Angin pagi menyusuri lembah desa Qianlou dengan tenang, mengangkat debu dan aroma tanah basah yang akrab. Desa ini, jauh dari hiruk-pikuk ibu kota Kekaisaran Langit Selatan, hanyalah titik kecil di peta dunia yang luas—terlalu kecil untuk diperhatikan oleh siapa pun, kecuali para penghuninya sendiri.
Di tengah desa, seorang pemuda berdiri di belakang rumah kayu yang setengah runtuh. Tubuhnya kurus, kulitnya pucat, dan matanya mengandung kelelahan yang seperti tak pernah pergi. Dia adalah Li Shen, anak yatim yang diasuh oleh seorang kakek tua yang dulunya tukang besi, Tuan Mu.
Semua orang di desa tahu satu hal tentang Li Shen—dia tidak punya Qi.
Di dunia ini, kekuatan adalah segalanya. Mereka yang dapat merasakan dan mengalirkan Qi akan dilatih menjadi kultivator, naik dari dunia bawah ke langit tinggi, membawa kehormatan untuk keluarga dan desa. Tapi Li Shen? Sejak kecil, dia gagal menyentuh kekuatan itu. Tak peduli berapa banyak dia mencoba menyerap Qi dari langit dan bumi, tubuhnya tetap sunyi. Diam. Kosong.
“Aku tahu kau akan mencoba lagi hari ini.” Suara serak kakek Mu terdengar dari balik rumah. “Tapi jangan paksa tubuhmu, Nak. Kau sudah demam tiga hari minggu lalu.”
Li Shen hanya mengangguk kecil. Tangannya tetap dalam posisi meditasi, telapak menghadap ke atas. Dia duduk di atas batu lapuk, napasnya teratur, mencoba menarik Qi dari udara sekitar. Tapi seperti biasa, tak ada yang masuk. Hampa.
"Aku tidak bisa menyerah," gumamnya, nyaris tak terdengar. "Kalau aku menyerah... aku cuma akan jadi beban."
Kakek Mu hanya diam. Dia tahu pemuda ini keras kepala, melebihi siapa pun. Tapi bukan karena ambisi. Karena rasa takut. Takut ditinggalkan. Takut tidak berarti apa-apa.
---
Hari Ujian Roh Qi
Satu-satunya harapan bagi anak-anak di desa datang tiap tahun — Ujian Roh Qi, sebuah ritual yang mengukur potensi Qi dalam tubuh. Setiap anak yang berhasil menyalakan batu penguji akan dikirim ke akademi milik Kekaisaran. Tapi yang gagal… akan tetap jadi rakyat biasa seumur hidup.
Pagi itu, alun-alun desa penuh. Semua berkumpul. Bahkan tetua desa datang langsung. Di tengah, berdiri seorang pria berumur empat puluhan dengan jubah biru langit yang berlapis simbol naga — Master Gu, seorang kultivator tingkat Menara Ketiga.
“Anak-anak,” ucap Master Gu lantang, “Hari ini kalian akan tahu apakah darah kalian cukup kuat untuk naik ke Langit. Satu per satu, sentuh Batu Roh ini dan biarkan Qi dalam tubuh kalian berbicara.”
Satu per satu, anak-anak maju.
Han Wu, pemuda berbakat desa, menyentuh batu — dan cahaya merah menyala terang.
“Qi Api tingkat tinggi!” seru Master Gu kagum. “Hebat!”
Sorakan terdengar. Han Wu melirik ke arah Li Shen dengan senyum sinis. Sejak dulu, dia senang merendahkan bocah lemah itu.
Beberapa anak lain mendapat hasil yang cukup baik. Qi Tanah, Qi Air, bahkan satu Qi Angin.
Sampai akhirnya… giliran Li Shen.
Semua mendadak hening. Beberapa orang menahan tawa. Seorang ibu berbisik pada anaknya, “Lihat baik-baik, begitulah jadinya kalau kau tak berguna.”
Li Shen melangkah pelan. Napasnya berat. Keringat dingin mengalir, bukan karena gugup… tapi karena hatinya ingin sekali membuktikan sesuatu. Hanya sekali saja, dia ingin dunia ini tidak menganggapnya sia-sia.
Tangannya menyentuh Batu Roh.
.
.
.
Tak terjadi apa-apa.
Sepuluh detik…
Dua puluh detik…
Han Wu tertawa pelan. “Lagi-lagi gagal, serangga kecil.”
Master Gu hendak membuka mulut, tapi tiba-tiba…
WUUUUUNG!
Batu itu… bergetar. Retakan halus muncul di permukaannya. Suara aneh bergema, seperti nyanyian dari dunia lain. Lalu...
CRAAAAACK!!
Batu itu pecah! Cahaya ungu keemasan meledak ke langit seperti petir membelah awan. Angin menggila, langit berputar sejenak.
Master Gu terlempar dua langkah ke belakang. “I-Ini… ini Qi tingkat Langit?! Tidak mungkin! Bahkan bukan… ini Qi Asal! Qi dari Langit Ketujuh!”
Orang-orang panik. Ada yang sujud, ada yang menjerit. Tapi Li Shen… berdiri terpaku, matanya membara untuk pertama kalinya dalam hidupnya.
Di dalam dirinya, sebuah suara bangkit. Tua. Dalam. Menakutkan.
> “Darah yang tertidur… kini terbangun. Jalanmu tidak lagi berada di bumi, Li Shen… kau adalah kunci dari Langit Ketujuh.”