ledakan gamma

Sejak terjadinya peristiwa Big Bang sekitar 13 miliar tahun yang lalu, bukan hanya materi yang pertama kali terbentuk dari titik singularitas yang tak terhingga padat dan panas—tetapi juga ruang dan waktu itu sendiri mulai mengembang secara bersamaan. Dari ketiadaan, keduanya menjalar dan merambat dalam sebuah pola ekspansi yang terus bergerak tanpa henti hingga hari ini. Dalam sekejap yang tidak dapat dipahami oleh persepsi manusia, segala sesuatu yang kini membentuk semesta muncul dalam bentuk energi, materi, gaya-gaya dasar fisika, dan dimensi ruang yang belum pernah ada sebelumnya.

Fenomena kosmik ini bukan hanya menandai permulaan dari segalanya. Ia adalah pemicu kelahiran seluruh struktur eksistensi, api pertama yang menyalakan serangkaian proses kompleks—reaksi nuklir, gravitasi, pendinginan materi, hingga rotasi dan pembentukan awan-awan gas raksasa—yang kelak akan membentuk ribuan bintang baru dan galaksi-galaksi dalam jumlah yang tak terhitung. Dalam ledakan maha besar tersebut, lahirlah juga kekuatan-kekuatan luar biasa yang menjadi pondasi awal alam semesta, suatu sistem besar dan kompleks yang menjadi latar bagi segala sesuatu yang pernah dan akan ada.

Proses ekspansi semesta ini melahirkan struktur kosmos dalam skala yang luar biasa besar. Tidak hanya luas dalam dimensi ruang, tetapi juga dalam spektrum energi yang dilepaskan. Energi tersebut jauh melampaui kekuatan dari bintang-bintang yang kini kita lihat berkelip di langit malam. Cahaya yang indah di malam hari itu hanya sisa kecil dari ledakan-ledakan kosmik purba yang dulu pernah terjadi. Dalam sudut pandang fisika teoretis, peristiwa Big Bang adalah guncangan besar terhadap hukum kosmik yang sebelumnya tidak eksis, dan kehadirannya menghadirkan misteri besar yang masih diteliti oleh fisikawan modern hingga hari ini.

Salah satu fenomena paling destruktif yang lahir dari berbagai proses ekstrem dalam sejarah semesta dikenal sebagai ledakan sinar gamma, atau secara ilmiah disebut sebagai gamma-ray burst. Ini bukan sekadar peristiwa energi tinggi biasa, melainkan bentuk pelepasan energi paling ekstrem yang tercatat dalam ilmu astrofisika. Ia memiliki kekuatan untuk mengalahkan total gabungan energi seluruh galaksi, dan semuanya terjadi hanya dalam satu ledakan tunggal.

Dampaknya sangat dahsyat. Jika sinar gamma tersebut melintasi suatu sistem bintang yang dihuni oleh kehidupan, maka tidak akan ada apa-apa yang tersisa. Tidak akan ada atmosfer yang mampu bertahan, tidak akan ada sel makhluk hidup yang dapat lolos. Sinar tersebut adalah kehancuran murni dalam bentuk radiasi elektromagnetik paling energik yang dikenal umat manusia. Ia tidak berbentuk dan tidak bersuara, tapi efeknya adalah penghapusan total.

Radiasi dari ledakan sinar gamma memiliki efek biologis yang tidak bisa dianggap remeh. Ia dapat menyebabkan kerontokan rambut secara masif, kerusakan jaringan tubuh yang mendalam, peningkatan risiko kanker, dan bahkan mutasi genetik ekstrem yang mustahil untuk diatasi oleh sistem kekebalan biologis manapun. Tidak ada teknologi medis saat ini yang dapat menahan atau membalikkan dampaknya. Dalam satu ledakan yang hanya berlangsung antara 2 hingga 15 detik, dilepaskan jutaan hingga miliaran foton bertenaga tinggi ke segala penjuru ruang. Energinya melebihi jumlah energi yang dipancarkan oleh Matahari selama seluruh masa hidupnya—sekitar 10 miliar tahun—dan itu hanya dalam hitungan detik.

Ledakan sinar gamma bukan sekadar ledakan biasa. Ini adalah mesin penghancur galaksi, kekuatan terbesar dan paling brutal yang pernah ditemukan di alam semesta. Ia muncul secara tiba-tiba, tanpa pola yang dapat diprediksi, dan tanpa tanda awal yang dapat dideteksi secara langsung dari jarak jauh. Ia adalah entitas kosmik yang membinasakan, tidak memberi waktu bagi apapun untuk bertahan atau melindungi diri.

Walaupun sangat jarang terjadi, ledakan sinar gamma muncul secara acak di seluruh penjuru kosmos. Tidak ada area yang aman sepenuhnya. Andai saja satu ledakan mengarah tepat ke sebuah galaksi yang memiliki kehidupan, maka seluruh sistem bintang, planet, dan makhluk hidup di dalamnya akan lenyap dalam sekejap, tanpa bekas.

