"... Sungguh aku hanya ingin kebahagiaanmu Margaret."
Kepala Papa tertunduk seakan melakukan kesalahan yang besar.
"Aku sudah banyak melakukan kesalahan." lanjutnya. "Awalnya aku melihat Daniel beberapa kali memperhatikanmu. Karenanya aku memanfaatkan kesempatan itu untuk mendekatkan kalian. Dan aku menggunakannya untuk membantuku lolos dari jeratan hukum."
Papa terdiam sebentar.
"Hampir semua temanku harus mengalami penyitaan aset dan bahkan dihukum. Aku berpikir kalian hanya bermain-main dan tidak pernah seserius ini. Daniel terlanjur menyukaimu."
Aku mungkin tahu beberapa hal tentang sejarah, tapi tak pernah aku berniat untuk melakukan apapun untuk mengubah sejarah. Termasuk Papa. Dan selama ini Papa beranggapan bahwa aku hanyalah gadis ingusan yang tidak paham apapun tentang dunia politik. Karenanya Papa tidak pernah membicarakan masalahnya kepadaku. Malah seringkali Dokter Hoog yang bercerita tentang banyak hal kepadaku. Aku berpikir bahwa aku tidak akan selama ini terjebak di dunia ini, karenanya aku tidak berhak mengubah apapun yang harus terjadi. Tapi siapa yang tahu bahwa aku menjadi salah satu alat tawar untuk melepaskan diri Papa dari jerat hukum.
Ingin rasanya aku memaki Papa dan diriku sendiri. Harusnya sebelum inspeksi itu terjadi aku memberitahunya. Sehingga Papa bisa bersiap dan tidak perlu merasa berhutang budi kepada Daniel.
"Tapi Papa..." aku menyela
"Tunggu, biar aku selesaikan dulu. Karena beberapa orang mengatakan bahwa kau gadis tercantik, aku membesarkan rumor itu. Walaupun kau tidak terlalu sering mengikuti perjamuan atau pesta, tetap saja, dikalangan prajurit, kau sangat populer. Banyak wanita yang iri denganmu, termasuk Pauliene. Bahkan kabar perselingkuhanmu telah tersebar diseluruh Batavia berkat Pauliene. Dia mencoba mendekati Daniel."
"Aku pikir itu lebih baik." selaku lagi. "Aku akan menemui Pauliene."
Aryo menggenggam jemariku. Memberiku tanda untuk diam.
"Tidak-tidak.." sahut Papa. "Reputasimu sudah sangat buruk. Karenanya aku meminta bibimu untuk membawamu kembali ke Holland jika Daniel menceraikanmu."
Dia mengambil nafas dengan berat.
"Kau akan dilecehkan banyak orang jika tetap disini. Aku tidak akan mampu melihatmu lebih menderita."
Kami berdua tercengang.
Kembali ke Holland? Yang benar saja!
Yang disebut kembali bagiku adalah kembali ke duniaku.
Tapi bagaimana dengan anak ini? Apa yang harus aku lakukan?
"Kalau Daniel menceraikan Margaret, maka saya akan membawanya." kata Aryo tegas. "Bahkan sebenarnya dia adalah istri saya. Karena kami telah menikah terlebih dahulu."
"Apa kau lupa bagaimana Daniel memperkenalkan Margaret di Surakarta. Semua orang tahu dia istri siapa dan mereka berpikir dalam perut Margaret adalah anak Daniel. Bagaimana keluargamu akan memperlakukannya?"
Papa menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tidak setuju.
"Dan yang terpenting adalah sampai saat ini Daniel tidak berencana menceraikan Margaret."
Papa memejamkan mata seakan sedang berpikir keras.
"Hubungan keraton dengan kompeni tidak seimbang. Karena hilangnya Margaret beberapa waktu lalu digunakan alasan Daniel untuk mendapatkan kuasa atas beberapa wilayah. Dalam keraton sendiri sudah pecah menjadi dua kubu. Banyak yang membelot dan marah karena hal itu. Aryo pun dalam posisi yang sangat sulit karena dipersalahkan banyak pihak." jelas Papa kepadaku.
Kepalaku mendadak terasa pusing. Aku tidak berpikir bahwa akibat perbuatanku bisa berdampak sejauh itu.
Aku menatap Aryo dengan pandangan bersalah.
"Saya bisa mengurus masalah saya, Meneer." ucap Aryo dengan penuh keyakinan.
"Ya.. Ya... Aku juga, Papa."
"Margaret kau tidak tahu bahaya yang kau hadapi!" sentak Papa.
Aryo memandangku dengan pandangan suram.
"Papamu benar kondisi politik saat ini sangat kacau."
"Dengan ditahannya ibu, aku sudah merasa bersalah, apalagi membuat Daniel semakin masuk dan mengatur negerimu dengan dalih kaburku. Apa yang bisa kulakukan untuk menebusnya, sayang?" tanyaku pada Aryo. "Posisimu pasti sangat sulit."
Aku bisa membayangkan. Seperti cerita sejarah yang pernah kubaca saat sekolah.
"Kau tidak perlu lakukan apapun. Aku bisa mengatasinya." jawabnya tanpa ragu.
"Mengingat situasi yang sangat sulit. Dan aku sudah memberi kalian kesempatan untuk bersama. Ini pun cukup riskan bagiku." ujar Papa sambil menarik nafas panjang, lalu bersandar pada kursi yang dia duduk. "Aku sudah menyuap para anak buah Daniel terlebih dahulu untuk meninggalkan kita disini. Aku minta Nyai menyiapkan semuanya, agar mereka bisa berenang-senang. Jika tidak, tentu Daniel sudah mendapat laporan tentang kalian." lanjutnya dengan nada suram.
"Papa..."
Entah apa yang hendak kukatakan. Mendadak otakku tak mampu kuajak berpikir.
Ini rumit. Terlalu rumit. Kemarahan inlanders akan semakin besar. Aku tahu itu. Dalam waktu dekat akan terjadi pemberontakan-pemberontakan di berbagai tempat.
Aku memejamkan mataku.
Apa yang harus kukatakan?
"Bagaimana jika Papa pulang saja?" tanyaku dengan asal.
"Apa maksudmu, Margaret?" Papa balik bertanya padaku. "Justru kau yang harus segera pergi!" tegas Papa. "Jangan kaupikir aku tidak tahu apa yang sudah dilakukan Daniel kepadamu! Aku merasa bersalah dan marah. Tapi aku tidak mampu melakukan apapun. Aku tahu kau pingsan hingga berhari-hari setelah dia menyiksamu."
Aduh! Kenapa Papa harus menceritakan hal ini dihadapan Aryo?! Sial!
Aku menatap kearah lain. Aku tidak berani melihat ekspresi wajah Aryo.
Tiba-tiba lenganku ditarik dengan kasar.
"Lihat aku, Margaret!" perintah Aryo. "Apa yang sudah dia lakukan kepadamu?!" sentaknya. "Katakan kepadaku!"
"Aryo.."
Ada genangan air mata yang mengaburkan pandanganku. Aku tak mampu melihat wajah tampannya.
Ditariknya tubuhku dan dipeluknya dengan erat.
"Ya Tuhan!! Sebegitu menderitanya dirimu. Aku sudah bodoh bahkan meragukanmu saat itu. Margaret, aku tidak mampu membayangkan apa yang sudah terjadi denganmu."
Tubuh Aryo bergetar. Dia menahan amarah dan kesedihannya.
Aku sudah merusak banyak hal dengan tinggal disini. Memang tidak seharusnya aku berada disini.
"Aku ingin kalian menyudahi hubungan ini." ucap Papa tiba-tiba.