"Untung ada angkot lewat ke arah Pesantren, kalau enggak kempor lah kaki aku ini. Dasar Asyam bakal aku bales ya perbuatan kamu. Awas aja !" Gerutu Nana kesal.
Nana berjalan menuju gerbang Pesantren, dirinya baru saja turun dari angkutan umum.
"Silahkan masuk Non." Pak Satpam membukan pintu gerbang yang dijaga ketat takut ada santri yang kabur.
"Panggil saja Mbak Nana, Pak. Hehe." Jawabku sembari masuk.
"Baik mbak Nana."
Pak Sandi seorang satpam tua kepercayaan keluarga ndalem, sangat senang melihat Asyam telah menemukan pasangan yang baik hati dan secantik Nana terlebih lagi Nana gampang akrab dengan orang lain.
Perjalanan menyusuri pinggir jalanan menuju rumah ndalem yang terletak di ujung Psantren membuatnya sedikit ngos - ngosan capek.
Kehidupan yang dirasa akan bahagia mendapatkan seorang laki - laki yang lebih paham agama tapi karena kesalah pahaman membuat hubungan keduanya semakin renggang.
Harus pakai cara apalagi agar suaminya menjadi lebih lembut bersikap padanya.
Anak - anak santri banyak yang hilir mudik menyapa nyai muda baru disini, ya siapa lagi kalau buka Nana.
"Males aku tuh balik ke rumah itu lagi, apa aku pergi aja ya ?" Nana baru saja akan berbalik badan namun tertahan kedua tangan Asyam.
"Asyam ?"
Memandang wajah tampan suaminya terdapat luka lebam dan sedikit darah di ujung bibirnya.
"Ka-kamu kenapa?" Tanya Nana khawatir, reflek saja tangan menyentuh kedua pipi suaminya.
Air mata ketulusan akhirnya keluar juga dari balik rimbun bulu mata.
"Aww!" Asyam meringis kesakitan ketika pipnya disentuh oleh Nana, bahkan hatinya berdegup kencang tak karuan seperti orang yang jatuh cinta.
"Ma-maaf mas, ayo Nana obati."
Dari ekor matanya Attar menangkap seuatu pemandangan yang menyayat hatinya, apalagi kalau bukan Nana sedang menarik Asyam untuk masuk kedalam rumah ndalem.
Sedang ia masih bebal dimarahi oleh Umma dan Abinya. Kedua orang tuanya terlanjur kecewa dengan anak - anaknya yang semakin lama semakin berpecah belah hanya karena kesalah pahaman.
Ada rencana baik dibalik kejadian pada siang ini, Abah Ali dan Umi Aishwa berencana untuk menjodohkannya dengan seorang perempuan sholehah anak tunggal dari sahabat karibnya.
Bahkan diam - diam Abah telah merencanakan khitbah tepat hari Minggu nanti, kurang dari 5 hari lagi tanpa pembicaraan terlebih dahulu dengan anak bungsunya.
Abah Ali dan Umi Aishwa sudah tahu jika anak bungsunya sudah benar - benar jatuh cinta dengan perempuan yang sekarang bergelar kakak iparnya.
Maka dari itu keluarga memutuskan hal baik yang harus disegerakan.
"Mas Asyam duduk sini ya, Nana ambilkan kompres air hangat dulu."
Nana berlari menuju dapur untuk mengambil wadah air hangat, tangannya menggenggam Asyam menaiki tangga ke kamarnya.
Tercium semerbak wangi kasturi kesukaan suaminya, membuat hati tenang seketika. Duduk dipinggiran ranjang, dengan telaten Nana mengompres luka lebam diwajah suaminya.
"Aww perih Na, bisa pelan - pelan enggak sih kamu ? Jadi perempuan kok kasar banget." Ucap Asyam melengoskan wajahnya kekiri tidak mau menatap Nana.
Hanya helaan nafas Nana terasa menerpa ke punggung telapak tangannya. Sekuat hati Nana menahan air matanya untuk tidak keluar.
"Sudah selesai kok mas, Nana permisi dulu."
bHendak beranjak pergi keluar kamar namun tertahan lagi dengan rangkulan tangan Asyam.
"Mau kemana kamu ? Mau nemuin adik saya ? Kenapa kamu tidak meminta Attar jadi suami kamu ? Malah saya yang ditipu habis - habisan." Bentak Asyam mencengkeram kuat tangan Nana dan membalikkan badan istrinya dengan kasar.
Nana yang dibentak oleh Asyam hanya bisa menangis dengan badan bergetar, kedua tangannya langsung tremor.
Mengingat kedua orang tuanya saja tidak pernah memperlakukannya secara kasar, tapi kini ada orang lain yang berani terang - terangan memperlakukannya secara kasar.
"Pura - pura nangis biar dikasihani ? Basi Na , saya sudah tahu burukmu." Timpalnya sekali lagi menyakiti hati Nana.
