Bab. 8 Periksa Kandungan

"Bagaimana jika bang Asyam lama - lama jatuh cinta dengan Nana ? Mm apa aku tanya langsung ya ?" Hati Attar berrkecamuk tak karuan.

Masih menunggunya diluar kamar mondar - mandir udak kayak setrikaan berjalan saja.

Sementara itu didalam kamar terjadi keributan msnjs diantara keduanya.

"Ini pakai sendiri ! Apa tidak malu saya pakaikan ?" Melempar baju tidur berbahan satin warna hitam ke wajah Nana.

Kesabaran Nana setebal buku novel 215 lembar untuk menghadapi kelakuan suaminya yang kadang diluar nalar perhatiannya. Tidak peduli dengan hatinya yang sering disakiti tanpa perasaan.

Bagi Asyam Nana tidak berharga sama sekali, hatinya masih terpaut pada perempuan yang sholehah Zahira.

Namun pagi ini sangatlah berbeda, perlakuan Asyam menguatkan diri Nana untuk menjadi perempuan tangguh membela dirinya sendiri dengan baik.

"Saya jelaskan sekali lagi bahwa saya Nana Zaufani tidak hamil dengan laki - laki manaapun. Dijamin masih seratus persen perawan tingting belum buka segel sama sekali. Masih ingat dosa jika saya melakukan hal - hal yang menyimpang dari ajaran agama."

Penjelasan Nana tentu saja tidak mudah dipercaya begitu saja oleh manusia kulkas 2 pintu ini. Nana sudah selesai berganti baju tidur milik suaminya ini, kemungkinan koper pakaianny akan tiba pada siang hari ini.

"Haha mana ada yang mau mengakui kesalahan ?"

Asyam terus saja mencari celah kesalahan istrinya agar terlihat tidak ada kecocokan diantara mereka berdua.

Tanpa banyak bicara Nana menarik tangan Asyam, walaupun hanya memakai baju tidur milik Asyam dirinya pecaya diri keluar rumah.

Saat berpapasan dengan Attar jantung ini berdegup sangat kencang seolah - olah dia tahu siapa yang paling dicintai pada pandangan pertama.

"Astaghfirullahaladzim." Menyebut istighfar dalam hati Attar, pandangannya menunduk namun terlalu dalam kepedihan yang dipendamnya.

Laki - laki secuek Attar mampu menangisi seorang perempuan yang bukan dari bagian dalam keluarga besarnya. Cinta itu buta hingga tak bisa membedakan mana yang benar dan juga salah.

Melihat Nana yang ngebut bak pembalap jalanan memecah keramaian pagi para santri yang sudah mulai melakukan aktivitasnya, tan tin bunyi klaskonan Nana menyebabkan daya tarik para santri melihat pasangan baru suami istri ini dengan senyuman sumringah.

Attar sudah menebak tujuan merekaa berdua pergi kemana. Tidak lain ke klinik Permata Bunda

Attar memandang mereka dari jauh terpancar kecemburuan diantara kedua manik matanya yang basah embunan air mata siap terjatuh kala Umma Nisa menepuk bahu keponakan kesayangannya itu.

"Umma tahu jika ada yang salah di diri Attar, coba jelaskan kepada Umma apa maksud dari air matamu ini nak ?" 

Umma Nisa menyeka air mata keponakan yang sudah disayang seperti anak kandungnya.

"Umma sebenarnya Attar lah yang waktu itu ditabrak sama Nana, dan mungkin jika Attar yang bertemu Nana terlebih dahulu kami yang akan menikah bukan bang Asyam yang jelas - jelas tidak mencintai Nana." Ucapnya lirih berlinangan air matanya.

"Maksud Attar gimana ? Attar yang menghamili Nana gitu?"

"Bukan Umma, Nana sebenarnya tidak sedang hamil. Dia hanya menderita sakit lambung saja, hanya karena abah melihat bang Asyam dan Nana duduk berdekatan hingga menyebabkan kesalah pahaman yang terjadi saat ini."

Attar memandang Ummanya penuh harap dirinya bisa bersama dengan Nana perempuan yang pertama kali membuatnya jatuh cinta di usia 26 tahun.

Umma Nisa mengangguk paham apa maksud perkataan Attar, malah dirinya sekarang iba melihat anak kesayangannya mencintai dalam diam yang tidak akan mungkin berbalas baik.

Sementara itu Nana sengaja mengemudikan motor NMAX hitam milik adik kandung suaminya. Perjalanan tidak terlalu jauh hanya sekitar 20 menit dari kawasan Pesantren.

Setibanya ke klinik Permata Bunda, keduanya turun dan melepaskan helm. Reflek Asyam berkeringat dingin, takut jika harus mengakui anak hasil dari perzinahan istrinya dengan laki- laki lain.

Asyam ragu - ragu melangkahkan kaki masuk kedalam, langsung didorong dari belakang.

