"Dasar kerbau betina, saya sudah selesai sholat malam juga dia malah masih tidur nyenyak begini. Apa saya kerjai saja ya?" Asyam mulai memikirkan sebuah rencana untuk membangunkan istrinya.
Memilih beberapa opsi kejam antara diguyur segayung air atau di teriakin pakai toa. Asyam berjalan dengan gagahnya keluar membawa segayung air hadiah spesial pada malam pertama ini.
Satu dua tiga !
BYURR !! Segayung air dingin diguyurkan pada wajah Nana. Terlihat tak baik - baik saja bukan jika sedang tidur nyenyak malah dibangunin.
Pusing dan bibir yang gemetar menahan dingin yang menjalar dalam tubuhnya. Setengah bagian tubuhnya basah kuyup bahkan hijab yang dirinya pakai juga basah.
Semalam tidak ada perhelatan diantara keduanya sehingga Nana tetap menjaga aurat walaupun dirinya sudah halal untuk Asyam Muaffa, suaminya.
Asyam yang menertawai istrinya seketika diam tak bergerak melihat Nana dengan wajah pucat dan bibir membiru kedinginan.
Air mata berjatuhan, semakin sakit hati mempunyai suami yang sama sekali tidak mencintainya.
"Nana maaf saya hanya membantu membangunkanmu.Kamu bangun lambat sekali." Ucap Asyam berdalih membela dirinya sendiri yang melakukan kesalahan.
Tanpa jawaban sama sekali, Nana bangkit dari tidurnya berjalan beberapa langkah menjauhi Asyam.
Brukk ! Bak nangka busuk jatuh ke tanah. Tubuh Nana ambruk pingsan.
Asyam yang masih berperi kemanusiaan itu otomatis menolong Nana, khawatir dengan istrinya yang masih bellum sadarkan diri walaupun pipi putihnya sudah ditepok berulang kali hingga memerah.
Kening Nana juga sangat panas, demam tinggi. Asyam semakin panik ketika hijab Nana tanpa sengaja tertarik oleh tangannya melihat wajah polos nan cantik berambut panjang warna hitam legam.
Hatinya bergejolak, semakin dipandang semakin tertarik oleh medan magnet ingin mencium bibirnya.
"Tidak tidak !" Asyam menjauhkan wajahnya hampir saja melepaskan ciuman pertamanya pada perempuan yang tak dicintai.
Tanpa menoleh ke arah Nana, Asyam dengan tangan gemetar memakaikan kembali hijab dengan sedikit berantakan.
"Dingin.. huhu dingin." Terus saja Nana meracau badannya menggigil.
Ragu - ragu memeluk istrinya, dia menggendong ala bridal style menuju ranjang kasur dan mrebahkannya.
Tanpa sengaja Asyam terpeleset oleh kakinya sendiri, menyebabkan mereka berdua jatuh bertumpuk di tengah kasur.
Asyam beberapa kali menelan air salivanya, tubuhnya berontak menolak hasrat yang minta disalurkan.
"Astagfirullahaladzim." Berulang - ulang Asyam beristighfar.
Apalagi ada yang mulai mengeras, tak bisa dibiarkan berlama - lama menyiksa diri. Asyam keluar kamar mencari Umi Aishwa yang biasanya jam segini sudah bangun dan membuatkan teh panas untuk abah.
Setengah berlari Asyam menuju dapur, dan betul sekali Umi Aishwa sedang membuatkan teh manis panas ditemani suaminya. Sedangkan Umma Nisa dan Abi Khalid masih mempersiapkan diri didalam kamar.
Abah Ali sampai keheranan dengan anaknya yang berlari seperti melihat hantu saja.
"Ada apa syam ?" Tanya abah Ali.
Umi Aishwa menyodorkan teh panasnya, "Duduk nak, ini Umi buatkan teh manis juga. Istrimu mana ?"
Nafas Asyam sedikit terengah - engah menyampaikan maksud dan tujuannya.
"Umi Abah, tolong Nana demam ti-tinggi."
"Hah demam ? Kenapa malah ditinggal ke dapur ?" Tanya Attar dengan wajah serius menatap tajam abangnya yang sedang menyeruput teh manis buatan Umi Aishwa.
"Astagfirullah menantu Umi kenapa ? Ayo cepetan lihat kondisi Nana."
Umi meraih tangan suaminya, diikuti anak - anaknya berpapasan dengan om dan tante pemilik dari Pesantren ini.