Hatiku penuh amarah yang terbendung dari kemarin, aku sudah tak sanggup lagi menahan tanganku yang melayang begitu saja ke arah pipinya. PLAK !!
"Nana !"
Aku tak peduli dengan teriakannya ! Aku lelah dan aku muak !
Tatapan matanya seolah - olah ingin melahapku, penuh amarah mempunyai istri seberani aku.
"Mau apa kamu hah ? Mau ceraiin aku sekarang juga ? SILAHKAN !" Teriak Nana didepan wajah Asyam hembusan nafas panas marah menerpa dagunya.
"Tidak akan ada perempuan yang betah bertahan dengan laki - laki bermuka dua seperti kamu, Asyam Muaffa !"
Lirih tapi tinggalkan pedih.
Asyam mengusap kasar wajahnya, hatinya porak poranda mendengar perkataan sang kelinci kini telah menjadi singa.
Hatinya ciut sesempit daun kelor, perasaan apa ini Asyam ?
Kenapa tidak langsung menanggapi jika ingin berpisah ?
Apakah kamu terus saja menyiksa bathin Nana, jika tak mencintainya ?
Seperti itu lah kiranya kata hati Asyam yang kebingungan minta diceraikan.
Niat hati Asyam ingin memberikan gertakan pada Nana eh malah Nana nya jadi salah terima.
"Saya tidak akan menceraikan kamu sampai kapanpun !"
BLAM !
Suara pintu kamar ditutup secara kasar oleh Asyam yang keluar mencari udara segar.
Di kamar tadi sangat panas, apalagi melihat istrinya marah.
"Cantik." Gumamnya.
Menyadari jika Nana cantik jelita, Asyam diam - diam memikirkan cara agar menjauhkan Attar dengan Nana.
Dengan percaya diri, istrinya itu hanya mencintai Asyam seutuhnya.
Takkan mungkin dirinya berpaling pada ustad kekinian yang tampan dan beraklakhul karimah.
Tiada pilihan lain, Asyam berlari keatas lagi padahal tinggal 1 tangga lagi dirinya mendarat ke lantai satu.
Brak!!
Kedua kalinya Nana sport jantung dibuatnya.
"Astahfirullahaladzim Asyam !" Teriak Nana.
Buru - buru Asyam mengunci pintu dan membekap mulut istrinya yang berteriak.
Syukurlah keluarga ndalem sedang berkesibukannya masing - masing.
Jadi tidak ada seorang pun yang dengar jika Nana dan Asyam bertengkar.
"Na maafkan saya, berikan saya satu kesempatan lagi ya. Saya pikir - pikir sudah terlanjur juga menikahi kamu. Gimana kalau kita coba beberapa bulan kedepan ?"
Dengan entengnya Asyam berbicara seperti itu kepada Nana si gadis baik hatinya seperti tisu tipis yang gampang banget dirobek dihancurkan.
Semarah - marahnya perempuan sengambek - ngambeknya perempuan , cuman satu obat yang bisa buat dia bakalan luluh.
Peluk yang lama terus mengakui kesalahan yang diperbuat dan jangan lupa untuk meminta maaf.
Eits untuk pasangan yang sudah halal ya !
Kalau belum halal jangan coba - coba :)
Back to pasangan drama ♡
"Enak aja perasaan dimainin." Celetuk Nana.
Asyam mengernyitkan dahinya berasa ada kata yang ambigu nih.
Perasaan yang mana ? Si Nana kan ngajak cerai otomatis dia itu tidak mencintai suaminya tapi kenapa bawa - bawa perasaan ?
"Maksud kamu ?" Tanya Asyam mendekati Nana duduk dipinggiran kasur sesuai posisi awal.
"Nikah tu yang jelas ! Kalau terlanjur menikahi kenapa tidak minta selamanya menemani?" Ucap Nana ngomel - ngomel tak jelas.
Bibirnya dimanyunkan sedikit, dengan mata yang sembab memerah.
"Jadi kamu ? Suka sama saya ?" Asyam bertanya lagi.
Sekali lagi nanya pasti dapat hadiah piring sabun Daia.
Memang ya cowok dingin kulkas sepuluh pintu susah kali suruh memahami perkataan cinta.
Bisa kelar sampai tahun depan nih kalau ngejabarin panjang lebar kali tinggi udah kayak rumus matematika saja.
Sengaja Nana masih diam bertapa mengunci mulutnya, padahal sudah tak sabar mengungkapkan betapa dirinya mencintai suami yang baru dia kenal belum genap tiga hari ini.
Nana sempat menyukai Attar , tapi jika dipikir ulang kini dirinya sudah bersuamikan laki - laki tampan rajin beribadah bahkan menabung, ia juga terkenal menjadi ustad yang baik.
"Maaf mas aku mulai mencintaimu."