Dua minggu berlalu. Sekte Langit Beku kini ramai dengan persiapan Ujian Labirin Es—ritual berdarah yang hanya diikuti oleh murid pilihan, dan yang gagal… sering tak pernah kembali.
Leng Wuxian berdiri di tepi jurang besar di ujung utara sekte. Di hadapannya, formasi segel es kuno memutar lambang-lambang misterius. Di balik segel itu, terhampar Labirin Es—wilayah bawah tanah yang hidup, berubah, dan memburu siapa pun yang masuk.
“Yang bertahan hidup akan diangkat sebagai murid inti. Yang mati… akan dikenang dalam es,” ujar Tetua Qian, dingin.
Dua puluh murid berdiri sejajar. Beberapa dari mereka menatap Wuxian dengan jijik, lainnya dengan rasa takut. Ia tetap diam.
Di sampingnya, Bai Renshu—murid berwajah dingin dengan mata tajam seperti salju—berbisik, “Jangan tersesat di dalam, bocah darah asing.”
Wuxian menatap lurus. “Aku tak pernah butuh petunjuk dari orang yang akan tertinggal.”
1. Masuk ke Dalam Dingin
Formasi aktif. Segel terbuka. Angin dingin yang menusuk tulang menerpa wajah mereka.
Satu per satu murid masuk ke dalam, dan begitu Wuxian melangkah melewati batas segel, ia langsung disambut lorong es yang terus berubah bentuk. Tembok bergerak, suara-suara samar terdengar. Di kejauhan, bayangan makhluk roh bergerak di antara kabut.
Tiba-tiba, es di bawah kaki Wuxian retak. Ia lompat ke depan, tapi sebuah duri es muncul dari sisi dan hampir menembus dada.
Refleksnya meningkat. Ia mengaktifkan formasi kecil dari gulungan darah, membelokkan duri itu ke arah lain.
Suara sistemik muncul di kepalanya.
“Formasi Darah Tingkat I: Aktif. Sinkronisasi dengan Warisan Belum Sempurna: 12%.”
Wuxian mengerutkan dahi. "Warisan belum sempurna…?"
2. Serangan dari Bayangan
Di persimpangan gelap, ia bertemu dua murid lain—terluka, tapi masih hidup. Mereka memohon bantuan. Tapi saat Wuxian mendekat, senyum mereka berubah dingin.
“Maaf, Leng Wuxian… ada harga untuk jadi pemenang.”
Mereka menyerang serentak. Tapi Wuxian sudah siap. Ia menciptakan tombak es dari udara tipis, dan menusuk ke arah tanah—mengaktifkan formasi bayangan.
Tiba-tiba mereka diselimuti kabut hitam berdarah.
Satu tebasan.
Satu jeritan.
Hening kembali.
Wuxian berdiri di atas mayat dua pengkhianat. Tak ada ampun.
3. Rahasia Labirin
Setelah beberapa jam berjalan, ia tiba di ruangan besar dengan simbol kuno terpahat di lantai es.
Di tengah ruangan berdiri sebuah altar, dan di atasnya... setengah gulungan lain—identik dengan milik ibunya.
Matanya membelalak. Ia perlahan mendekat, tapi formasi pelindung memblokir langkahnya.
Suara samar muncul dari balik altar, seperti suara seorang wanita tua:
> “Anak darah beku… kau belum siap. Tapi jejakmu sudah ditakdirkan. Bila dua gulungan bersatu… dunia akan tahu siapa kau sebenarnya.”
Wuxian mengepalkan tangan. “Aku tak peduli takdir. Aku hanya ingin kebenaran… dan kekuatan untuk bertahan.”
Formasi melemah sejenak. Gulungan itu bergerak, dan menyatu ke dalam gulungan miliknya. Sebuah cahaya merah es meledak—menerangi seluruh lorong.
4. Dikejar Bayangan
Namun suara langkah muncul. Bai Renshu dan satu murid kuat lain muncul dari sisi gelap.
“Sepertinya kau menemukan sesuatu… yang seharusnya jadi milik kami.”
Mereka menyerang tanpa peringatan. Formasi mereka lebih tinggi. Tapi Wuxian kini berbeda.
Dengan satu gerakan tangan, ia membekukan udara. Tombak darah dan angin es menyatu. Ia mengaktifkan Mode Warisan Level II.
> “Sinkronisasi meningkat: 35%... Teknik aktif: Es Berdarah Membelah Langit.”
Satu tebasan. Aura merah membentuk sayap es di punggungnya. Serangan menghantam Bai Renshu dan melemparkannya puluhan meter ke belakang.
Murid lain langsung pingsan.
Bai Renshu... menatap penuh amarah. “Kau... monster.”
Wuxian hanya menatap dingin.
“Aku hanya mulai… membalas dunia.”