Serangkaian pemeriksaan mulai dari cek kesehatan dan tes urin serta pemeriksaan USG dengan telliti hasil yang didapatkan adalah negatif bukan positif hamil.

Mereka berdua berjalan beriringan, Nana senyum -senyum menatap punggung suaminya yang tegap. Bagaiman tidak bahagia jika dirinya bisa membuktikan kebenaran kepada suaminya.

Akan ada harapan Asyam mencintai dan memberikan hak selayaknya pasangan suami istri. Saking senangnya Nana memeluk erat perut suaminya dan tentu saja dilepaskan paksa pelukan dari belakang itu.

"Mas jangan cuek - cuek donk sama Nana. Nana kan udah bisa buktiin ke mas kalau Nana itu beneran masih suci." Celetuk Nana namun tak juga didengarnya.

"Mas kita mulai rumah tangga ini dengan kejujuran ya insya Allah hasilnya akan baik kedepannya. Untuk kemaren Nana sudah maafkan kok kalau mas masih mengingat perempuan sholehah itu." Ucapku sekali lagi, eh malah tiba - tiba menepi dipinggir jalan ntah mau apa sebenarnya.

"Turun." Ucap Asyam masih bernada lembut, habis sudah kesabarannya pada sang istri.

"Rumah mas kan masih jauh, kenapa Nana disuruh turun disini ?"

"TURUN !" Satu kali gertakan membuat Nana ciut nyali dan turun. Benar saja sesuai perkiraan Nana ditinggalkan dibawah sebuah pohon rindang.

Hati Nana benar - benar hancur, perasaannya tak karuan ditinggal begitu saja ditempat masih jauh dari kediaman rumah Umma dan Abi.

"Ya Allah kenapa dia setega itu ?

Air mata Nana sekali lagi berjatuhan dengan derasnya, terpaksa Nana harus jalan kaki lumayan jauh dari rumah mereka.

Hanya dzikir yang menjadi saksi perjalanan kaki lumayan jauh bisa sampai 30 menitan. Tak banyak mengeluh

Mungkin karena aku terlalu baik sampai orang lain berpikir "oh nggak apa - apa." nggak apa - apa buat menyakitiku. Nggak apa - apa buat ninggalin aku. Nggak apa - apa untuk mengambil hak kebahagiaan yang aku punya. Karena sejahat apapun dia , aku akan tetap baik kayak gini.

"Semangat Nana. Fighting !" Teriak Nana menghapus air matanya kemudian melanjutkan perjalanannya menyusuri jalanan aspal disebuah kota.

Dia sama sekali tak malu jika harus berjalan kaki di jam segini menggunakan baju tidur apalagi warna hitam sudah pasti bikin gerah.

Sedangkan suaminya sudah sampai di pelataran rumah ditunggu oleh keluarganya. Attar celingukkan mencari keberadaan Nana.

"Kak Nana mana ?" Tanya Attar ke abangnya yang menyalami kedua orang tuanya. Asyam tetap diam hening tak ingin menjawab malah masuk kedalam rumah.

Tanpa ada briefing terlebih dahulu, eh maksudnya ancang - ancang emang dikira berantem tuh harus dirapatin dulu gitu ? Ya enggak lah hehe.

Attar kepalang emosi saat mendengar jawaban enteng tak berbobot dari abangnya.

"Kalau mau ambil aja Tar, abang kasih gratis."

Umi Aishwa, Abah Ali, Umma Nisa dan Abi Khalid lebih tak percaya dengan kata yang keluar dari mulut seorang laki - laki sholeh yang tidak pernah merendahkan siapapun.

"Abang kira Nana itu barang yang bisa main dihibahkan saja, abang mikir gimana perasaan Nana ikut masuk dalam kesalah pahaman ini yang membuatnya rela meninggalkan kehidupan bahagianya demi menikah dengan laki - laki dingin kayak es macam abang ini." Protes Attar sembari menonjok wajah tampan abangnya.

"Sudah cukup cukup ! Abah bilang cukup ATTAR ASYAM !" Teriak Abahnya menggema dalam ruangan keluarga membuat semuanya terduduk diam memposisikan diri.

"Jelaskan pada Umi ada apa ini ? Apa yang kalian sembuyikan dari kami ?" Tanya Umi Aishwa menangis tersedu - sedu memegang wajah anak sulungnya.

"Attar jelaskan semuanya nak." Timpal Umma Nisa membela Attar.

Asyam melirik kecut wajah adiknya, "Oh jadi kamu udah tau semua ? Tau darimana kamu ? Cewek itu curhat samamu ? Hahaha murahan sekali." Asyam menertawakan keadaan adiknya yang terjebak jatuh cinta ke perempuan tengil dan menyebalkan.

BUGH ! BUGH !!

Dua kali tinjuan pada wajah kanan kiri abangnya, tak peduli dengan teriak dua ibu dan para bapak memisahkan kami dari pertengkaran sengit.