Bab 1: Makam Hidup

Li Zhen masih berusia 8 tahun ketika dilemparkan ke Kawah Abadi, tempat di mana tubuh-tubuh hidup dikubur sebagai korban ritual. Ia masih bisa mendengar jeritan jiwa-jiwa yang meratap dalam tanah.

Di situlah ia disegel.

Di situlah tubuhnya membusuk, tapi kesadarannya tetap hidup selama 9 tahun.

Setiap hari ia merintih, menangis, lalu tertawa dalam kegilaan.

Sampai suatu hari, bisikan itu datang.

“Anak kutukan… jika kau ingin balas dendam… buka matamu dan terima warisan kami—Para Raja Terbelenggu dari Dunia Neraka.”

Dan Li Zhen membuka matanya untuk pertama kali… dengan darah yang mendidih dan jiwa yang membara.

---

Warisan yang ia terima bukanlah kekuatan biasa.

Ia tak bisa berkultivasi seperti manusia lainnya. Tapi ia bisa menyedot penderitaan, mencuri luka, merekam kutukan, dan menyatu dengan keputusasaan dunia.

Setiap luka yang ia derita, menjadi sumber kekuatannya.

Setiap orang yang mencelanya, akan menjadi bahan bakarnya.

Ia menyebut tekniknya:

“Darahku adalah Kutukan Dunia, Sumsumku adalah Dendam Leluhur.”

---

Li Zhen tidak ingin keadilan. Ia ingin pengakuan atas derita, dan balas dendam dengan penderitaan yang setimpal.

Sekte Langit Suci.

Sekte Cahaya Murni.

Sekte Sembilan Surga.

Mereka semua akan dibakar oleh nyala api yang mereka ciptakan sendiri.

Namun dunia tak tinggal diam. Mereka menjulukinya:

“Anak Iblis dari Neraka Ketujuh.”

“Kutukan Berjalan.”

“Yang Memikul Seribu Jiwa.”

Tapi Li Zhen tidak peduli.

Karena ia tak menginginkan dunia. Ia hanya ingin mereka merasakan sakit seperti yang ia rasakan… atau lebih buruk.