BAB 33 SUAMIKU

Pria itu memandang tidak percaya kepadaku. Aku masih mengingatnya. Dia adalah pria yang menikahkan kami kala itu. Mulutnya bergerak-gerak. Dia mengingatku. Aku mengingatnya. Mata kami bertemu. Ada tatapan sedih, kecewa sekaligus marah. Aku merasa seperti sedang diadili oleh sekian mata yang pernah tahu bahwa aku istri Aryo. Aku menggigit bibirku. Aku manahan mulutku untuk tidak berteriak kepada mereka yang seakan menyalahkanku.

Sungguh aku tidak ingin meninggalkan Aryo. Sungguh aku ingin menjaga tubuhku dan hatiku hanya untuk Aryo.

Mereka tidak tahu seberapa berat aku sudah berjuang.

Aku tahu air mataku sudah hampir tumpah, karena mataku sudah terasa panas.

Daniel sengaja melakukan ini. Daniel membenciku. Dia sengaja mempermalukan aku. Membuat semua orang-orang membenciku. Aku seperti wanita murahan yang dengan mudahnya berganti lelaki.

"Daniel.." panggilku pelan. "Aku tidak enak badan. Aku ingin kembali."

"Tidak!" jawabnya setengah berisik di telingaku. "Pertunjukkannya belum berakhir."

Ada senyum jahat di sudut bibirnya

Apa maksudnya? Pertunjukan apa?

Aku semakin resah. Aku tidak tahu apa yang sudah direncanakan Daniel. Dia dengan mudahnya menerima mandat untuk meninggalkan Batavia hanya untuk menyakitiku.

Aku benar-benar ingin berteriak dan menangis. Ini tidak adil.

Aku remas-remas tanganku yang berkeringat. Aku tidak tahu apa yang harus saya lakukan.

Aku menundukkan pandanganku. Aku terlalu takut melihat mata-mata yang memandangku dengan kebencian.

Kepalaku mendadak sangat berat.

"Saya sangat senang bisa berada disini." kata Daniel kepada para hadirin. "Hari ini saya akan menyampaikan sesuatu..." dia diam sejenak

Aku mengangkat kepalaku. Ada seseorang yang menatapku dengan tajam.

Itu Aryo. Dia baru saja hadir. Dia masih tetap tampan seperti ingatanku. Rasanya aku ingin berlari dan memeluknya.

Raut mukanya penuh kesedihan. Dia duduk tepat dihadapanku.

Dadaku sesak menahan tangisku. Bibirku bergetar.

'Aku merindukanmu, kekasihku.. ' itulah yang ingin kusampaikan.

Dia sudah begitu dekat. Tapi aku tidak dapat menjangkaunya. Betapa menyedihkan.

Aku dapat melihat tangannya gemetar seakan menahan sesuatu.

Apakah dia sangat marah kepadaku?

Tangannya meremas sesuatu diatas meja. Aku tidak bisa memastikan apa yg ada di genggamannya.

"Aryo..." ucapku lirih.

Daniel melihat kearahku lalu melihat kearah Aryo. Dia tersenyum penuh kemenangan.

"Dan hari ini..." ucapnya tiba-tiba, dengan suara lantang, "... saya ingin kalian semua yang hadir mendoakan untuk istri saya yang sedang hamil, agar bayi kami tetap sehat."

Rasanya kepalaku akan meledak mendengar kata-katanya.

"Daniel!" sentakku sambil berdiri. "Apa maksudmu?"

Daniel mencengkeram lenganku dan menarikku untuk duduk bersamanya.

"Kau sudah kalah, kalian sudah kalah." bisiknya. "Lihatlah inlander brengsek itu." ujarnya sambil tertawa. "Lihatlah, dia tidak bisa menguasai dirinya."

Aryo berdiri dengan penuh kemarahan. Beberapa orang disekitarnya menahannya untuk tidak menerjang Daniel.

Aku tidak dapat bergerak. Aku hanya dapat menangis dan menggelengkan kepalaku.

"Itu tidak benar, Aryo." ucapku.

Suasana mulai gaduh.

"Tutup mulutmu!" bentak Daniel kepadaku.

"Kau gila!" ucapku sambil berusaha melepaskan tanganku dari Daniel.

Orang-orang yang tidak tahu mulai bertanya-tanya tentang hubunganku dengan Aryo dan Daniel.

