Jejak Penunjuk Arah

"Eseh urip ora kui?"

"Meneng, to, tak telpone rumah sakit sek."

Kumpulan suara bising menyerbuku. Namun otakku memprosesnya seperti dengung yang aneh. Ingin rasanya aku lekas bangkit dan pergi dari situ karena menggangguku pulih dari rasa sakit.

"Eh, mase tangi." suara itu berasal dari seorang perempuan paruh baya, dia membenahi singletnya yang melorot, lalu berusaha menanyaiku.

Aku tak tahan. Orang ini sungguh berisik.

"Loh, loh, loh. Mau kemana mas, e, e, e. Lah malah jatuh." si berisik itu membantuku yang belum kuat fisiknya. "Coba masnya istirahat dulu, coba kasih tahu saya, siapa namanya?" ia berusaha membuatku nyaman. Tapi aku lemas sekali hingga kalimat itu terasa tidak menempel di kepalaku.

"Saya tahu mase iki." Seorang pria tiba-tiba muncul dari kerumunan. Ia berbisik pada wanita di sampingku, "Rodok stres iki bocahe. Biar saya antar ke rumahnya." Ia menatapku dan berkata, "Mas Anto, kan?" Aku mengangguk. "Ayo ikut saya pulang!"

Pria itu menuntunku, jalan kami terparkir pada satu sepeda motor usang miliknya.

"Pak." Pria yang menolongku menengok, "Bapak tahu orang di foto ini, tidak?" aku menyodorkan foto usang yang masih betah berada dalam genggaman.

Wajah pria yang samar-samar mulai ku kenali sebagai tetanggaku itu menyipitkan matanya. Lalu ia tersenyum, dan menjawab, "ini semua juga tahu. Masih orang sini. Kenapa, mas?"

Aku menggeleng pelan, "Apa mereka masih hidup?"

Ditanyai begitu, tentu saja mas itu terkejut. "Kenapa to, Mas?"

Aku ragu untuk menceritakan soal mimpi yang aku alami. Bisa-bisa predikat sebagai orang stres makin lekat padaku. Jadi, kuurungkan saja pertanyaanku, dan membiarkan motor usang pria ini membawaku pulang.

Sesampainya di rumah, aku tak segera menjawab pertanyaan ibuku yang bertubi-tubi. Pikiranku masih dipenuho foto, dan tak ada jalan lain kecuali mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Ku dekati meja di samping jendela kamar. Mengambil beberapa butir obat, dan menenggaknya. Lalu ku jelajahi pemandangan di luar, dan sosok perempuan cantik membuat jantungku berdegup kencang.

Wanita itu seperti memiliki darah cina dari rautnya. Bahasa tubuhnya terlihat penuh energi, dan kenyal. Dan pada hitungan detik, kakiku melompat melewati jendela menuju gadis itu. Gadis dengan raut wajah yang sama seperti sosok anak dalam foto.

Ku kejar ia, membiarkan keingintahuanku yang bagai haus ini berkelana, hingga ku bisa menangkap tangannya.

"Siapa kamu?"