Bab. 10 Akui

"Maaf mas aku mulai mencintaimu."

"Hah apa ?"

Gumaman Nana hanya terdengar samar di telinga Asyam. Tangan Asyam perlahan menggenggam jemari lentik istrinya.

"Sial, kenapa tanganku berani menyentuhnya ?" Batin Asyam, tangannya mulai berkeringat dingin gemetaran.

Nana yang tahu jika Asyam tidak nyaman memegang tangannya pelan - pelan melepaskannya.

"Kalau belum nyaman tidak usah dipaksakan. Tunggu sampai kamu sudah siap, saya permisi dulu ya mas." Ucap Nana keluar kamar meninggalkan suaminya sendiri.

"Hey apa - apaan sih ini ? Kebalik, harusnya saya yang ngomong begitu." Kesal sendiri menepuk pelan kepalanya.

Kali ini Asyam malu sekali melihat dirinya sendiri telah masuk perangkap cinta. Asyam malah senyum - senyum mengingat bibir manyun Nana. Mungil menggemaskan saat sedang kesal.

"Astagfirullahaladzim Asyam, ada apa dengan kamu nak ? Kok senyum - senyum sendiri ?" Tanya Umi Aishwa yang tiba - tiba masuk kedalam kamar anaknya.

Salah Nana sih napa pintunya dibuka selebar itu, Asyam juga asyik melamun tanpa menyadari kedatangan Uminya.

"Eh Umi, dari kapan Umi masuk ? Loh pintunya enggak ditutup sama Nana ?" Ucap Asyam melirik ke arah pintu.

"Daritadi Umi lihat kenapa kamu senyam senyum sendiri? Jangan - jangan kesambet kamu nak ? Umi panggilin abahmu ya biar di ruqyah." 

"Enggak Umi, Asyam lagi mikirin Nana." Hap kedua tangannya langsung membekap mulutnya yang lemes banget. Jadi ketahuan kan jika Asyam diam - diam juga mulai suka.

Akankah nama perempuan lain yang bersemayam dalam hati Asyam akan sirna begitu saja ? Kemungkinan sih banyak drama juga.

"Mikirin Nana ? Yah sayang banget nak, Nana nya lagi sibuk sama Attar." Ucap Umi Aishwa sengaja ingin menciptakan chemistry yang baik untuk anak - anaknya.

"Hah apa Umi ? Sama Attar ? Dimana ?" Wajah tenangnya berubah menjadi panik seketika itu juga Asyam mencium tangan kanan Uminya dan berlari menuju lantai bawah.

Umi Aishwa tersenyum bahagia, segala cara baik akan di lakukannya agar anak dan menantunya akur dan segera memberi mereka momongan yang lucu.

Benar saja ini bagian dari rencana Umi Aishwa dan Abah Ali, mereka bersusah payah telah menyusun rencana dari A sampa Z.

Nana terlihat tertawa lepas saat bersama Attar, mereka sedang bersama mbak - mbak ndalem bersiap ke taman Pesantren bersiap untuk menanam beberapa tanaman baik itu bunga maupun pohon buah.

"Dih apaan sih Nana deket - deket sama Attar, ketawa terus apa enggak kering itu gigi kuning." Celotehan Asyam terdengar oleh Uminya yang turun dari tangga.

Full lengkap dengan kepercayaan diri Asyam mendekati mereka yang mengangkut satu persatu tanaman tersebut. Nana hendak mengambil bibit pohon bunga mawar putih namun tangannya menyentuh sesuatu.

Ia mendongakan ke atas, dan itu Asyam memandang penuh arti pada istrinya. Dari kejauhan Attar sangat membenci tatapan itu.

"Biar saya bantu." Ucapnya sembari memegang beberapa pot bunga mawar sekaligus. Seri wajah Nana naik seketika. Sangat bahagia dan beruntung di treat seperti ini.

Banyak dari para santri putri yang tengah duduk ditepian kelas menatap iri pada kehidupan indah pasangan suami istri ini.

"Masya Allah romantis banget sih mereka."

"Iya so sweet banget, jadi pengen deh dapet suami kayak Ustad Asyam. Sudah ganteng, baik, pinter, sholeh duh mendekati sempurna banget deh."

"Eh tapi kalian merasa ada yang aneh enggak sih kok tiba - tiba mereka menikah dadakan ? Jangan - jangan tekdung ?"

Sudah mulai julid nih salah satu santriwatinya, mode merapatkan barisan.

"Denger - denger mereka tuh engga pacaran loh. Jadi langsung nikah weh."

Salah satu santriwati menoyor kepala si julid kerudung merah.