Umma Nisa dan Abi Khalid selama ini belum mempunyai keturunan sehingga keponakannya pun sudah dianggap seperti anak sendiri.
"Ada apa ini ? Kok rame - rame mau keatas ?" Tanya Abi Khalid keheranan.
"Umma Abi, lihat nih masa Nana lagi sakit eh malah ditinggal bang Asyam ngeteh di dapur." Celetuk Attar mengadu pada om tantenya. Attar Alhusayn anak kedua Umi Aishwa dan Abah Ali yang paling dekat dengan om tantenya.
Bahkan sedari kecil sering diasuh oleh Umma dan Abi seperti anak kesayangan.
"Ya Allah Asyam, ayo cepetan ke atas."
Anggota keluarga ini berbondong - bondong ke kamar Asyam, ketika dibuka pintunya udara dingin seperti di kulkas menyeruak keluar.
"Asyam ! Sudah berapa kali Umi bilang, AC jangan disetel terlalu rendah udara disini sudah dingin syam. Astagfirullahaladzim." Ucap Umi Aishwa jengkel pada anak sulungnya.
Sudah jadi kebiasaan jika Asyam nyenyak tidur dengan udara yang sangat dingin.
"Maaf Umi, kan Asyam tidak bisa tidur kalau tidak dingin."
Sementara yang lain hanya geleng - geleng melihat bibir Nana sedikit membiru kedinginan.
Attar mematikan AC kamar abangnya sambil ngomel - ngomel, "Umi Abah daripada bang Asyam terganggu mending Nana pakai kamar Attar saja dulu. Sementara biar Attar yang tidur di asrama laki - laki."
Semua menatap tajam ke arah Attar yang kebingungan, ada salah pengucapan dalam dialog ini.
Apakah Attar diam - diam menyukai kakak iparnya itu?
"Asyam !" Abah Ali sedikit menaikkan nada bicaranya dan Asyam menatap sinis adiknya.
Memang plek ketiplek keduanya bak pinang dibelah menjadi dua.
"Asyam, Nana itu istri saya. Jadi kenapa harus tinggal di kamar kamu ? Mending saya saja yang tinggal dikamar kamu."
Loh ada yang salah lagi, gantian memandang Asyam bahkan Umma Nisa menjewer keponakannya itu.
"Aww sakit Umma ampun ampun."
"Rasain bang !"
Attar terkekeh melihat abangnya puas dijewer Ummanya.
Saat mereka asyik ribut, Nana melenguh lirih sembari mengerjapkan beberapa kali matanya melihat keadaan sekitar yang sudah full tank eh full keluarganya.
"Mas Asyam dingin." Kata pertama yang keluar adalah memanggil suami tercintanya. Bagaimana tidak merasa kasihan jika Nana dalam kondisi seperti ini kurang diperhatikan oleh suaminya.
Asyam hanya diam tertegun mendengar Nana yang menyebut namanya,teringat dengan perempuan yang selalu disebutnya dalam do'a.
"Asyam kenapa ngalamun? Itu istrimu kenapa bajunya sampai basah kuyup? ambil baju tidurmu pakaikan dulu. Ayo yang lain pada keluar." Ajak Umi Aishwa mendorong pelan kakakknya diekori para suami dan anak bungsunya masih memikirkan hal yang takut terjadi diantara mereka.
Pasalnya Attar sudah mengetahui jika Nana tidak hamil dan hanya kesalah pahaman saja pernikahan ini terjadi. Darimana dia tahu ?
Ya, Attar tidak sengaja mendengar obrolan antara Nana dan Kak Pita.
Selain itu, Attar lah yang kemarin ditabrak oleh Nana. Sempat merasa emosi namun menahannya ketika ia melihat wajah cantik nan rupawan dari balik kaca helm yang dibuka.
Mengira degupan jantung yang mendemo lidahnya untuk mengucapkan perkenalan namun terhalang dengan panggilan abahnya dari seberang jalan.
Tak disangka - sangka jika takdir keduanya bertemu lagi dalam hubungan saudara ipar.
Pupuslah sudah rasa cinta yang baru tumbuh pada hari itu juga. Melihat pujaan hatinya dinikahkan dengan abang kandungnya sendiri.
"Jika rasa ini pernah keliru, biarkan aku pendam sejauh mungkin dalam hatiku."