Faktanya, Galaksi Bima Sakti—rumah bagi Tata Surya dan planet Bumi—pernah berada di jalur sebuah ledakan sinar gamma. Dalam konteks skala galaksi, itu adalah peristiwa yang sangat dekat. Namun, untuk alasan yang belum sepenuhnya dapat dijelaskan, entah karena perubahan arah, pembelokan energi, atau intervensi kosmik yang belum dipahami, Bima Sakti tetap utuh. Ia seolah menolak untuk dihancurkan oleh kekuatan paling brutal di semesta. Tidak ada retakan. Tidak ada luka. Ia tetap berdiri.

Pada 29 April 1942, di suatu titik yang berjarak sekitar 20 juta tahun cahaya dari Bumi, sebuah bintang neutron mengalami kehancuran total. Ledakan yang terjadi tidak hanya menghancurkan bintang itu sendiri, tetapi juga memicu tabrakan energi dalam skala luar biasa besar yang menghasilkan ledakan sinar gamma. Radiasi memancar selama 15 detik, menembus ruang antargalaksi, dan menyapu beberapa galaksi dalam jalurnya, termasuk NGC 253 dan NGC 6946. Untungnya, galaksi Bima Sakti berada cukup jauh untuk terhindar dari dampak langsung.

Namun ketenangan itu tidak bertahan lama.

Pada 16 April 2001, teleskop luar angkasa milik NASA mendeteksi sebuah kilatan cahaya kuat yang muncul dari kedalaman ruang antargalaksi. Kilatan itu tidak biasa. Energinya sangat tinggi, dan kecepatannya mendekati batas maksimum yang diizinkan oleh hukum fisika. Objek tersebut diduga merupakan sinar gamma dari ledakan baru, dan arah gerakannya—menuju langsung ke Galaksi Bima Sakti.

Kekhawatiran langsung menyebar ke berbagai badan antariksa dunia. Ilmuwan dari NASA, Rusia, China, dan negara-negara besar Eropa segera berkumpul dalam sebuah rapat darurat di Washington. Salah satu ilmuwan utama, Dr. Anton Jhomes, yang telah mendedikasikan hidupnya untuk mempelajari dan menjaga stabilitas kosmos demi perlindungan umat manusia, menyerahkan laporan observasi dengan tangan gemetar.

Galaksi Bima Sakti dipastikan berada di jalur langsung dari ledakan sinar gamma. Tidak ada waktu untuk membangun pelindung. Tidak ada waktu untuk menyelamatkan diri. Hanya ada waktu 20 menit sebelum segalanya berakhir.

Dengan rahang mengatup keras dan sorot mata yang mengandung keputusasaan, Dr. Anton hanya bisa menatap layar.

"Mungkin saya terdengar keras kepala karena menolak kematian...

Tapi saya menolak kematian ini!"

Ia menampar meja dengan telapak tangan terbuka. Suaranya menggema, tapi tidak ada yang menjawab. Ruangan sunyi, tegang.

Salah satu petinggi menatapnya dengan dingin, suaranya tenang namun penuh kepasrahan:

“Lantas, apa yang bisa Anda lakukan dalam 20 menit?

Ledakan ini bergerak dengan kecepatan cahaya.

Kita semua akan mati.”

Anton tidak bisa membantah. Ia tahu itu benar. Kematian sudah ada di ambang pintu.

Namun saat ia menatap ulang layar komputer yang memuat data real-time dari teleskop luar angkasa, matanya membelalak. Garis perhitungan berubah. Ia mendekat, keringat mulai mengalir di pelipisnya.

“Maaf... tapi... kecepatan sinar gamma berubah.

Ia akan menghantam Bima Sakti dalam waktu... 20 detik.”

Ruangan seketika membeku. Semua kepala berpaling. Pundak menegang. Napas tercekat. Tidak ada suara. Detik mulai berganti.

“Kita... kita akan mati.”

“Beritahu istriku... aku mencintainya...”

20 detik berlalu.

Namun, tidak ada yang terjadi.

Bumi tetap utuh.

Tidak ada gempa.

Tidak ada cahaya menyilaukan.

Tidak ada kehancuran.

Mobil masih berlalu-lalang di jalan. Orang-orang masih bekerja. Jalanan masih ramai. Tidak ada tanda-tanda bahwa akhir dunia telah datang.

Para ilmuwan di pusat kendali NASA terdiam. Satu demi satu mereka saling memandang, mata mereka dipenuhi kebingungan dan ketidakpercayaan.

“Apakah kita masih hidup?”

“Apa ini ilusi? Apakah ini penglihatan terakhir sebelum kita mati?”

“Ini tidak masuk akal...”

Beberapa petinggi terduduk di lantai. Ada yang menangis, ada yang tertawa lemas. Kepanikan berubah menjadi kebingungan.

Ledakan sinar gamma itu benar-benar terlewatkan—tanpa meninggalkan bekas.

Bersambung...