Bab 01 // Ruang kelas yang terlalu sempurna

Langkah kaki ku pelan menyusuri lorong koridor yang terasa terlalu sunyi untuk ukuran jam masuk sekolah. Koridor terasa panjang dan tenang, hanya suara sepatu dan detak jantungku yang terdengar di telingaku. Tangan kanan ku memeluk erat buku-buku yang tadi sempat terjatuh, sedangkan tangan kiri ku berusaha menahan getaran halus karena gugup.

‎"Kelasku...... 2-3." Gumamku pelan, mencoba mengingat dari kartu murid yang sebelumnya diberikan oleh kepala sekolah sekaligus kepala asrama di Bangtan school.

‎Setelah berjalan dan menyusuri setiap ruang kelas. akhirnya, mataku menangkap tulisan 2-3 diatas pintu kayu tinggi yang berwarna hitam mengkilap.

‎Saat pertama kali masuk, hal yang kutemukan adalah sebuah tatapan intimidasi dari semua murid yang berada di dalam sana, Bahkan saat ini jantungku berdetak begitu cepat dari ritme yang biasanya. Entah karena gugup atau karena firasat aneh yang tak bisa ku jelaskan.

‎Hingga tanpa ku sadari ada tujuh pasang mata tengah menatap ku dengan tatapan tajam, bahkan tatapan itu tak bisa dikatakan sebagai sambutan untuk murid baru seperti diriku.

‎"Apa kamu murid baru?." Tanya seorang pria dengan seragam rapi dan rambut coklat yang ia sisir rapi menyamping, kini tengah berdiri di samping papan tulis digital.

‎Aku sedikit menunduk "iya, saya Hwang hana."

‎Dia tersenyum ramah. "Baiklah, silahkan masuk. Saya Mr. Choi byungchan, guru wali kelasmu. Dan kamu bisa pilih dan duduk di tempat yang masih kosong."

‎Aku menelusuri pandangan ke seluruh ruangan. Kelas ini terasa..... Terlalu rapi, terlalu tenang. Terlalu.... Teratur. Bahkan terlihat begitu palsu.

‎Pandangan mataku menangkap mereka- tujuh siswa laki-laki yang duduk di barisan depan dan tengah.

‎Wajah mereka tampak seperti idol dan artis drama, tapi auranya.... Membuat bulu kudukku merinding.

‎Yang pertama, duduk di pojok kiri dekat jendela. Rambut silver pucat, wajah tajam dengan tatapan kosong melihat ke arah luar. Terlihat tak tertaik sama sekali. MIN KYUMIN, bisik seseorang yang berada di belakang ku. "Jarang ngomong, tapi nilainya selalu sempurna."

‎Disebelahnya duduk seseorang dengan senyum ceria yang terlalu cerah. Matanya berbinar-binar seolah tak ada masalah di dunia ini. Entah kenapa, aku merasa ekspresinya di buat-buat, seperti tengah menutupi sesuatu. Dia _JUNG JISEOK_. Terlalu cerah, terlalu manis, terlalu....... Palsu?.

‎Yang duduk paling tengah tampak seperti ketua kelas. Posturnya tinggi, rapi, dan matanya memancarkan kecerdasan yang menusuk.

‎_KIM JUAN_, kata seseorang pelan. “Ketua OSIS juga.”

‎Sedangkan di sampingnya ada yang wajahnya seperti pangeran dari negeri dongeng. Senyumannya tenang, elegan, dan... berbahaya. _KIM JINA_, wakil OSIS. Dia adalah salah satu patner Juan dalam mengatur dan menyusun acara saat rapat OSIS.

‎Lalu ada dia—yang tampak seperti atlet kampus. Tubuh tinggi tegap, rambut hitam gelap, dan tatapannya dalam. Sesekali menoleh padaku seolah ingin memindai seluruh isi tubuh dan pikiranku. _JEON HAKHO_. Suara itu berbisik lagi. “Dia pernah jadi MVP tiga tahun berturut-turut.”

‎Di sampingnya ada seseorang yang tampak seperti pemimpin tanpa harus berbicara. Duduk santai dengan kaki bersilang, memandangku dengan ekspresi yang hampir… kasihan?. _KIM WOOYOUNG_Terlalu tampan untuk dianggap nyata. Aku bahkan sempat menganggap dia seperti pria yang keluar dari komik dan semacamnya.

‎Dan yang terakhir seseorang yang tak sengaja sempat bertemu denganku di koridor tadi, dia cowok dengan wajah imut dan memiliki senyum yang mains, matanya yang sipit terlihat seperti boneka hidup, pria itu memiliki wajah yang cantik. Aku bahkan sempat terpesona dengan ketampanan pria itu, tapi entah kenapa setiap kali mata kita saling bertemu.... Rasanya mata itu seperti menyimpan sesuatu yang gelap di dalam sana, Namanya _PARK HYUNMIN_.

‎Sedangkan aku duduk di bangku nomer dua dari belakang, jadi nggk akan ada yang terlalu fokus padaku. Saat pertama kali akuasuk pun tak ada satu murid pun yang tertarik akan kehadiranku.

‎Jadi aku rasa, aku nggk harus menarik perhatian mereka agar aku bisa hidup dengan damai di sekolahan ini.

‎Tapi batinku berkata bahwa aku harus berhati-hati sebab sesuatu yang terlalu sempurna biasanya, tengah menyembunyikan neraka.