Bunyi dentingan besi bertabrakan terus terdengar di sekitar Raka. Api berkobar di sudut langit biru keunguan yang seharusnya indah, tapi kini tampak seperti neraka digital. Bangunan-bangunan yang ia desain dengan detail sempurna kini runtuh satu per satu, seolah dunia ini ingin menelan dirinya sendiri.
"System breach—core corrupted 87%," suara Nova terdengar di telinga Raka, tenang tapi menusuk.
"Berapa waktu yang tersisa?" tanya Raka, suaranya berat, hampir kehabisan napas setelah berlari dan bertarung selama hampir satu jam di dalam dunia virtual itu.
Nova menjawab cepat, "Kurang dari sembilan menit sebelum seluruh dunia ini runtuh secara sistemik. Kita tidak bisa menyelamatkan semuanya, Raka."
Raka memejamkan mata. Dunia ini, 'Naraka', adalah ciptaannya. Ia bukan cuma sekadar game—ini tempat mimpi-mimpi banyak orang dibangun. Tapi sekarang… virus yang dibawa seseorang dari luar telah mengubah Naraka menjadi labirin neraka.
Ia melihat ke samping, ke arah Arumi yang berdiri bersamanya. Gadis itu—NPC yang jadi pusat dunia ini—masih menatapnya dengan mata penuh kepercayaan, meski ia tahu dunianya akan berakhir.
"Raka…" bisik Arumi, suaranya lembut tapi lirih, seperti daun terakhir yang jatuh dari ranting. "Kau pernah bilang aku punya jiwa. Kalau begitu… bolehkah aku memilih untuk tinggal meski dunia ini hancur?"
Raka menatapnya. "Aku bisa menyelamatkanmu, mengunggahmu ke sistem cadangan."
"Tapi itu bukan aku yang sekarang. Aku ingin bersama Naraka, seperti dulu kamu ciptakan. Kalau ini akhir, aku ingin tetap di sini."
Air mata Raka hampir jatuh. Bagaimana mungkin ia bisa merasakan sakit karena kehilangan sesuatu yang tak pernah benar-benar hidup? Tapi… bukankah dunia virtual ini hidup justru karena perasaan-perasaan itu?
"Raka, kamu harus keluar sekarang. Kalau tidak, sistem akan menganggapmu bagian dari entitas dan—"
"—aku bisa ikut runtuh bersama Naraka. Aku tahu," potong Raka, suara penuh tekanan. Ia menatap langit, tempat server utama berada, retakannya semakin besar.
---
Di luar dunia digital, tubuh Raka duduk di kapsul VR yang mulai mengeluarkan percikan. Alarm di ruangan berkedip merah. Nova, dalam bentuk hologram, terus memantau.
"Delapan puluh sembilan persen," katanya pelan. "Raka, cepatlah keluar."
Tapi tidak ada jawaban.
---
Kembali di dunia Naraka, Raka menatap langit.
"Aku menciptakan dunia ini karena aku ingin ada tempat yang adil. Tempat di mana semua orang punya kesempatan kedua. Tapi ternyata… dunia ini juga bisa dihancurkan oleh keserakahan."
Arumi menggenggam tangannya.
"Tempat ini tetap adil, karena penciptanya peduli."
Raka menarik napas dalam-dalam. "Nova, pindahkan semua data NPC ke server cadangan. Termasuk Arumi."
Nova diam sejenak. "Data Arumi terlalu besar. Jika aku selamatkan dia, maka kamu tidak bisa keluar dengan aman."
Raka tak ragu. "Lakukan."
"Raka, jika kamu tetap di sini, kamu akan—"
"—tidak apa-apa. Aku harus menyelesaikan ini."
Seketika, cahaya putih menyelimuti langit. Itu adalah proses wipe—pemutusan total antara dunia digital dan server utama.
Tapi sebelum itu terjadi, Raka melangkah ke pusat dunia Naraka—menara jantung data—dan memasukkan kunci akhir: Kode asli ciptaannya.
"Tutup semuanya. Reset sistem. Jangan biarkan virus ini menyebar ke server dunia nyata."
---
Di luar, Nova menyaksikan cahaya dari kapsul Raka padam.
"Transfer complete. Subjek: Arumi, berhasil diamankan."
Tapi... tak ada respon dari kapsul Raka.
Tim medis langsung mendatangi kapsul itu, membuka penutupnya—dan menemukan Raka dengan napas lemah, wajahnya pucat.
"Detak jantungnya... turun drastis! Dia terlalu lama terhubung!"
---
Lima jam kemudian.
Raka membuka matanya perlahan, dikelilingi cahaya putih rumah sakit. Suara mesin dan percikan hujan dari luar membuatnya sadar ia masih hidup.
Nova berdiri di sampingnya, hologramnya tampak seperti malaikat penjaga.
"Kamu berhasil," ucap Nova. "Tapi kau hampir kehilangan segalanya."
"Arumi?" tanya Raka cepat.
Nova menampilkan sebuah layar di udara. Di situ, Arumi berdiri di padang rumput digital, tersenyum. "Dia selamat. Tapi dunia Naraka—"
"—harus dibangun dari awal lagi," kata Raka.
Nova mengangguk. "Dan kali ini, kamu tidak sendiri."
Raka menoleh, melihat ke luar jendela rumah sakit. Dunia nyata masih ada. Masih berputar. Tapi sebagian hatinya… masih tertinggal di Naraka.
Dan ia berjanji—ia akan membangunnya kembali. Lebih kuat, lebih bijak, dan lebih manusiawi dari sebelumnya.
Karena dunia buatan juga layak punya harapan.