Menenangkan Hati

Matahari baru muncul di ufuk timur Bali saat Xavier memijakkan kakinya di bumi Pulau Dewata itu. Xavier keluar dari Bandara dengan langkah santai, walaupun tadi sempat ia merasakan gundah apakah ia telah mengambil keputusan yang benar dengan meninggalkan semua dibelakangnya. Di luar Bandara, seseorang menghampiri nya.

"Selamat Pagi pak Presdir. Saya Rena, Assisten Kepala Cabang WD Group Denpasar. Saya bertugas menjemput bapak hari ini. Mari pak ikutin saya", ujar Rena.

"Oh kamu dari WD Group Denpasar. Siapa yang telah memberitahukan kedatangan saya?", tanya Xavier.

"Bu Xena pak. Bu Xena telah memberitahukan Kepala Cabang pak Made dan memberitahukan apa saja yang bapak perlukan. Mari pak saya antar ke Villa WD Group", ujar Rena.

Xavier mengikuti Rena masuk ke dalam sebuah mobil Alphard warna Putih yang menunggu di depan mereka. Xavier dan Rena masuk ke dalam mobil, mobil meluncur ke arah Villa WD Group.

Sesampainya di halaman Villa, Xavier berhenti lama di depan mobil untuk menghirup udara segar pagi hari. Tampak sopir membuka bagasi mobil dan mengeluarkan satu tas koper dan membawanya ke arah Villa.

"Pak Presdir, bapak menginap di Villa kecil ya pak. Silakan beristirahat dulu pak. Saya akan tinggal di Mess untuk karyawan WD Group Denpasar di belakang Villa ini pak. Besok jadwal kita untuk meninjau pembangunan Hotel WD Group di Klungkung", ujar Rena tersenyum.

"Baiklah. Apa ada kendaraan yang bisa saya pakai kalau saya ingin keliling Bali hari ini?", tanya Xavier.

"Mobil ini akan standby untuk bapak 24 Jam dan sopir merangkap pengawal bapak akan ada di Villa ini untuk menjaga bapak. Kalau bapak memerlukan lebih banyak bodyguard, saya akan mengaturnya", ujar Rena.

"Tidak perlu, saya hanya butuh seorang yang well trained saja, tak perlu banyak orang. Baiklah. Sepertinya Xena telah mengatur semuanya untuk saya ya", ujar Xavier.

"Iya pak, Bu Xena telah mengatur semua untuk kenyamanan bapak", ujar Rena.

Xavier lalu masuk ke dalam Villa kemudian ia langsung menuju ke kamar tidur dan setelah masuk Xavier membuka koper yang telah ada di dalam kamarnya. Terlihat di koper itu pakaian untuknya tertata dengan rapi dan benar-benar pakaian yang disiapkan dengan baik sesuai dengan selera nya.

"Xena memang sangat cerdas dalam mengatur orang mengikuti kemauannya. Tak heran Pras begitu takut kehilangannya", ujar Xavier bergumam.

Xavier mengambil satu potong kaos dan celana jeans yang sesuai ukurannya lalu masuk ke kamar mandi untuk mandi dan berganti pakaian.

Setelah terasa segar, Xavier yang rapi berpakaian keluar dari kamar dan melihat sarapan untuknya telah tersedia di meja makan. Xavier lalu duduk di meja makan dan memakan sarapannya.

Pagi itu Xavier tidak terlalu bernafsu untuk makan, dia hanya mengunyah sedikit sarapannya lalu dia duduk di depan televisi menyalakan televisi dan menonton acara berita di tv. Xavier membuka HP yang tadi dia matikan selama penerbangan nya. Ia melihat beberapa pesan dan misscall dari Adriana untuknya. Adriana meminta bertemu dengannya untuk menjelaskan segalanya. Menurutnya ini semua kesalahpahaman saja. Berulangkali Adriana menanyakan Xavier ada dimana.

Xavier lalu membuka HPnya dan mengeluarkan SIM card dari HPnya lalu mengganti dengan SIM card yang baru saja tadi dia beli di Bandara. Xavier mengikuti prosedur pendaftaran SIM card barunya dan setelah melakukan isi ulang Xavier lalu menghubungi Xena.

"Hai Cantik. Iya ini nomor aku. Hubungi aku dengan nomor ini ya. Tolong kasih tau Daddy dan Mommy juga ya. Terimakasih untuk semua ya Cantik. Hei kamu lagi sama si Bawel ya? Iya kedengeran Bawelnya. Ya Uda aku mau jalan-jalan ke pantai cari turis cantik ... hahahahaha ... Bye. Sampaikan cium ku untuk Kirana ya. Iya tau Kirana anakmu sekarang", ujar Xavier tersenyum lalu mematikan teleponnya.

Xavier memasukkan SIM card lamanya ke dompetnya dan kembali menonton berita pagi. Sekitar jam 9, Xavier keluar dari Villa dan sopir yang telah dengan sigap langsung masuk ke dalam mobil untuk mengantarkannya kemanapun keinginannya.

"Pak antarkan saya ke Pantai yang tidak terlalu ramai ya", ujar Xavier.

"Baik pak Presdir", jawab sopir yang langsung melarikan mobil menuju ke tempat tujuan sesuai permintaan Xavier.

Setelah lama berkendara, sampailah mereka di suatu tempat di luar Denpasar.

"Bapak perlu sesuatu?", tanya sopir sopan.

"Ngga usah pak. Saya mau sendiri dulu. Silakan kalau bapak mau ngopi di warung-warung itu", ujar Xavier yang dimengerti oleh sopir.

Xavier lalu berjalan menyusuri pinggir pantai. Kakinya hanya memakai sandal yang dari semalam memang ia sudah pakai. Xavier membiarkan ombak beberapa kali membasahi kakinya yang berjalan dengan tanpa tujuan.

