Itu adalah sebuah ingatan yang sangat menyedihkan bagi Yulia, sebuah ingatan di mana dia harus melihat semua saudari-saudarinya berkhianat dan berbalik melawan sang Cahaya, meninggalkan sebuah pilihan yang amat sulit baginya di antara memilih adik-adiknya atau tuannya. Tetapi pilihannya sudah dia putuskan pada saat itu, dia akan selalu berada di pihak sang Cahaya meski apapun yang terjadi, dia menutup hatinya dan hidup menjadi seperti sekarang.
Yulia sudah tidak bisa merasakan apa itu kebahagiaan lagi, dia kehilangan senyuman tulusnya yang sangat indah di masa lalu, diganti dengan dirinya yang penuh kebencian akan kegelapan, menutup hatinya sampai dia bisa membenci adik-adiknya yang lain.
Sekarang di hatinya yang telah kosong itu dia melihat ke arah kakaknya, sang Lily yang dengan wujudnya yang sangat indah berdiri di depannya bersama dengan Edward, seseorang yang seharusnya sudah meninggal di depan matanya.
Dengan tatapan mata yang penuh dengan kesedihan dia menatap ke arah Lily dan Edward.
Yulia, dia mulai meneteskan air matanya, sebuah air mata yang penuh dengan kesedihan dari seorang gadis yang seharusnya memiliki hati yang sangat lembut.
Seorang gadis yang seharusnya bisa tersenyum tulus dan merasakan kebahagiaan.
Dengan dirinya yang telah menjadi seperti itu, Yulia menatap ke arah Lily dan Edward. Mulutnya mulai terbuka dan mulai terdengar suara lembut dari seorang gadis yang seharusnya mengharapkan kedamaian lebih dari siapapun.
"Kak Lilia....Tuanku..."
Mulutnya pun mulai tersenyum, tetapi itu bukanlah senyuman kebahagiaan melainkan senyuman yang penuh akan kesedihan, bahkan air mata yang mengalir dari kedua matanya yang indah itu tidak berhenti mengalir.
"Yulia harap...kalian semua bahagia..."
Dengan senyuman penuh kesedihan itu dia melihat kakaknya Lily yang berusaha mendekapnya.
Pada saat itu seorang gadis tiba-tiba terbangun dari tidurnya dengan air mata yang mengalir dari kedua matanya.
Gadis itu pun terdiam sesaat memikirkan sesuatu, dia memikirkan tentang sebuah mimpi yang baru saja dia lihat itu.
Gadis itu mulai bangun dan terduduk di tempat tidurnya, dia pun mengusap air matanya itu dengan kedua tangannya.
"Mimpi ini...apa ini sebuah pertanda?"
Dia pun berdiri dan mulai berjalan menuju ke sebuah pintu menuju balkon di kamarnya, dia pun membuka pintu kaca itu dan berjalan keluar berdiri di pinggiran balkon sambil tangannya memegang pembatas.
Sinar rembulan pun mulai menyinari kamarnya itu, terlihatlah rambut berwarna putih seputih salju yang seolah-olah bersinar saat terkena sinar rembulan.
Pada saat itu dia merasakan sesuatu, sebuah hawa keberadaan yang sangat tidak biasa.
Gadis itu sama sekali tidak panik atau apapun. Itu semua karena dia sudah mengenali hawa keberadaan siapa itu.
Dia pun menatap jauh ke dalam hutan dunia peri yang penuh dengan cahaya yang berwarna-warni dari tanaman yang bercahaya di sana.
"Mimpi itu...apa itu ulahmu...Innocentia?"
Angin malam pun berhembus membuat rambut putihnya itu seakan-akan menari-nari, tetapi angin itu membawa sesuatu, yaitu kata-kata dari orang yang gadis itu ajak bicara.
"(sigh) Itu masih tidak terlalu lama kan? Baru sekitar 20-an tahun yang lalu. Lagian kenapa kamu datang ke sini secara mendadak?"
Angin-angin itu mulai berhembus lagi ke arah gadis itu yang sama sekali tidak ada apapun di sana selain pemandangan di hutan peri yang berwarna-warni penuh cahaya waktu malam.
"Jadi begitu, kelihatannya ada perubahan rencana ya?"
Gadis itu pun menyangga kedua pipinya dengan kedua telapak tangannya sambil dia tersenyum ke arah di mana tidak ada seseorang pun yang terlihat di sana.
"Tetapi aku tidak menyangka kalau kamu akan datang kesini."
Angin mulai berhembus lagi ke gadis itu.