Ini seperti sebuah skandal. Sesuatu yang buruk.

"Aryo, ini tidak benar!" seruku, sebelum sebuah telapak tangan membekap mulutku.

"Jangan membuatku berbuat lebih kasar!" geram Daniel di telingaku.

Aku masih dapat melihat Aryo berusaha merangsek maju mendekatiku. Tapi orang-orang itu menahannya. Orang-orang itu menariknya dan membawanya keluar. Lebih tepatnya menyeretnya keluar.

Aku tidak bisa tinggal diam.

"Kau keterlaluan!" ucapku marah.

Aku berdiri dan mencoba menyusul mereka. Aku harus menjelaskan kepada Aryo, ini anaknya bukan anak Daniel. Aku harap Aryo mau mendengar penjelasanku.

Daniel menahanku. Cengkeramannya semakin menguat. Buku jariku memutih karenanya.

"Kau menyakitiku..." ujarku kepada Daniel untuk melepaskan cengkeramannya.

"Kau yang menginginkannya." geram Daniel kepadaku. "Bawa dia kembali!" perintahnya kepada prajurit yang ada di dekat kami. "Jangan biarkan dia kemana-mana!" imbuhnya.

Lengan-lengan kekar dengan sigap membawaku pergi dari tempat itu.

Kemana Aryo dibawa? Aku bertanya-tanya kepada diriku.

"Aku bisa jalan sendiri!" sentakku kepada kedua prajurit itu.

Apakah Aryo sudah meninggalkan tempat ini?

Aku harus menjelaskannya. Aku harus memberitahunya bahwa ini adalah anaknya, bukan anak Daniel. Aryo pasti akan mempercayaiku.

Tapi bagaimana jika keluarganya meragukanku?

Apakah orang-orang di masa ini sudah memahami tentang pembuahan dan genetika?

Aahhh... Daniel benar-benar brengsek!

Kepalaku pusing seakan aku adalah wanita yang kedapatan selingkuh dan harus membuktikan bahwa kehamilanku bukan akibat perselingkuhan.

Andai saja saat ini sudah ada tes DNA, tentu aku bisa lebih lega.

"Heh, jalang!" ada suara yang tiba-tiba muncul dari belakangku.

Aku menoleh. Ada Mashita dan beberapa wanita, yang sebagian aku tahu adalah pelayan di rumah Aryo.

"Kau memanggil?" tanyaku

Aku dapat melihat kemarahan dimatanya.

"Kau wanita yang tidak tahu malu! Kau sudah membuat sengsara hidup Mas Aryo!" ucapnya dalam bahasa Jawa.

Aku dapat memahaminya.

"Aku tidak perlu menjelaskan apapun kepadamu!" kataku sambil berpaling untuk kembali berjalan

"Tunggu!" serunya

Aku menghentikan langkahku dan kembali menoleh kepadanya.

"Apa yang kau inginkan?" tanyaku.

"Aku ingin kau bercerai dari Mas Aryo!"

Aku mengabaikannya dan kembali berjalan. Aku sungguh berharap dapat bertemu Aryo dan menjelaskan semuanya.

"Margaret!" seru Mashita "Apa kau tuli?! Aku ingin kau bercerai dari Mas Aryo! Kau sudah dimiliki pria lain. Kau tidak pantas untuk Mas Aryo. Dia tidak layak untuk wanita semurah dirimu!"

Mashita sudah keterlaluan. Dia sama sekali tidak tahu seperti apa aku sudah menderita.

"Apakah sampai sekarang Aryo belum sudi menyentuhmu?" tanyaku mencibirnya.

Mukanya semakin menghitam. Dia semakin marah kepadaku.

"Aah... Seperti benar. Aryo tidak sudi menyentuhmu." tambahku sambil tertawa.

Kenyataan itu juga semakin melukaiku. Aku tahu Aryo begitu mencintaiku hingga tak mampu menyentuh wanita lain. Tapi Daniel sudah menodaiku.

Sialan! Sial sekali hidupku!

Ingin rasanya aku mengubur diriku saat ini.

Aku menahan tangisku. Hatiku sangat sakit. Aryo selalu menantiku.

"Margaret!" sebuah suara yang kukenal memanggilku.

Aku segera menoleh untuk melihat sumber suara itu.

Air mataku tumpah. Aku menangis. Aku segera mendekatinya dan menarik tangannya.