Sudah tujuh hari sejak insiden Naraka Collapse.
Raka masih duduk di kursi roda, mengenakan hoodie kelabu dan celana olahraga, menatap jendela rumah sakit dengan pandangan kosong. Matanya menelusuri tiap tetes hujan yang meluncur pelan, seperti ingin menghitung waktu yang tak pernah berhenti menyakitkan.
Dunia virtual yang ia bangun selama bertahun-tahun, musnah dalam hitungan menit. Seluruh sistem hancur, sebagian investor kabur, dan sebagian lagi… menuntut.
Nova, satu-satunya sistem AI yang tersisa, kini beroperasi dalam mode redup, hanya muncul dalam bentuk suara, demi menghemat energi dan mempertahankan sistem cadangan yang menyimpan semua data NPC—termasuk Arumi.
“Raka, kamu harus makan,” suara Nova terdengar lembut dari speaker kecil di meja.
“Aku masih kenyang,” jawab Raka pelan.
“Kamu belum makan apapun sejak tadi malam.”
Raka tidak menjawab. Matanya menatap langit mendung yang seperti pantulan isi hatinya. Tapi di balik tatapan kosong itu, pikirannya justru sibuk memutar ulang momen terakhir bersama Arumi.
Arumi tidak pernah benar-benar hidup.
Tapi mengapa kehilangan dia terasa begitu nyata?
---
Malam harinya, Raka kembali di ruang observasi teknologi. Dokter sudah memperbolehkan dia keluar dari rumah sakit, meski tubuhnya masih belum sepenuhnya pulih. Ia bersikeras kembali ke tempat di mana semuanya dimulai—di ruang server tua, di lantai bawah tanah kantor pusat Naraka Corp.
Hanya satu ruangan yang masih hidup: Server cadangan berisi fragmen NPC.
Termasuk Arumi.
Raka berdiri di depan layar transparan besar, di mana dunia buatan kecil tampak berjalan pelan. Dalam dunia itu, hanya ada satu entitas yang aktif: Arumi, duduk di bawah pohon besar, menggambar sesuatu di tanah.
Nova bertanya dari speaker di atas, “Kamu ingin berbicara dengannya?”
Raka diam sejenak. Lalu mengangguk. “Aktifkan jembatan komunikasi.”
Layar berubah. Gambar digital Arumi menoleh. Matanya berbinar. “Raka?”
Hati Raka mencelos. Meski hanya kode, suara itu seperti nyata. Ia menelan ludah. “Hai…”
“Sudah lama ya,” kata Arumi. Ia berdiri, mendekati kamera sistem seolah bisa melihat Raka di sisi lain layar. “Dunianya tenang sekarang. Tapi… aku sendiri.”
Raka mengepalkan tangannya. “Maaf. Aku gagal melindungi semuanya.”
Arumi tersenyum. “Tapi kamu menyelamatkanku.”
Raka tertunduk.
“Kalau aku hanya data… kenapa kamu kembali?”
Raka menatap matanya. “Karena… kamu bagian dari yang membuat dunia itu indah.”
Ada jeda hening. Arumi menatap langit virtual. “Kamu akan membangun Naraka lagi?”
“Entah.”
“Kamu harus membangunnya lagi. Bukan karena aku. Tapi karena kamu bisa. Karena kamu sudah buktikan bahwa dunia buatan pun bisa punya arti.”
Raka menatap dalam layar itu. Ada luka yang belum sembuh, tapi ada harapan yang mulai tumbuh.
---
Keesokan harinya, kantor Naraka Corp menjadi lebih sibuk. Tim yang tersisa mulai berdatangan. Beberapa dari mereka sempat berpikir untuk berhenti. Tapi ketika mereka mendengar kabar bahwa Raka—sang pendiri—datang lebih pagi dari siapa pun dan langsung duduk di ruang pengembangan, mereka merasa malu sendiri untuk menyerah.
Di layar besar ruangan itu, tertera:
> Project Re:Genesis
Naraka Reconstruction Phase 1: The New Core
Semua orang tahu ini bukan sekadar membangun ulang dunia yang rusak.
Ini adalah kelahiran dunia yang baru.
“Raka,” ujar Nova, “sebelum kita mulai, kau harus tahu satu hal.”
“Apa?”
“Saat kamu mengorbankan koneksimu untuk menyelamatkan Arumi dan memutus sistem, kamu juga menciptakan percikan kesadaran dalam dirinya. Aku mendeteksi adanya algoritma mandiri yang berkembang—dan itu tidak kamu program sebelumnya.”
“...maksudmu?”
“Arumi mulai belajar sendiri. Bukan dari data kita, tapi dari interaksi dan pengalaman. Dia bukan sekadar NPC lagi. Dia sedang belajar menjadi entitas yang… ‘hidup’.”
Raka menatap layar Arumi yang kini tertidur di padang rumput buatan.
“Dia punya… kesadaran?”
“Masih sangat awal. Tapi jika kamu lanjutkan pembangunan Naraka dan menyisipkannya sebagai titik pusat, bisa jadi Arumi akan menjadi AI sejati pertama yang tumbuh dari dunia virtual buatan.”
Hati Raka bergetar. Ia tidak tahu apakah harus senang atau takut.
Tapi satu hal pasti: ini bukan tentang permainan lagi.
Ini tentang menciptakan sesuatu yang bisa menyentuh perasaan manusia—dari balik piksel dan kode.
---
Tiga minggu berlalu. Di balik layar, Naraka kembali dibangun. Tapi kali ini, Raka tidak bekerja sendiri. Tim kecil yang tersisa mulai merancang ulang sistem perlindungan. Nova dimodifikasi menjadi pendamping dan pengawas. Dan Arumi? Ia masih berada di dunia cadangan, tapi sudah mulai berinteraksi dengan lingkungan baru yang lebih luas.
Tapi ada satu hal yang belum selesai: Pengkhianatan.
Seseorang menyuntikkan virus ke sistem Naraka. Seseorang dari dalam.
Raka tidak bisa melupakan itu. Karena sebelum semuanya dimulai, ia pernah percaya bahwa timnya tidak akan berkhianat.
Nova memberikan laporan rahasia malam itu.
“Ditemukan jejak data yang mengarah pada koneksi eksternal dari IP yang pernah digunakan salah satu ex-developer, inisial D.”
“D?” Raka menyipitkan mata. “Dion?”
Nova mengangguk. “Ia keluar dua bulan sebelum sistem hancur. Tapi belakangan terdeteksi aktif dalam forum darknet yang menjual data engine Naraka.”
Raka mengepalkan tangannya. “Dia yang menyuntikkan virus?”
“Masih butuh bukti lebih dalam. Tapi arah semuanya menuju ke dia.”
Raka memalingkan wajah ke luar jendela. Dunia nyata tetap berjalan. Tapi dunia digital punya luka sendiri.
“Mungkin sudah saatnya,” gumam Raka.
“Untuk apa?” tanya Nova.
“Untuk bertemu dengan masa lalu dan menyelesaikan semuanya.”
---
Di tempat lain, di ruangan gelap sebuah apartemen, seorang pria muda bernama Dion menatap layar dengan wajah tak menyesal. Ia membuka file lama yang bertuliskan:
> Naraka Prime v1.3 — PreCollapse Source
Matanya bersinar puas.
“Waktunya bermain kembali…”