"Tidak, aku hanya teringat kalau terakhir kali kamu datang dan menunjukkan dirimu di dunia ini kamu meratakan pasukan iblis maupun malaikat yang tengah berperang, kamu bahkan membelah daratan dan lautan yang menyebabkan gempa dan Tsunami besar saat itu sampai-sampai orang-orang menyembahmu sebagai dewi. Jadi kali ini siapa yang ingin kamu ratakan?"
Angin mulai berhembus lagi ke gadis itu untuk ke sekian kalinya.
Setelah angin yang berisikan kata-kata dari Innocentia itu berhembus, gadis itu pun terlihat terdiam memandangi pemandangan di hutan peri.
"Jadi begitu, itu tujuanmu yang sebenarnya ya? Aku secara personal tidak masalah sih lagian walau aku belum pernah bertemu dengannya, dia membuatku cukup tertarik."
Gadis itu pun berhenti menyangga pipinya dan berdiri tegak dengan salah satu tangannya memegang ke pembatas balkon.
"Mungkin itu wajar bagimu, tetapi dia...dia seorang percobaan yang gagal bisa mempunyai kekuatan melebihi para dewa, bahkan dia sudah jauh melampauiku walaupun dia hanya diciptakan untuk menjadi salah satu penggantiku."
Dari dulu gadis itu merasa sangat penasaran dengan itu, dengan alasan kenapa seseorang itu bisa berkembang sampai sejauh ini, bahkan dia sudah melampaui siapa pun di dunia yang lama meskipun dia hanyalah seseorang makhluk buatan.
"Sayangnya kutukan kekuatan Cahaya itu masih ada di dalam dirinya, sebuah kutukan yang aku sendiri tidak bisa lari darinya."
Gadis itu terlihat sedih mengingat tentang masa lalunya dan kekuatan Cahaya yang membuat hidupnya seperti dikutuk dan menderita.
Gadis itu sangat tahu seperti apa kekuatan Cahaya yang sebenarnya, sebuah kekuatan yang bisa membuat pemiliknya menjadi seseorang yang melebihi apapun di dunia ini, tetapi kekuatan itu juga membuat pemiliknya menderita seperti apa yang terjadi kepadanya.
Dalam kesunyian malam, gadis itu memejamkan matanya dan kemudian dia membukanya lagi, kali ini tiba-tiba muncullah sebuah permata dan sebuah cahaya yang terbentuk di sekitar permata itu.
Cahaya itu pun membentuk seperti sebuah simbol di sekitaran permata yang ada di dahinya itu.
Setelah itu gadis itu membuka matanya dan kali ini matanya berubah menjadi berwarna biru langit yang bercahaya di dalam kegelapan.
"Baiklah aku akan ikut, setidaknya aku akan melihat bagaimana semua ini berakhir, apakah harapannya akan terkabul atau malah sebaliknya di saat sebelum waktunya tiba."
Keberadaan Innocentia pun tiba-tiba menghilang dari sana yang menandakan dirinya sudah tidak lagi berada di dekat gadis itu.
Gadis itu juga menyadari kalau Innocentia sudah tidak lagi ada di sana, dia terdiam di kesunyian malam yang dipenuhi oleh warna-warni cahaya di hutan peri itu.
"(sigh) Dasar tidak sabaran, setidaknya kalau dia mau pergi dia harus ucapkan salam perpisahan dulu."
Satu yang dia tahu, tubuh asli Innocentia sekarang ada di tempat lain, dan yang berbicara dengannya tadi hanyalah bayangan dari dirinya.
Gadis itu menundukkan kepalanya, dia melihat telapak tangan kecilnya yang sangat lembut sambil mengingat-ingat tentang sesuatu.
"Kurasa waktunya sudah tiba ya?"
Gadis itu pun menghela napasnya.
"(sigh) Tetapi ini agak aneh, bagaimana aku harus berhadapan dengannya? Dan juga mimpi yang ditunjukkan oleh Innocentia itu...apakah takdir masa depan akan bisa berubah?"
Gadis itu pun merasa kalau tidak perlu memikirkan ini sekarang karena dia sendiri juga tidak tahu jawabannya.
"Yah kurasa aku akan mandi dan berdandan dulu untuk mempersiapkan debut pertamaku."
Gadis itu pun sekarang mengeluarkan sayap perinya yang terlihat berwarna-warni. Memang biasanya para peri mempunyai sayap yang berwarna warni dan juga bentuknya beda-beda antara satu sama lain tetapi sayap gadis itu seperti berubah-ubah warna.
Sayapnya terlihat sangatlah indah dan berkilauan, bahkan terlihat partikel-partikel yang berkilauan terjatuh dari sayapnya yang sangat indah itu.
Gadis itu pun mulai terbang dari balkonnya dan dia terbang menuju ke suatu tempat di hutan yang penuh dengan cahaya dari tanaman-tanaman yang berkilauan di sana.
