Pipi anak laki-laki itu memerah, dia tersenyum bahagia dan sekaligus bangga. Dia bisa lebih dekat dengan adik kecilnya sekaligus mencuri tugas favorit Papanya.
"Gerald, letakkan Eli dikursi sekarang" perkataan wanita itu tidak menerima penolakan. Dia tak perduli dengan cicitan suaminya.
Eli yang dari tadi cemberut makin jelek ketika dihadapi drama konyol keluarga barunya. Papa tampannya, Gerald terlihat sedih. Dia memeluk erat Eli, tak ingin melepaskannya. Namun dengan berat hati, Gerald melepaskan gadis kecilnya, mendudukannya dekat anak laki-laki itu. Tangan Gerald yang bebas mengusap kasar kepala anak laki-laki itu.
Hati Gerald menjadi lega ketika anak laki-lakinya kesal hingga dia cemberut. Gerald memberi senyum kemenangan yang dimata istrinya dan Eli adalah senyum yang konyol. Kini Eli tahu satu hal, bahwa Papa barunya didunia ini, sungguh kekanakan.
Keluarga kecil itu hendak mulai makan saat bell rumah berbunyi. Tak lama seorang pelayan berusia 40-an mendatangi meja makan dengan membawa kotak hitam kecil yang mengkilap.
"Tuan, ini hadiah dari Tuan Daren"
"Letakkan di ruang kerjaku"
"Baik, Tuan" Pelayan itu segera undur diri, bergegas menyelesaikan tugasnya.
Keluarga kecil itu mulai makan. Tangan kecil Eli meraih sendok kecil, meraup sesuap nasi dengan telur. Matanya tak bisa berhenti mengamati ketiga orang yang ada didepannya.
Eli mengidentifikasi keluarga kecilnya. Pria tampan konyol yang awalnya dia tebak adalah kakaknya ternyata Papanya sendiri, Gerald. Kemudian wanita cantik berambut coklat seperti model adalah Mamanya, Anna. Sedangkan anak laki-laki disebelahnya, dia tebak dengan benar adalah Kakaknya, Yohan.
Karena dikehidupan ini, Eli akan dirawat oleh mereka, Eli harus mengenali mereka dan mengenali sosok 'Eli' yang sebenarnya. Dia tak mungkin mengubah sikap 'Eli' terlalu mendadak, keluarga ini bisa curiga atau khawatir padanya. Contohnya seperti sekarang.
"Eli, ayo makan wortelnya bukankah ini kesukaanmu" kata Gerald membujuk gadis kecilnya.
Eli mengangguk dalam hati, dia mencatat 'Eli' ini menyukai wortel. Karena Eli sendiri bukan pilih-pilih makanan dan berhubung wortel adalah kesukaan 'Eli', dia melahapnya dengan semangat. Pipi kecilnya menggembung, penuh sesak hingga tangan kecilnya harus menutup mulutnya agar tidak keluar.
Dalam sekejap dentingan piring dan sedang berhenti, ruang makan itu menjadi hening. Eli yang mengunyahpun ikut berhenti sesaat karena tatapan ketiga orang itu tertuju padanya. Raut wajah mereka tidak bisa ditebak oleh Eli.
Perubahan suasana ini, membuatnya agak canggung. Dia nyaris tersedak hingga air mata menetes keluar. Mata mereka menatap Eli tak percaya, si kecil Eli baru saja makan wortel yang paling dia benci hingga meneteskan air mata.
"Eli, kamu baik-baik saja?" tanya Gerald dengan cemas.
Eli merasa ada yang salah dengan apa yang baru saja, dia lakukan. "Ya, aku baik-baik saja"
"Pa, ini semua salahmu, memaksa Eli memakannya" tuduh Yohan, dia mengambil gelas kecil Eli. Menyodorkannya ke mulut kecil Eli "Eli, minum ini. Kakak tahu kamu terpaksa memakannya, jangan menangis"
Dengan patuh Eli meminumnya. Dia baru sadar bahwa dia ditipu Gerald. 'Eli' yang sebenarnya tidak suka makan wortel.
Eli merasa tak nyaman, dia terus dipandangi oleh ketiganya. Dia tahu bahwa keluarga ini sangat mencintai 'Eli' sampai semua perhatian mereka diserahkan padanya. Tapi..
Bukankah ini agak berlebihan? Lihat makananmu sendiri a..
Eli menghela nafas, dia ingin merubah sikap keluarga ini. Dari analisisnya sekarang, 'Eli' kecil ini dirawat seperti putri kerajaan. Dia harus mengubah semua perhatian berlebihan dari keluarga ini, terutama Papa dan Kakaknya yang belum 24 jam, baru saja dia trmui, sudah terlihat overprotective-nya.
Makan malam berakhir, Eli turun terlebih dahulu. Dia tak ingin dibawa-bawa (gendong) terus menerus.
Eli memutuskan untuk menjelajah rumah besar ini agar kedepannya tak tersesat dirumah dan tidak perlu seseorang untuk menemaninya kemana-mana.
Selama penjelahan hari ini, dia ditemani pengawal bernama Yohan yang menggandeng tangannya. Eli melangkah dengan penuh semangat bahkan beberapakali menarik Yohan untuk menanyakan ruangan apa.
Yohan seperti google yang tahu apapun ruangan yang Eli ditunjuk. Beberapakali, Eli usil bertanya banyak yang sebagian besar 'tak' penting hingga Yohan lelah untuk berbicara. Namun Yohan menikmati waktu bersama adiknya, dia melupakan rasa lelahnya berbicara ketika Eli mengeluarkan keimutannya.
Eli yang tubuhnya masih kecil, mudah mengalami kelelahan. Baru berputar dilantai 1 dan 2, Eli sudah kehabisan energi. Pada hal, dia belum naik ke lantai 3 sampai teras atas.
Pengawal Yohan memperhatikan perubahan langkah riang adiknya, berubah menjadi lebih berat dan lambat. Dia tahu adiknya sudah pada batasnya. Yohan mengulurkan tangan, membawa si kecil Eli kedalam pelukannya.
Eli yang jiwanya seorang pria , cukup malu untuk terus digendong oleh bocah laki-laki ini. Namun dia sudah lelah berjalan kesana kemari, dia tak perduli dengan malunya sebagai pria toh dia ditubuh seorang gadis kecil berusia 6 tahunan. Jadi dia memberikan izin kepada pengawal Yohan untuk menggendongnya dan mengantarnya menuju kamar tidur serba orange.
Cukup untuk penjelahan rumah hari ini, dia lelah menatap banyaknya pintu besar.
Yohan menepuk punggung adiknya yang mulai terkulai. Matanya mengerjap pelan, dia menempelkan dagunya dibahu Yohan menjadikannya bantalan tidur. Tepukkan Yohan membuatnya nyaman hingga tertidur.
Sebenarnya, Eli ingin mempertahankan kesadarannya tapi semuanya sia-sia karena saudaranya memberikan kenyamanan tersendiri hingga membuatnya merasa aman dan tertidur.
"Selamat tidur, Elina" dia bisa mendengarkan kata itu sebelum hilang kesadarannya.