak sopan," balas Laras ketus dengan raut wajah cemberut.

Senyum yang tertahan itu kini mengembang. "Kalau begitu kau bisa panggil aku sesukamu, kau tak perlu memanggilku dengan sebutan Tuan lagi."

"Benarkah?" Laras otomatis menoleh pada lelaki itu kemudian disambut anggukan.

"Gajiku tidak akan kau potong?"

"Kau sudah bekerja keras jadi Bulan ini sesuai janjiku kau akan dapat gaji dan bonus sesuai dengan kontrak kita." Laras memekik kegirangan. Dia sangat ingin memeluk seseorang sekarang tapi tak bisa melakukannya sebab hanya ada Tuannya itu selain meloncat-loncat kecil di depan Sebastian.

"Terima kasih Sebastian." Senyum pria itu menghilang berganti dengan tatapan bingung.

"Sebastian? Tapi namaku..."

"Aku sudah putuskan aku akan memanggilmu Sebastian."

"Tapi kenapa harus Sebastian?"

"Karena kau cocok dengan nama itu."