Identifikasi I

Melihat suaminya yang mulai emosi, wanita itu dengan cepat berpamitan dengan Miss Tere lalu menggandeng suaminya agar tidak lepas, mencari kedua bocah itu.

"Kenapa kamu menahanku?" Kata pria itu setelah mobil berjalan cukup jauh dari lokasi taman kanak-kanak. Dia tetap menggendong putrinya. Lingkar mata Eli sembab, agak merah dan kedua tangan mungilnya ada bekas memerah, mencengkram jas hitamnya. Pria itu makin marah saat melihat kondisi gadis kecilnya namun dia menahan diri, takut membangunkan Eli.

"Lihat putri kita, dia digertak. Bagaimana aku bisa diam saja?"

Wanita itu menghela nafas dan mengusap lengan pria itu, berusaha menenangkan suaminya.

"Sayang, mereka tidak menggertak Eli. Mereka hanya menyukai Eli. Bukankah bagus jika putri kita disukai banyak orang?"

Pria itu mendengus tak suka saat istrinya mengatakan itu. Dia tak setuju bila Eli disukai banyak orang. Dia tak ingin perhatian Eli terbagi-bagi untuk orang lain, cukup untuk keluarga kecilnya saja. Pria itu memutuskan mode 'diam', dia memilih melihat keluar jendela daripada melihat wajah istrinya.

Melihat pria itu 'diam' padanya, wanita itu tersenyum masam mengangkat bahu. Ini bukan pertamakalinya suaminya bertindak kekanakan. Saat berpacaranpun yang selalu manja dan kekanakan bukanlah dirinya, melainkan suaminya. Dia sudah hafal sifat suaminya yang keras kepala jadi dia membiarkan suaminya dalam mode 'diam'. Nanti juga suaminya yang akan mengajaknya berbicara duluan.

Kembali ke rumah, pria itu meletakkan Eli, dikamar yang cukup besar dengan warna berdominasi orange. Banyak pernak-pernik kecil tertata rapi di meja rias yang dibuat sesuai dengan ukuran si kecil Eli.

Semua barang yang ada dikamar ini, dibuat 'hanya' untuk Eli. Setiap tahun dekorasi kamarnya akan diubah seiring bertambahnya usia Eli. Pria itu ingin memberikan semua yang terbaik untuk gadis kecilnya. Dia ingin Eli nyaman dan tidak bosan dengan kamarnya. Agar Eli lebih suka tinggal dirumah daripada pergi keluar bersama teman-teman dimasa depan. Pria itu bisa bekerja dirumah sambil ditemani oleh anak gadisnya yang imut, ini adalah tujuan terselubungnya.

Mencium kening Eli, pria itu pergi dari kamar. Tak lama, Eli bangun dari tidur sorenya. Menemukan dirinya tidur dikasur kecil berwarna orange yang ditutupin selambu putih.

Selambu putih itu menutupi pandangan Eli pada isi ruangan tersebut. Dia menggeser selambu itu hingga membuka cela kecil. Dia turun dari kasur yang tak terlalu tinggi dari tubuh kecilnya. Menatap kamar sedang yang memiliki miniatur kecil? Meja rias, sofa hingga lemari susun berukuran kecil.

Eli bertanya-tanya, apakah ini kamar atau miniatur kamar boneka? Ini agak tidak normal baginya, yang baru saja mati dan menghilang kemudian ada di Taman Kanak-kanak lalu.. Didalam Miniatur kamar tidur?

Eli agak linglung tapi dia memutuskan untuk keluar dari ruangan ini. Si kecil Eli membuka pintu dengan usahanya melompat dan menarik mundur gagang pintu. Dia mengintip keluar layaknya mata-mata yang mengintai musuh namun dia langsung tertangkap oleh musuh besar yaitu pria berjas hitam, yang kedepannya dia akan dipanggil Papa oleh Eli.

Papa Eli berniat membangunkan gadis kecil untuk makan tapi si kecil sudah muncul untuk menyambutnya. Tanpa banyak kata, dia merggendong dengan pelukan beruang. Eli dalam kebingungan, menebak-nebak bahwa pria ini mungkin kakaknya.

Dia lupa sesaat bahwa dirinya menjadi gadis kecil sekarang. Itu juga bukan salah Eli jika salah sangka. Wajah Papanya terlalu tampan dan terlihat masih muda.

Pria itu mengusap lembut punggung gadis kecilnya yang agak kaku. Senyumnya makin cerah ketika wajah bodoh Eli menatap wajahnya.

"Ada apa? Apakah Papa setampan itu hingga kamu ikut terpesona" Papa Eli mencubit hidung mungil Eli hingga memerah. Tidak nyaman dengan sentuhannya. Tangan kecil Eli memukul tangan Papanya yang usil.

Eli yang salah sangka agak malu, beruntung dia belum memanggil Papanya sendiri dengan sebutan 'kakak' jika iya, dia akan menanggung malu selama sisa hidupnya.

"Papa!" suara manis dan agak melengking terdengar protes. Eli membelalak saat pertamakali mendengar suaranya sendiri. Dia cemberut, belum terbiasa dengan dirinya sebagai gadis kecil.

Eli yang cemberut membuat Papa Eli salah paham. Dia pikir, dia terlalu usil hingga anak gadisnya marah.

"Eli, jangan marah. Ayo, kita turun ke bawah. Bibi Rina membuat makanan kesukaanmu"

Pria itu membawa masih Eli yang cemberut turun ke bawah menuju ruang makan. Di meja makan, seorang wanita muda sedang mengikat rapi rambutnya dan anak laki-laki berusia 12 tahun menatap mereka berdua.

"Mam, lihat Papa sudah membuat Eli kesal. Lainkali biar aku yang mengambil tugas 'menjemput Eli' " anak laki-laki itu menunjuk ekspresi Eli yang cemberut.

"Ya, Papa memang tidak bisa diandalkan. Kau bisa mengambil alih tugas 'menjemput Eli' " kata wanita itu setelah selesai menguncir rambutnya kemudian menepuk kepala anak laki-laki itu.

"Tidakk! Itu tugasku, beraninya kau mencuri tugas favorit Papamu!"