"Soal bagaimana aku tahu, tidaklah penting. Yang terpenting adalah kau temukan dia untukku!"
"Saya akan coba. Saya pun baru kali itu bertemu dengannya. Saya tidak dapat menjanjikan apa-apa. Dan lagi, sepertinya dia sudah sangat tua."
"Aku akan tunggu kabarmu."
Entah kenapa aku sedikit kesal dengan wanita ini. Dia salah satu penyebab aku terdampar di waktu sialan ini.
Tapi jika dukun itu mampu mengembalikan ke duniaku, lalu bagaimana dengan Aryo dan anak dalam kandunganku? Apakah jasad ini akan mati?
Malam itu aku kembali bermimpi tentang bocah laki-laki itu lagi. Wajahnya mirip dengan Aryo. Dengan rambut ikal sewarna rambutku. Tampan sekali dia. Dia mendekatiku dan tersenyum padaku. Aku ingin menyentuh wajahnya yang tampan. Tapi kali ini seakan ada sesuatu yang menarikku menjauh darinya.
Ada perasaan kehilangan di dadaku. Siapa anak laki-laki itu?
Aku menangis seakan meninggalkan orang yang kusayangi. Aku teringat kembali kecelakaan yang merenggut kedua orang tuaku bahkan aku tidak merasa begitu kehilangan seperti ini. Mungkin karena saat itu aku masih terlalu muda untuk memahami makna kematian. ,
Aryo mengubahku. Aku bukanlah tipikal gadis yang sentimentil. Aku juga benci saat melihat teman terlalu menyukai pasangannya. Tapi sekarang mudah sekali aku terbawa perasaan dan menangis. Dan yang pasti aku sangat mencintai Aryo, sehingga memutuskan berbagai hal yang tidak realistis, seperti hamil. Aryo benar-benar membuatku gila.
"Noni... Noni!"
Dhayu mengguncang tubuhku agar aku terbangun.
"Apa Noni baik-baik saja?" tanyanya dengan wajah panik. "Apa saya perlu memanggil Dokter Hoog?!"
"Tidak!" seruku saat Dhayu beranjak "Jangan.. Aku.. Aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja." jawabku.
Dhayu mengambilkan segelas air hangat untukku.
"Aku hanya mimpi buruk." jelasku. "Aku sudah dua kali memimpikannya."
Nafasku masih berat.
"Aku tidak pernah bertemu anak itu sebelumnya. Bagaimana aku bisa memimpikannya?"
Mata Dhayu membulat.
"Noni, apa jangan-jangan dia adalah bayi dalam perut Noni."
"Benarkah?" tanyaku tidak yakin.
Tapi wajah mungil itu sangat tampan. Kulitnya kemerahan dengan rambut menyala sepertiku.
Benarkah itu anakku. Tiba-tiba perasaanku menjadi campur aduk.
Jika aku kembali ke duniaku, bukan cuma Aryo yang kutinggal, tapi juga anakku. Dan apabila aku kembali sebelum dia lahir, apakah dia akan ikut bersamaku ataukah dia tetap dalam tubuh gadis van Jurrien ini?
Aku semakin ragu dan bimbang.
Hari berikutnya, Nyai Sinah berkata bahwa dia tidak menemukan orang yang memberinya informasi. Tapi dia berjanji untuk terus mencarinya.
Hingga hari ketiga. Pencarian dukun yang hanya dipanggil 'Mbah' oleh Nyai Sinah tidak menampakkan hasil.
Bagaimana jika dukun tua itu sudah meninggal? Bagaimana caraku kembali?
Tidak ada jalan. Ini buntu.
Ini adalah hari kedelapan kepulanganku dari Surakarta. Dan Daniel benar-benar menepati janjinya. Dia menjemputku untuk kembali ke Surakarta.
"Aku ingin disini!" tegasku.
Aku harus menemukan dukun itu terlebih dahulu.
"Kau tidak bisa menolakku. Seluruh Batavia tahu wanita seperti apa dirimu!"
Tanganku bergetar sambil meremas rokku. Papa sudah bercerita bagaimana dia meminta Bibi Natalia untuk membawaku kembali.
Daniel mencengkeram kedua pundakku.
"Jangan sampai aku melakukan kekerasan lagi kepadamu. Kau istriku. Dan kau sudah mempermalukanku disini!"
"Jika kau malu, kenapa tidak kau ceraikan saja aku!" seruku membalasnya.
"Aku tidak akan melakukan itu. Itu akan terlalu mudah untuk pengkhianatan yang kau lakukan."
Kata-katanya membuatku takut. Dia masih merencanakan sesuatu.
Sesekali dia tampak baik sekali kepadaku, tapi saat berikutnya dia berubah seperti monster untukku
Malam ini aku akan tidur bersamamu." katanya.