"Yaiyalah ga pacaran, kan haram tidak boleh pacaran. Namanya juga ta'aruf sudah pasti pacaran halal donk setelah menikah. Emang kek kamu diem - diem ngasih surat ke santri cowok ? Dilarang tauk !"

Mereka berlima langsung berpandangan satu sama lain ketika ada yang nimbrung di obrolan panas konferensi meja bundar pada siang hari ini.

"Ssst pelan - pelan, nanti kedengaran saya loh."

DEG !

Kaget, mereka langsung berhamburan mencium tangan Nana.

"Ma-maaf." Belum kelar si kerudung merah minta maaf sudah terpotong omongan Nana.

"Panggil saja kak Nana, btw seru banget ya ngomongin orang. Kira - kira kalian dapat apa ? Pahala juga enggak , dosa yang ada tuh.Mau enggak ditambah hukuman dari Ustad Asyam ?" 

Nana sengaja menggelitik si kerudung merah hingga tertawa terpingkal - pingkal.

"Hehehe sudah kak sudah hehe, saya minta maaf ya kak. Tolong jangan dilaporkan ke Ustad Asyam nanti kami kena hukuman." Ucapnya lirih menundukkan kepalanya yang lainnya pun mengikuti.

"Tidak, saya hanya bercanda. Lain kali jangan suka bergosip ya."

"Iya kak siap, mm nama kakak siapa ?" Tanya si kerudung merah tadi.

"Kenalin nama saya Nana Zaufani. Nama kalian siapa ?" 

Dengan ramahnya Nana menjulurkan tangannya mengajak mereka berkenalan satu persatu.

"Nama saya Steffi kak, ini Kaira si anak baik, Renita, Kusuma dan Maura si tukang kompor nih kak."  Jelas si kerudung merah bernama Steffi.

Walaupun minusnya biang gosip ternyata Steffi juga paling pintar dikelasnya.

Bahkan beberapa kali ikut perlombaan cerdas tangkas sampai ke provinsi.

Asyam kebingungan mencari istrinya, taunya nyempil di pohon mangga perbatasan asrama putri dan putra.

"Astagfirullahaladzim. Turun turun kalian ngapain malah diatas pohon ? Nyolong mangga kan ?" Teriak Ustad Zaidan, salah satu pengajar senior di Pesantren Al Ghofur yang berusia 30 tahun.

Ustad kepercayaan dari rumah ndalem ini baru saja balik dari cutinya sehingga ketinggalan info tentang siapa yang menikah dengan Asyam.

"Ganggu aja sih kamu, lagi enak - enak makan mangga juga. Mau kamu ?" 

Dengan kepolosannya Nana melemparkan satu mangga matang ke arah Ustad killer itu.

Yang lain pongo donk takut kena hukuman, ditambah lagi ada Nana menantu dari pemilik Pesantren ini bisa - bisa dikirain ngajak mencuri.

Ini semua kan ide Nana dan Steffi yang tidak bisa menahan gejolak ranum mangga arum manis.

"Turun kalian turun sekarang juga !"

Ustad Zaidan sudah naik pitam. Mukanya masam kali, seperti ingi menelan hidup - hidup kami.

Satu persatu mereka turun, dan terakhir Nana yang merosot turun dan hampir saja tergelincir jatuh namun ditangkap kedua tangan Ustad Zaidan.

Sepersekian detik sempat menganggumi kecantikan dari perempuan yang di bopongnya.

"Masya Allah cantik sekali." Dalam hati Ustad ini.

"Astagfirullahaladzim Ustad !"

Teriakan kelima santriwati ini hampir bersamaan seperti paduan suara.

Bukannya diturunin pelan - pelan malah langsung dijatuhin begitu saja ke tanah.

Badan Nana sakit seperti ada yang bunyi kriuk tapi bukan kerupuk.

"Ma-maafkan saya."  Ustad Zaidan melengos pergi tanpa memandang Nana yang kesakitan.

"Kalian berenam ikut saya ke lapangan sekarang juga !" Teriaknya dari kejauhan.

"Ustad killer bener - bener ya." Celetuk Steffi

Nana meringis kesakitan menatap dendam pada sosok ustad killer julukan dari anak - anak santri.

"Yaudah ayo. Kita lihat siapa yang berani bikin dia kicep." Ucap Nana menyombongkan diri.

Dia tidak tahu bahwa Ustad Zaidan ini adil tanpa pandang bulu memperlakukan para santri secara adil.

Kira - kira apa yang terjadi ?

Jangan lupa SIMPAN ya biar enggak ketinggalan episode selanjutnya ♡