Xavier duduk dipinggir pantai dengan membiarkan kakinya tertutup pasir pantai yang lembut. Ia menelungkup kan kepalanya diatas dengkulnya dan ia memeluk kakinya. Matahari mulai terasa membakar kulitnya.

Setelah agak lama ia merasakan tubuh belakangnya tidak merasa panas lagi. Xavier mengangkat kepalanya dan melihat sebuah bayangan menutupi tubuhnya dan membuat ia menengok ke belakang.

"Pak Presdir ini saya bawakan lotion agar bapak tidak terlalu terbakar Matahari. Leher bapak terlihat merah sekali. Maaf saya terlambat datang soalnya tadi sempat ke kantor dulu", ujar Rena.

"Oh ngga apa Rena. Saya juga memang ingin sendiri", ujar Xavier.

"Maaf pak, ini lotion tabir Surya nya", ujar Rena sambil memberikan sebuah kantong plastik kepada Xavier.

"Ngga usah, ngga apa-apa kok. Kamu bisa kembali ke pekerjaan mu. Saya masih ingin disini sebentar", ujar Xavier kembali menelungkup kan kepalanya.

Terdengar suara sesuatu dikeluarkan dari Plastik dan dibuka. Taklama Xavier merasakan lehernya dingin, seseorang telah membalurkan lotion tabir Surya ke lehernya.

"Maaf ya pak, saya lancang. Tapi saya ngga mau bapak nanti kesakitan kalau tidak pakai tabir Surya ini. Hari mulai siang dan Matahari semakin terik", ujar Rena sambil kemudian mengambil tangan Xavier dan membalurkan tabir Surya dikedua tangannya.

Serasa terhipnotis, Xavier hanya diam melihat Rena membalurkan tabir Surya di kedua tangannya. Bahkan sampai ke kakinya, setelah dengan telaten ia bersihkan menggunakan tissue dari pasir pantai dan kemudian membalurkan tabir Surya di kaki Xavier.

Setelah selesai, ia kemudian berdiri lagi dan mengangkat payungnya dan menjadikan bayangannya pelindung Xavier dari teriknya matahari. Xavier kembali menelungkup kan wajahnya di atas dengkulnya dan memeluk kakinya dengan erat. Waktu berlalu dan hari mulai terasa makin panas. Xavier mengangkat kepalanya dan ia menengok kebelakang melihat Rena yang mulai bermandikan peluh diwajahnya.

"Kamu daritadi di sini? Ngga cape berdiri?", tanya Xavier.

"Salah siapa hingga saya harus berdiri disini", gumam Rena pelan namun terdengar oleh Xavier.

"Saya tidak minta kamu memayungi saya", ujar Xavier ketus.

"Maaf pak atas kelancangan mulut saya. Pak, saya sudah lapar, makan siang yuk pak. Saya tau tempat yang enak pak dan saya jamin halal pak", ujar Rena sambil tersenyum.

"Makanlah duluan, tinggal kan saya sendiri", ujar Xavier.

"Tapi pak, saya diperintahkan Bu Xena kalau saya tidak boleh makan kalau bapak juga tidak makan", ujar Rena memelas.

"Ngga mungkin Xena memerintahkan begitu. Jangan mengarang kamu", ujar Xavier makin ketus.

"Beneran pak. Nih saya telepon Bu Xena ya pak", ujar Rena sambil membuat panggilan telepon kepada Xena. Telepon ia sengaja gunakan speaker.

"Selamat Siang Bu Xena. Saya Rena Bu", ujar Rena.

"Iya Rena ada apa? Kakak saya baik-baik saja kan?", tanya Xena terdengar dengan nada khawatir.

"Bu Xena, ibu kan perintah kan saya kalau saya ngga boleh makan kalau pak Xavier ngga makan ya Bu? Soalnya saya sudah lapar tapi pak Xavier tidak mau makan Bu. Dia masih saja asik berjemur di pantai padahal terik matahari sudah terasa sekali membakar kulit", ujar Rena nyerocos.

"Apa kakakku memakai tabir Surya? Kulitnya gampang terbakar sinar matahari", ujar Xena semakin cemas.

"Sudah Bu, saya sudah balurkan keseluruh leher, kedua tangan dan kedua kaki beliau Bu. Tadi dia sempat menolak untuk pakai tapi saya yang pakaikan habisnya terlihat kulit nya tampak merah terbakar matahari", ujar Rena riang.

"Rena jaga kakak saya. Benar kamu tidak boleh makan kalau kakak saya tidak makan", ujar Xena yang membuat Rena tersenyum.

Setidaknya Xena mengikuti taktiknya untuk meminta Xavier agar ikut dengannya makan siang. Sebelumnya Rena mendapatkan kabar dari kerabatnya kalau Xavier akan menikah hari ini dan saat ia diperintahkan menjemput Xavier di Bandara Ngurah Rai, dia tau ada yang tak beres.

Apalagi Xavier datang tanpa membawa sepotong pakaianpun yang membuat Rena harus lari ke toko pakaian Pria milik temannya di subuh hari tadi. Temannya sempat mengomel saat Rena meminta bantuan untuk membuka tokonya sehingga ia dapat membeli semua yang ia butuhkan.

Hampir ia terlambat menjemput Xavier di Bandara karena saat ia tiba Xavier telah ada di depan Lobby Bandara sehingga ia hampir terjatuh saat berlari menghampiri nya pagi ini. Rena bertekad kalau ia harus menyenangkan hati Presdir nya bagaimanapun caranya karena ia tahu rasanya patah hati menjelang pernikahan karena ia menduga kalau Xavier saat ini patah hati sehingga ia datang ke Denpasar ini.