Gadis itu terus terbang menuju ke suatu tempat dan kemudian setelah beberapa lama terlihat sebuah danau yang luas.
Danau itu merupakan danau yang sangat indah, airnya terlihat bercahaya dan juga berkilauan bak permata.
Gadis itu pun turun menuju ke balik semak-semak untuk melepaskan pakaiannya, setelah itu dia pun keluar dari sana dan berjalan menuju ke bibir danau.
Dia mulai menyelupkan ujung ibu jari kakinya ke danau yang sangat indah itu dan dia pun mulai masuk ke dalam air danau.
Gadis itu pun terus berjalan ke danau itu sampai air danau itu sampai ke pinggangnya.
Danau itu merupakan sebuah danau legenda di hutan peri yang dikatakan mempunyai khasiat untuk membuat orang menjadi awet muda dan merupakan tempat mandi favorit gadis itu.
"Uuuuhhh...danau ini memang yang terbaik!"
Gadis itu terlihat merasa sangat senang dengan itu, tetapi akan ada satu kejadian yang sama sekali tidak gadis itu duga sebelumnya.
Gadis itu pun mulai mencelupkan seluruh dirinya sampai air sampai ke dadanya dan pada saat itu tiba-tiba terlihat sebuah cahaya yang muncul tepat di depannya.
"Eh...itu?!"
Tiba-tiba sebuah kejadian yang sangat tiba-tiba pun terjadi, dari cahaya itu tiba-tiba muncul Edward yang terjatuh menuju ke gadis itu.
Pada saat yang singkat itu Edward langsung menyadari gadis itu dan dia pun berpikir dengan sangat cepat. Edward menyadari kalau dia tidak melakukan apapun maka dia akan menabrak gadis itu dan akan terjadi kejadian yang tidak dia inginkan.
Tentu gadis itu juga terkejut atas kejadian yang sama sekali tidak terduga itu tetapi pada saat yang singkat itu dia menyadari siapa itu Edward sebenarnya.
"Kamu!"
Pada saat itu Edward mengeluarkan teknik uniknya pada saat tepat sebelum dia benar-benar menabrak gadis yang sedang tengah mandi itu, dia mengarahkan telapak tangannya ke bawah dan seolah-olah dia membuat tembok tidak terlihat di depan telapak tangannya itu.
Edward pun menggunakan tangannya itu sebagai pegas dan kemudian bersalto di udara melewati gadis itu berjungkir balik menuju ke hutan. Dengan segera setelah mendaratkan dirinya ke tanah, Edward menuju ke belakang pohon dan bersembunyi di sana.
Sambil jantungnya yang masih berdegup kencang akan kejadian yang sama sekali tidak terduga itu, dia juga merasa sangat kelelahan akibat berteleportasi ke tempat itu sehingga dia sampai-sampai merasa tidak kuat berdiri.
Gadis itu memang sempat terkejut, tetapi dia dengan tenang melihat ke arah di mana Edward bersembunyi.
"Hei kamu, apa kamu tidak mau mengatakan sesuatu kepadaku?"
Tentu Edward ingin meminta maaf kepada gadis itu tetapi situasi tidak mendukung, bahkan gadis itu tidak mengenakan pakaian sehingga jika dia keluar dari sana maka situasinya akan menjadi lebih buruk.
"Tidak, kalau aku keluar maka aku akan melihat sinar dewa yang silau di sana!"
"Sinar dewa? Jangan khawatir, gak ada yang kaya begitu di sini. Atau jangan-jangan kamu berpikir kalau aku akan berteriak 'Kya~ dasar mesum!' lalu memukulmu begitu? Tenang saja aku tidak akan melakukan hal klise seperti itu."
"Klise? Apa yang kau bicarakan? Itu sangat wajar kan?"
"Tidak ada yang perlu dimalukan dari dilihat oleh diri sendiri."
Edward tidak tahu apa yang dimaksud gadis itu dengan 'diri sendiri' dan Edward sekarang mempunyai firasat kalau dia telah bertemu dengan gadis aneh lainnya.
"Tetapi aku benar-benar tidak menyangka kalau aku akan bertemu denganmu secepat ini."
"Tunggu dulu...apa kau jangan-jangan bagian dari anak-anak Zodiak?"
"Anak-anak Zodiak? Ehem! Maksudku ya! aku juga bagian dari anak-anak Zodiak."
Anak-anak zodiak sendiri sudah membuat Edward merasakan kesusahan karena Chamuel dan Lily yang mengatakan kalau mereka semua akan mencintainya itu membuat Edward merasa takut.
Pertama Lily, Chamuel, Sharon, Evelyn, Cornelia, White, Kon, Aria, Arashel, Mika-nee, Lorelei dan sekarang dia sudah bertemu satu lagi yang lainnya.
