Bab 1: Awal dari Kegelapan

Bab 1 – Awal dari Kegelapan

Malam itu, salju turun pelan di wilayah paling utara Land of Dawn. Anginnya dingin banget—menusuk sampai ke tulang. Di tengah kegelapan yang sepi, cuma satu tempat yang masih terang: Menara Es, tempat tinggal Aurora, si ratu dingin.

Biasanya, daerah ini tenang. Tapi malam itu, ada yang beda.

Langit tiba-tiba retak. Iya, retak, kayak kaca dilempar batu. Dari sana keluar kabut ungu pekat, ngejalar ke mana-mana, terus... muncul makhluk-makhluk aneh. Tingginya dua meteran, badannya hitam legam, matanya nyala merah kayak bara api. Suaranya? Serem banget. Kayak suara napas terakhir.

“Enggak salah nih...” bisik Aurora, berdiri di balkon atas menaranya.

Matanya menatap celah hitam yang makin besar di langit. Tangannya langsung refleks ngangkat tongkat es-nya. Dalam sekejap, puluhan kristal es muncul di sekelilingnya. Udaranya makin dingin.

“Ini... Abyss. Mereka balik lagi?”

Dua tahun yang lalu, para pahlawan udah berhasil nutup portal Abyss terakhir. Semua udah tenang. Tapi sekarang? Kok bisa muncul lagi? Siapa yang ngebuka portalnya?

Aurora mengatupkan bibirnya rapat. Wajahnya dingin—kayak biasa. Tapi di dalam hatinya, dia tahu: kalau ini enggak segera dihentikan, bakal kacau banget.

Dia menatap langit sekali lagi, lalu bilang pelan,

“Gue harus kasih tahu yang lain...”

---

Beberapa ratus kilometer dari situ, di sisi barat Land of Dawn, suasana masih santai. Kota pelabuhan Moniyan lagi adem-adem aja. Malam cerah, suara ombak tenang, dan di dermaga banyak warga lagi nongkrong sambil makan sate gurita.

Di atas salah satu bangunan tinggi, seorang cowok berdiri sendirian.

Rambutnya pirang, matanya tajam, dan di punggungnya ada pedang gede banget. Siapa dia?

Yup, Alucard.

Cowok itu lagi ngelamun sambil lihat langit malam. Tapi tiba-tiba, dia ngerasa sesuatu aneh. Kayak hawa gelap ngejalar dari timur laut.

Alucard langsung nyengir tipis. “Yah, masa damai-nya kelar, nih.”

Dia lompat dari atap tanpa takut, mendarat mulus di gang sempit, terus langsung cabut ke arah gerbang kota. Langkahnya cepet, tapi matanya tetep fokus.

“Nggak salah lagi. Itu aura Abyss,” gumamnya. “Aurora pasti butuh bantuan.”

---

Di tempat lain lagi—di tengah hutan lebat, suara jurus blade storm bergema keras. Pohon-pohon tumbang, tanah kebelah. Dan di tengah semua itu, berdiri seorang cowok pakai armor biru dan tombak panjang.

Namanya Zilong.

Dia lagi latihan kayak biasa. Tapi kali ini, dia ngerasa ada yang ganggu.

Seketika, angin hutan berubah jadi berat. Daun-daun kayak berhenti bergerak. Bahkan burung-burung diem, enggak ada yang berkicau.

Zilong berhenti bergerak. Napasnya pelan. Dia tatap langit, dan matanya langsung menyipit.

"Gelombang kegelapan... lagi-lagi mereka."

Dia narik napas panjang, ngangkat tombaknya, dan bersiap. "Kalau memang mereka balik, gue enggak akan tinggal diam."

---

Malam itu, di penjuru Land of Dawn, satu per satu pahlawan mulai ngerasa hal yang sama. Ada yang bangkit dari kegelapan. Dan kalau mereka enggak bersatu sekarang, dunia bisa hancur lebih cepat dari yang mereka kira.

Tapi masalahnya bukan cuma soal kekuatan. Karena di antara semua pahlawan yang akan berkumpul... mungkin ada satu yang punya niat tersembunyi.

Yang bakal ngebalikin keadaan.

Yang mungkin... justru jadi musuh mereka yang paling berbahaya.