Raka menatap dinding gerbang besar itu. Terbuat dari batu hitam pekat, dengan urat-urat biru menyala membentuk pola aneh seperti tulisan kuno yang belum pernah ia lihat.
Udara di sekeliling gerbang begitu dingin, bahkan kabut tipis tampak menggantung di udara. Cahaya dari obor di tangan Raka bergetar, seperti takut pada apa yang tersembunyi di balik pintu raksasa itu.
"Apa ini... semacam segel?" gumamnya pelan.
Di sebelahnya, Naela mencatat simbol-simbol yang terpahat di batu. "Ini bukan sembarang segel. Ini... ini kode!"
Raka menoleh cepat. "Kode?"
Naela mengangguk cepat. "Iya! Mirip sama struktur data yang kamu pakai di fase final game kita dulu. Lihat deh... ada lima simbol utama di tengah, dikelilingi sepuluh simbol kecil. Ini kayak algoritma!"
Raka membelalakkan mata. "Kamu serius? Maksudmu... kode dari dunia nyata kebawa ke sini?"
Naela menatapnya serius. "Kita bukan lagi di dunia nyata, Rak. Tapi dunia ini nyatu sama ingatan dan logika dunia asal kita. Artinya, mungkin aja, struktur coding yang kamu rancang dulu jadi kunci ngebuka dungeon ini."
Raka merasa tenggorokannya kering. Ia mendekat, memperhatikan pola simbol itu. Perlahan, ia menyadari... bentuknya memang familiar.
Seperti... pola enkripsi yang dulu ia pakai buat mengunci Developer Room di akhir game—ruangan rahasia tempat pemain bisa melihat latar belakang dunia game, asal karakter, bahkan potongan-potongan masa lalu si developer.
"Ini..." Raka mengusap salah satu simbol, "ini if-else statement..."
Naela tersenyum kecil. "Kamu inget?"
Raka mengangguk. "Tapi kalau emang ini kode dari sistem game, berarti kita butuh input."
Naela mengeluarkan tablet kristal dari dalam tasnya. "Aku bawa ini. Kristal ini bisa baca interaksi sihir dengan struktur sihir. Kita bisa cobain nyambungin energi sihirmu dengan simbol ini."
Raka menarik napas panjang. “Oke. Tapi kalau ini jebakan?”
Naela menyeringai. “Ya... kita kabur sambil teriak.”
Keduanya tertawa kecil, lalu Raka meletakkan tangannya di tengah simbol utama. Ia memusatkan mana, mencoba merasakan aliran energi di balik batu. Saat tangannya menyentuh, salah satu simbol kecil menyala. Kemudian yang lain. Dan satu lagi.
“Kayaknya ini semacam password...” gumam Raka.
“Kalau kamu bikin, kamu pasti tahu dong password-nya apa,” kata Naela.
Raka memejamkan mata. “Kalau bener ini dunia hasil gabungan dari memoriku dan sistem yang kuprogram, berarti... password-nya adalah...”
Ia menghentakkan tangan.
“ZeroOneAlpha!”
Seketika, seluruh simbol menyala. Gerbang batu itu bergetar pelan. Kabut mulai tersedot masuk celah pintu. Lalu—krakkk—gerbang terbuka perlahan, mengungkap lorong gelap berisi tangga menurun tak berujung.
“Kamu bener!” seru Naela.
“Tapi kenapa password-nya itu?” tanya seorang suara dari belakang mereka.
Raka dan Naela menoleh. Di ujung tangga, berdiri seorang pria berpakaian serba hitam dengan topeng setengah wajah. Matanya menyala merah, seperti menyimpan amarah lama yang belum terbalas.
“Kamu siapa?” tanya Raka sambil mundur pelan.
“Aku... BetaTester terakhir dari dunia lamamu.”
Raka membeku. BetaTester?
“Aku adalah orang yang kamu abaikan. Yang kamu keluarkan dari tim saat proyek ini hampir selesai. Dan sekarang... aku yang akan mengambil alih dunia ini.”
Naela bersiap siaga. “Dia musuh.”
Pria itu tertawa rendah. “Kalian pikir dunia ini masih dalam kendali kalian? Ini bukan sekadar dunia isekai. Ini dunia kesalahan kalian. Dunia yang kalian buat... dengan kebodohan dan ego.”
Raka melangkah maju. “Kalau kamu memang BetaTester terakhir, kamu pasti tahu kenapa aku terpaksa menghapusmu dari tim. Karena kamu menanamkan virus di sistem.”
“Virus? Aku menanamkan kebebasan!” suaranya menggema. “Aku hanya ingin karakter-karakter dalam game ini punya kehendak sendiri. Tidak hanya jadi boneka pemain!”
Naela mencibir. “Dan untuk itu kamu rela menghancurkan sistem dan nyeret kita ke dunia gila ini?”
Pria itu menarik pedangnya. Pedang hitam berkilau seperti bayangan.
“Kita lihat siapa yang pantas jadi pencipta dunia ini... dan siapa yang hanya pion.”
Tanpa aba-aba, ia melompat ke arah Raka. Serangan cepat dan tajam. Raka hanya sempat mengangkat tangannya dan membentuk barrier. Benturan keras membuatnya terpental.
Naela memantrakan sihir es, mengikat kaki pria itu. Tapi ia hanya tersenyum, dan es itu hancur seketika.
“Dia beda...” gumam Raka sambil berdiri lagi.
“Ya. Karena dia juga developer.”
Raka menggertakkan gigi. “Kalau begitu... mari kita lihat, siapa di antara kita yang lebih kenal dunia ini.”
Ia mengangkat tangan, memanggil Blade of Source Code, pedang transparan yang hanya bisa muncul jika pemiliknya tahu struktur kode dunia ini.
Pria itu memicingkan mata. “Kau masih inget kode itu?”
Raka tersenyum. “Gue bukan cuma inget... gue yang bikin.”
Dua pedang saling berbenturan. Sihir, data, dan percikan energi memenuhi udara. Pertarungan pencipta melawan pengkhianat dimulai—dan siapa pun yang menang, akan menentukan masa depan dunia ini.