Meskipun Edward sendiri masih bingung dengan apa itu anak-anak Zodiak dan bahkan sebelum bertemu dengan mereka, dia sama sekali belum mengenal mereka kecuali untuk Sharon dan Mikaella.
Untuk Mikaella memang sampai sekarang masih membuat Edward penasaran bagaimana seorang Anak Zodiak dan juga merupakan salah satu Archangel bisa bergabung di dalam Leon, apalagi Mikaella juga merupakan salah satu dari partner Edward dan sering melakukan tugas bersamanya.
"Ngomong-ngomong apa Zodiakmu?"
"Zodiakku? Hmmm...Cancer."
"Cancer ya...tunggu dulu, bukannya Cancer sudah-"
"Ehem! maksudku sebelumnya!"
"Gemini? Bukannya Gemini itu Chamuel dan Sharon ya?"
"Ma-maksudku sebelumnya lagi!"
"Taurus?"
"Ya! Maksudku Taurus!"
Edward mulai merasa curiga dengan gadis itu karena bagaimana bisa seorang Anak Zodiak bisa melupakan Zodiak yang menjadi kekuatannya sendiri.
"Apa kau benar salah satu dari anak-anak Zodiak?"
"Aku cuman sedikit lupa ingatan saja! Kalau tidak percaya, lihat saja rambut putihku ini dan juga kulitku yang sedikit kemerah-merahan! Bahkan irisku juga berwarna biru!"
"Mana bisa aku melihatmu sekarang, cepat pakai pakaianmu dulu!"
"Mana bisa, aku kan lagi mandi. Tunggu sampai aku selesai mandi dulu baru nanti aku pakai pakaian."
Gadis itu mengeluarkan ekspresi Smug di wajahnya.
"Atau kamu sekarang merasa tidak sabar dan sengaja memancingku untuk mengatakan 'tidak apa-apa, kamu bisa melihatku sepuasnya' lalu memanfaatkan itu untuk memuaskan hasratmu?"
Edward pun merasa sedikit kesal mendengarnya, dan di dalam batin, dia berkata [Gadis itu...apa Anak-anak Zodiak itu kebanyakan benar-benar tidak tahu apa artinya menahan diri?]
"Ya baiklah kalau begitu aku akan segera pergi dari sini."
"Tunggu!"
Gadis itu pun mengeluarkan ekspresi malu-malu dengan mata yang berkaca-kaca dan pipi yang memerah.
"A-apa kamu mau meninggalkan seorang gadis sendirian di tengah hutan? A-asal kamu tahu, i-ini tidak seperti a-aku ingin bersamamu atau apapun!"
"Eh, apa barusan aku mendengar kalimat yang biasa Tsundere ucapkan?"
Gadis itu pun bersedekap dengan wajahnya yang dia palingkan dan disertai dengan pipinya yang digembungkan.
"Hmph!"
"Dan juga kau yang pertama-tama mandi di sini kan? Pastinya tempat tinggalmu tidak jauh dari sini. Lagian aku harus menuju ke suatu tempat sekarang."
Kali ini ekspresi berbeda muncul dari gadis itu, sebuah tatapan mata kosong nan mengerikan yang seolah-olah memancarkan aura kegelapan terlihat dengan jelas.
"He~ apa kamu mau menuju ke tempat wanita lain? Da-ar-ling! Aku ingin tahu dengan jelas siapa wanita itu, dan kalau bisa menitipkan salam kepadanya secara langsung...SALAM KEMATIAN!"
"Oi, kenapa karaktermu berubah jadi Yandere?"
Tiba-tiba ekspresi gadis itu berubah dari mengerikan menjadi datar. Tatapan mata mengerikannya itu dengan sekejap menjadi tatapan mata yang datar nan dingin.
"Itu semua cuman bercanda, aku tidak keberatan dilihat olehmu jadi jangan pergi, kamu bisa melepas bajumu dan mandi bersama denganku."
"Kali ini Kuudere ya? Entah kenapa kata-kata itu terdengar seperti apa yang akan White katakan jika dalam situasi yang sama."
Kali ini ekspresi datarnya itu pun berubah menjadi ekspresi biasa dari gadis berambut putih itu.
"A~h si Virgo ya? Ngomong-ngomong yang aku katakan itu beneran. Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya, tidak ada yang perlu dimalukan dari dilihat oleh diri sendiri."
"Tidak terima kasih, tetapi aku sudah tinggal di bawah laut selama beberapa hari ini jadi kurasa aku tidak perlu buat mandi lagi sekarang."
Selama beberapa hari di dalam laut, Edward sudah mengalami berbagai situasi yang sulit terutama tentang trauma yang dialami Lorelei dan juga bagaimana Edward bertemu dengannya sepuluh tahun yang lalu.